Perspektif

Logika Pendidikan dan Kasus Menutup Sekolah

4 Mins read

Beberapa hari yang lalu, viral video siswa dari sekolah Muhammadiyah melakukan kekerasan kepada temannya di media sosial. Murid tersebut berasal dari pindahan, karena dikeluarkan dan di tolak oleh sekolah negeri. Setelah diterima oleh sekolah Muhammadiyah dengan maksut agar siswa tersebut bisa dibina menjadi lebih baik. Justru siswa tersebut melakukan kekerasan terhadap temannya.

Lantas pemerintah mengambil rencana untuk menutup sekolah, dengan alasan yang awalnya dari kasus kekerasan disekolah tersebut. Menurut saya, tidak adil sekolah swasta yang membantu mencerdaskan kehidupan bangsa mau ditutup. Kalau mau buka-bukaan, banyak terjadi kasus kekerasan di sekolah lain.

Muhammadiyah dan Tanggungjawab Pendidikan

Pengalaman ketika saya pernah sekolah di SMK sering tawuran dengan sekolah negeri, tetapi pemerintah diam saja dengan kejadian tersebut. Bahkan tak ada rencana untuk menutup sekolahan tersebut, teguran pun tak ada. Kenapa sekarang sangat tajam kebijakan ingin menutup sekolah swasta tersebut hanya karena terjadi satu kasus kekerasan oleh siswa yang sempat viral?

Sekolah Muhammadiyah dalam pendiriannya merupakan hasil dari sedekah dan infak warga Muhammadiyah. Sekolah Muhammadiyah didirikan dengan maksud membantu negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Di lain sisi juga menampung anak yang kurang beruntung karena tak bisa masuk ke sekolah negeri.

Dalam mendirikan sekolah Muhammadiyah telah masuk dana infak dan waqaf dari warga Muhammadiyah, sebagai amal jariyah. Seandainya sekolah ditutup, bagaimana dengan amal jariyah para waqif yang mewaqafkan harta benda untuk pembangunan sekolah? Sedang selama digunakan untuk kebaikan maka akan terus mengalir pahalanya.

Bisa jadi ketika sekolahan ditutup berarti harta tersebut sudah berhenti untuk kebaikan. Apa tidak menzalimi para waqif. Misalkan para waqif telah wafat butuh amal jariyah di akhirat agar pahala terus mengalir, tetapi harta benda yang telah mereka waqafkan untuk kebaikan justru di paksa berhenti dengan menutup sekolahan.

Baca Juga  Bagaimana Al-Qur'an dan Filsafat Merespon Fenomena Bunuh Diri?

Bahkan kalau bisa dalam pembangunan sekolah Muhammadiyah tidak merepotkan pemerintah, justru ingin membantu pendidikan di Indonesia. Hanya gara-gara sekali kekerasan terus dipukul habis, seperti menganggap bahwa kalau tidak di tutup sekolahan tersebut akan terjadi kekerasan berikutnya. Terlalu merendahkan metode pendidikan muhammadiyah, memangnya tidak ada evaluasi dan perbaikan.

Lembaga apa nanti yang akan menampung anak-anak yang kurang mampu dalam materi, kalau bukan gerakan sosial dari sekolahan swasta? Maukah sekolah negeri menerima orang yang tak mampu secara ekonomi dan juga kurang dalam kecerdasan? Apalagi dalam tanda kutip anak yang disebut nakal.

Pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan dulu mendirikan sekolahan karena prihatin dengan lingkungan masyarakat yang kurang mengeyam bangku sekolah. Bahkan menjadi pelopor terbentuknya sekolahan yang mengajarkan pelajaran ilmu agama Islam dan ilmu umum kepada masyarakat. Sekarang banyak sekolah yang berlabel Muhammadiyah adalah warisan dari KH Ahmad Dahlan.

Bukan bermaksud tak peduli dengan kekerasan oleh siswa. Tetapi harusnya pemerintah peduli dengan hal seperti itu, bukan hanya pemerintah tetapi kita juga sama, harus peduli. Sekolah bukan hanya fokus menciptakan bagaimana lulusannya untuk siap kerja.

Logika Pendidikan

Sistem pendidikan di negara kita masih perlu untuk berbenah, bukan justru menutup sekolahan yang salah satu simbol pendidikan. Pendidikan itu penting, tetapi yang kita sebut pendidikan seperti sistem sekolah itu masih perlu diperhatikan. Karena kalau bicara pendidikan kita langsung menunjuk sekolah, maka perbaikan peradaban pendidikan harus dilakukan lewat sekolah.

Peradaban pendidikan kita penting karena dengan banyaknya orang yang sudah pintar maka rakyat tidak lagi membutuhkan pemerintah. Sebaliknya, pemerintah pun tak lagi susah mengurus rakyatnya. Sudah bisa mengurus dirinya masing-masing dan punya jalan keluar yang terbaik dengan ilmu yang mereka miliki.

Baca Juga  Mohammad Natsir dan Cita-cita Indonesia Emas 2045

Beberapa kritik dan saran yang harus di lakukan pemerintah adalah peraturan wajib sekolah 12 tahun. Mewajibkan sekolah 12 tahun akan membuat masyarakat lemah terhadap pendidikan, orang tua menyekolahkan anaknya yang penting sekolah sesuai peraturan minimal 12 tahun. Tak penduli lagi dengan maju atau tidaknya peradaban pendidikan anaknya, yang penting wajib sekolah 12 tahun. Merasa selesai sudah tugas orang tua terhadap pendidikan anaknya.

Pendidikan menjadi era sekolahan, ketika ada yang tidak sekolah maka dianggap tidak berpendidikan. Walaupun mereka pintar, tetapi karena tak sekolah tak punya ijazah jadi tak dianggap berpendidikan. Karena untuk disebut berpendidikan wajib sekolah 12 tahun.

Padahal misalnya debat dengan petani belum tentu menang dalam bidang pertanian, walaupun petani tak sekolah dan kita sekolah. Karena fikiran kita berpendidikan itu harus sekolah, yang tidak sekolah maka tak berpendidikan. Seperti itu logikanya kalau peradaban pendidikan hanya menunjuk sekolah

Standar Berpendidikan

Peradaban pendidikan kita masih memisahkan kasta sosial. Yang sekolah punya ijazah walaupun ilmunya sudah lupa tetapi masih dianggap sebagai orang berpendidikan. Sementara orang yang tidak sekolah, tetapi punya ilmu dan tak punya ijazah masih dianggap tidak berpendidikan dianggap masih terbelakang. Saya belum tentu yakin bisa menang berdebat tentang pertanian dengan petani atau nelayan, walaupun saya berijazah sedangkan mereka tak punya ijazah.

Menurut falsafah KH Ahmad Dahlan, mencari ilmu tidak ada manfaatnya jika ilmu tersebut tak diamalkan. Diamalkan tetapi tak ikhlas maka tak ada artinya. Sungguh para ahli ilmu hanya dalam kebingungan. Bayangkan jika setiap mahasiswa melakukan skripsi, tesis, dan disertasi untuk memecahkan masalah di negara ini. Bisa jadi tiap tahunnya ada ribuan masalah di negara ini akan terpecahkan.

Baca Juga  Kalis Mardiasih: Masalah Kesetaraan Gender Bertalian dengan Kemiskinan

Pendidikan era sekolah di negara ini tidak bisa lepas dari 4 nyawa sekolahan, yaitu harus terpacu kepada guru, tepat waktu, kurikulum, dan umur. Jika salah satu tak kita gunakan, maka kita tak di anggap berpendidikan–berpendidikan harus sekolah dan punya ijazah. Dalam belajar kita sering dituntut datang tepat waktu kalau tidak maka nilai akan dikurangi–pendidikan kok harus dibatasi waktu.

Kita harus sesuai kurikulum kalau pengetahuan kita tidak seperti kurikulum yang sudah di buat, maka kita tak di anggap berpendidikan. Pendidikan masih tidak fokus ke semua ilmu, karena harus sesuai kurikulum.

Yang lebih parah lagi kita harus terpacu umur, bukannya pendidikan itu kapan saja tidak tergantung umur? Tapi pendidikan era sekolah terpacu umur, kita tidak boleh sekolah kalau umur sudah lewat seperti yang sudah ditentukan. Apa salahnya saya yang mahasiswa kembali masuk sekolah SMA? Tetapi dibatasi karena SMA hanya untuk umur sekian sampai sekian.

Belum tentu saya yang mahasiswa kalau langsung ikut UN tingkat SMA dijamin lulus, lantas kenapa saya ingin mencari ilmu dibatasi oleh umur? Akhirnya menimbulkan ketidakpedulian saya kepada adik-adik saya yang masih SMA. Ketika mereka tidak bisa dalam pelajaran, saya tidak bisa membantu karena saya sudah lupa semua pelajaran SMA–mau masuk lagi SMA umur dibatasi. Saya pun jadi menganggap itu hanya kewajiban sekolahan untuk mendidiknya.

Pendidikan jadi hanya menyerahkan kepada pihak sekolah. Kalau ada masalah dengan anaknya yang disalahkan sekolahnya lagi.

Editor: Nabhan

13 posts

About author
Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Nusantara Bekasi | Warga Muhammadiyah
Articles
Related posts
Perspektif

Moderasi Hilirisasi Haji

3 Mins read
Dalam beberapa tahun terakhir, hilirisasi haji telah menjadi sorotan penting di Indonesia. Berangkat dari visi untuk memberikan pelayanan haji yang berkualitas dan…
Perspektif

AI dan Masa Depan Studi Astronomi Islam

4 Mins read
Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) merupakan program komputer yang dirancang dan dihadirkan untuk dapat meniru kecerdasan manusia, termasuk kemampuan pengambilan keputusan,…
Perspektif

Pendidikan sebagai Dasar Pembentuk Nilai Hidup

3 Mins read
“Pendidikan (opvoeding) dan pengajaran (onderwijs) merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds