Perspektif

Lughat Al-Dhod dan Keunikan Bahasa Arab

5 Mins read

Sangatlah unik, dan mungkin sedikit rada aneh, orang Arab sepertinya sangat mengagumi huruf dhod (ضاد atau  الضاد), dan mengistimewakannya di atas huruf-huruf al-hijaiyah yang lain. Huruf dhod (ضاد atau  الضاد) bahkan memiliki magnitude tersendiri, sehingga saking bernilainya sampai ada ungkapan yang sangat terkenal di kalangan bangsa Arab: “Harfu l-dhod yajma’una” (حرف الضاد يجمعنا   ) atau (“Lisanu al-dhad yajma’una” لسان الضاد يجمعنا) , yang artinya  “huruf dhod mengumpulkan dan menyatukan kita”. Bayangkan, betapa “sakti”-nya huruf dhod itu dalam pandangan orang Arab. Apa coba istimewanya sebuah huruf? Tapi begitulah bangsa Arab yang dikenal sebagai bangsa yang sangat membanggakan bahasanya.

Tulisan sederhana ini akan menjelaskan secara sederhana tetapi sangat menarik, setidaknya menurut saya sendiri, tentang asal mula bebuka-nya cerita sehingga huruf dhod sampai-sampai bisa dikatakan secara dramatis sebagai telah menyatukan orang Arab itu. Saya rasa sak jek jumblek baru kali ini saya menemukan ada bangsa yang sampai begitu gigih dan penuh antusiasmenya memperbincangkan sebuah huruf sehingga menjadi khazanah intelektual yang sangat kaya raya.

Barangkali saja ada yang akan masih tetap terheran-heran mengapa orang Arab begitu mengitimewakan huruf dhod di antara huruf-huruf hijaiyah yang lain.  Begini ceritanya: huruf dengan bunyi seperti dhod (ضاد ) itu konon hanya dimiliki oleh bahasa Arab. Artinya tidak ada bangsa ‘Ajam (non-Arab) manapun yang memiliki bahasa yang ada bunyi huruf dhod (ضاد )-nya. Tak heran jika hanya orang Arab natiqy (Arabic native speaker) saja yang bisa melafadzkannya dengan benar dan fasih. Huruf dhod akhirnya dijadikan alasan untuk membedakan (pembeda) orang Arab dan orang ‘Ajam. Bahkan lebih daripada itu, dan hal itu di atas segalanya, gara-gara huruf dhod inilah bahasa Arab juga dinamakan bahasa Dhod (the language of Dhod, lughatu al-dhod, الضاد لغة ).

Khazanah Keilmuan yang Kaya

Ya, betul, meski saya sendiri agak bingung dan tampak sedikit mbulet, memang demikian lah adanya: bahasa Arab itu sering disebut dengan nama bahasa Dhod (the language of Dhod, lughatu al-dhod, الضاد لغة ), meskipun ada juga yang menyebutnya bahasa Dho’ (the languge of Dho’, lughotu l-dho’, لغة الظاء). Maksudnya, ada sebagaian ulama bahasa Arab yang berpendapat bahasa Arab bukan memiliki nama lain bahasa Dhod, melainkan bahasa Dho’ (the languge of Dho’, lughotu l-dho’, لغة الظاء). Memang soal ini ada perdebatan seru: ada yang menamakan bahasa Dhod, ada pula yang menyebutnya bahasa Dho’. Perdebatan ini begitu serunya sampai menjadi diskursus panjang di antara ahli bahasa Arab yang bahkan sampai melahirkan seratusan kitab yang membahas tentang topik itu. Seru, bukan?

Baca Juga  Muslim Uighur, Islamofobia dan Neo-Terorisme

Betapa ribetnya kalau kita membaca buku-buku yang seratusan itu semuanya. Saya saja yang bukan orang Arab, dan juga bukan sarjana Sastra Arab yang baik saja, sudah ribet memiliki 12 (baca: dua belas) buku  yang membahas tentang huruf dhod (ضاد) dan perbedaannya dengan huruf dho’  (ظاء) itu. Di antara kitab-kitab tersebut adalah:

(1) Ma’rifatu al-Dhod wa al-Dho’ ( معرفة الضاد والظاء ) karya Abu Hasan Ali bin Abi al-Farji al-Qushairi  (أبو الحسن علي بن ابي الفرج القيسي).

(2) Hasru Harfi al-dho’ (حصر حرف الظاء) karya Abu al-Hasan Ali bin Mohammad bin Tsabit al-Khaulani (أبو الحسن علي علي بن محمد بن ثابت الخولاني).

(3) Nadhairu al-Dha’ wa al-Dhod ( نظائر الظاء والضاد) oleh Imam Jamaluddin Muhammad bin Malik al-Thoi (الامام جمال الدين محمد بن مالك الطائي).

(4) Ada’u al-Dhod (أداء الضاد ) yang ditulis oleh Mohammad Abi Bakar al-Mar’asly  (محمد بن أبي بكر المرعشلي).

(5) Dha’atu al-Qur’an ( ظاءات القران ) karya Imam Abu Rabi’ Sulaiman Bin Abi Al-Qasim (الامام ابو الربيع سليمان بن أبي القاسم).

(6) Al-Farqu Bain al-Dhod wa al-Dho’ (الفرق بين الضاد والظاء ) karya Abu Umar wa Ustman Bin said al-Dany (ابو عمروعثمان بن سعيبد الداني).

(7) Al-Dho’ (الظاء) karya Yusuf Bin Sulaiman Bin Abdu al-jabbar al-Muqaddisy (يوسف بن سليمان بن عبد الجبار المقدسي).

(8). Syarh Abyat al-Daniy al-Arba’ah Al-Arba’ah (شرح أبيات الداني الاربعة المؤلف مجهول), (Tidak diketahui penulisnya majhul).

(9). Al-Farqu Bain al-Dhod wa al-Dho’ ( الفرق بين الظاء والضاد) karya Abu Qasim Said Bin Ali al-Zanjani (ابو القاسم سعد بن علي الزنجاني).

(10). Al-Farqu Bain al-Dhad wa al-Dha’ ( الفرق بين الضاد والظاء) yang ditulis oleh Abu Bakar Abdullah Bin Ali al-syaibani (ابو بكر عبد الله بن علي الشيباني).   

(11). al-Dhod wa al-Dho’ (الضاد والظاء ) karya Abu al-Faraj Muhammad Bin Abdullah Bin Ali Al-Syaibani (ابوالفرج محمد بن عبد الله (بن علي الشباني.

(12). Al-Misbah fi al-Farqi Bain al-Dhad wa al-Dha’ ( المصباح في الفرق بين الضاد والظاء  ) dikarang Abu ‘Abbas Ahmad Bin Hamad Bin Abi Al-Qasim  (ابو العباس احمد بن حماد بن أبي القاسم).

Sumpah, saya sama sekali tidak bermaksud pamer kepustakaan pribadi, melainkan sekadar menunjukkan dengan bukti otentik bahwa apa yang saya kemukakan di atasa adalah benar. Maksudnya, para sarjana klasik bahasa Arab benar-benar memperbincangkan huruf Dhod dalam berbuku-buku dan berkitab-kitab banyaknya. Buku-buku tersebut di atas membahas secara intensif dan ekstensif huruf Dhad dan juga perbedaan-perbedaan antara huruf Dhod dan Dho’ secara fonemis, fonetik, dan morfologis. Terlepas dari perdebatan sengit tersebut, baik dinamakan lughatu Dhod maupun lughatu Dho’ keduanya tetap saja menunjukkan keunikan dan keistimewaan bahasa Arab.

Baca Juga  Takbir Sunyi dalam Pandemi

Sampai di sini pembaca pasti sudah mafhum mengapa dan kenapa bahasa Arab dinamakan lughatu Dhod. Pasalnya adalah, sekali lagi, karena bahasa Arab adalah satu-satunya bahasa di dunia ini, baik yang sudah mati maupun masih hidup, yang diklaim sebagai memiliki huruf dan bunyi dhod (atau dho’). Tidak ada bahasa lain satupun di dunia ini yang memiliki huruf Dhod  atau huruf lain yang bunyinya seperti Dhot (dan Dho’). Tak heran jika para penutur non-Arab (ghoiru al-natiqin), termasuk orang Indonesia, selalu mengalami kesulitan mengucapkan huruf ini dengan baik dan fasih seperti halnya penutur asli. Jangankan membedakan secara jelas antara lafdz huruf Dhot dan Dho’, bahkan kadang-kadang campur baur antara Dhot, Dho’, Dal (د ) dan dzal  د   sehingga menjadi tidak karu-karuan apa perbedaan di antara keempatnya.  

Hanya orang Arab yang memang sebagai penutur asli (ناطقي , native speaker) bahasa Arab saja yang bisa melafadzkan huruf-huruf tersebut dengan jelas (fasih). Apalagi bahasa Arab memang bahasa yang mementingkan kefasihan bunyi (fonem, makhraj) yang dipelajari secara mendalam dalam ilmu fonemik dan fonetik. Tak heran jika kamus bahasa Arab lebih sering dinamakan Lisanu l-‘Arab (Arab Tongue) daripada dictionary karena lebih mementingkan lisan atau posisi lidah. Penutur non-Arab senantiasa merasakan kesulitan pengucapan antara huruf Dho’ dan Dhot itu. Itulah alasannya mengapa kemudian bahasa arab disebut bahasa Dhot. Oleh karena bahasa Arab disebut bahasa Dhod maka Bangsa Arab juga disebut Banu Bani al-Dhod (بني الضاد (, yang artinya “orang-orang Dhod”! Menarik bukan?

Sampai di sini terjawab lah sudah maksud ungkapan “huruf dhod mengumpulkan dan menyatukan kita” tersebut di atas. Harfu l-dhod”, atau  “Lisanu al-dhad” itu sama dengan lughatu al-dhod, dan itu adalah nama lain dari Lughatu Arabiyah  alias Bahasa Arab. Nah, seperti kita ketahui bersama, sebagaimana yang dikatakan Albert Hourani dalam bukunya yang masyhur Arabic Thought in the Liberal Age 1798-1939, bahwa orang arab jika diminta mendefinisikan apa yang dimaksud dengan “bangsa arab” mereka akan mulai dengan mengatakan bahwa bangsa Arab adalah meliputi semua masyarakat berbahasa Arab. Walhasil, bahasa Arablah yang menjadikan orang Arab merasa dirinya bangsa Arab. Dengan kata lain bahasa Arab lah yang membentuk bangsa Arab. “Lisanu al-dhad yajma’una”, “Lughatu al-dhad yajma’una”, bahasa Arab mengumpulkan kita!

Baca Juga  Haji 1445 H, Musim Panas Mekah, dan Rashdul Kiblat

Keunikan-keunikan Lainnya

Masih ada beberapa keunikan lagi dari bahasa Arab selain itu. Berbeda dari kebanyakan bahasa lain yang ditulis dari kiri ke kanan, bahasa Arab ditulis dari kanan ke kiri. Dulu ketika saya kuliah di Jurusan Sastra Arab, Universitas Gadjah Mada, saya juga sudah merasakan keunikan itu sampai banyak teman yang memanggil saya “Hai wong ngiwo…!”, yang artinya “Hai, orang ngiri (maksudnya ke kiri kalau menulis).  Di seluruh Jurusan yang yang ada di UGM yang jumlahnya mungkin hampir seratusan jurusan itu (saya tidak pernah menghitungnya), memang hanya di jurusan sastra Arab yang menulis dari kanan ke kiri. Jurusan yang benar-benar lain dari pada yang lain: alias unik!

Bahasa Arab juga tidak memiliki huruf kapital (has no capital letters). Kalau Anda tidak percaya silahkan bertanya kepada semua orang yang mengerti bahasa Arab. Bahasa Arab tidak mengenal huruf kapital alias hurup besar! Sumpah! Untuk penekanan tentang pentingnya sebuah kata atau terminologi maka digunakan tanda kutip (inipun juga fenomena baru-baru ini saja), atau diberi warna tertentu yang berbeda dengan bagian terbesar teks. Jadi untuk penekanan atau pengkhususan tidak  digunakan huruf kapital.

Keunikan bahasa juga dalam konteks sangat kaya raya-nya bahasa Arab  dengan kosa kata. Bahasa Arab konon memiliki 12.302.912 (baca: dua belas juta tiga ratus dua ribu Sembilan ratus dua belas) kata. Bandingkan dengan Bahasa Inggris yang kekayaan kosa kata-nya hanya berjumlah 600.000 kata dan bahasa Perancis 150.000 kata.  Bahasa Arab juga kaya sekali dengan kosa kata. Kata ibil (الابل artinya unta) memiliki sinonim lebih dari 1000 kata; kata ‘asl  (عسل) yang artinya madu ada 80 kata; al-saif (السيف  , artinya pisau) memiliki 1000 kata; al-asad (الاسد  artinya singa) 500 kata; kata  ثعبانyang artinya ular (snake) 200 kata, dan sederert lagi contoh lainnya. Tak heran jika ada yang mengklaim, benar atau salah, bahasa Arab adalah bahasa yang paling kaya di dunia.

Mungkin karena keunikan-keunikan tersebut di atas ditambah dengan fakta bahwa bahasa Arab itu memiliki alphabet dan struktur kalimat yang tidak sama dengan alphabet latin yang banyak digunakan di sebagian besar negara di dunia ini maka bagi kebanyakan orang yang belajar bahasa Arab membutuhkan waktu yang lebih lama (take some time) daripada belajar bahasa asing lainnya. Apalagi kalau kita terlalu lama berkutat dalam berlatih mengucapkan huruf Dhat dan Dho’ tadi karena ingin sefasih orang Arab! Pasti akan lebih lama lagi! Hehehe.

Editor: Yahya FR
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds