Perspektif

RUU LLAJ dan Kemungkinan Pelarangan Ojek Online

3 Mins read

Oleh : Fathin Robbani Sukmana*

Menurut Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), definisi sepeda motor adalah “kendaraan bermotor beroda dua dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau kendaraan motor beroda tiga tanpa rumah-rumah.

Sepeda motor menjadi salah satu transportasi andalan bagi masyarakat Indonesia. Tentu bukan tanpa alasan sepeda motor banyak digunakan di Indonesia. Sejumlah alasan tersebut adalah, irit bahan bakar, harga jauh lebih murah, lebih mudah diperbaiki, lebih cepat sampai (Kompas.com 2013).

Bahkan di Indonesia sepeda motor menjadi transportasi bagi masyarakat, sejak tahun 2015 mulai muncul perusahaan ojek online yang berkembang pesat hingga saat ini. Menurut Kemenhub RI (2019) pemgemudi atau mitra ojek online berjumlah sekitar 2 juta – 2,5 juta pengemudi. Sedangkan data pengguna salah satu platform ojek online berjumlah 155 juta pengguna. Tentu ini merupakan angka yang sangat fantastis dan menjadi bukti bahwa sepeda motor masih menjadi primadona masyarakat Indonesia.

Selain ojek online, masyarakat Indonesia masih banyak yang memilih sepeda motor untuk menjalankan tradisi mudik atau pulang kampung. Data kemenhub (2019) pengguna sepeda motor saat mudik berjumlah 1.378.574 sepeda motor. Ini membuktikan sepeda motor menjadi pilihan transportasi bagi sebagian masyarakat Indonesia khususnya kalangan menengah ke bawah.

RUU LLAJ Bermasalah?

Rapat Komisi V DPR RI pada pertengahan Februari lalu muncul gagasan roda dua tidak menjadi transportasi umum. Menurut Wakil Ketua Komisi V DPR RI Nurhayati Monoarfa hal tersebut masih menjadi pembahasan nota akademik namun sebagian besar Anggota Komisi V menyetujui gagasan tersebut (CNNIndonesia.com, 2020).

Selain itu Komisi V mengusulkan sepeda motor dilarang melintasi jalan nasional kecuali dengan kapasitas 250 cc (Medcom.id, 2020). Kedua kebijakan ini tentu menjadi polemik di Masyarakat. Bahkan pada Jumat  28 Februari 2020 lalu, para pengemudi ojek online (ojol) melakukan aksi penolakan di depan gedung DPR RI.

Baca Juga  Reformasi Pendidikan Berteraskan Tauhid

Kedua usulan tersebut muncul karena alasan keamanan dan juga kesemerawutan di jalan raya. Namun perlu dipertanyakan kembali apakah alasan tersebut sudah siap dengan dampak yang ada? Justru penulis menduga ada persaingan bisnis dengan kedua perusahaan ojol terbesar di Indonesia (dan mudah-mudahan asumsi penulis salah).

Jika DPR RI tetap memasukan kedua usulan tersebut ke dalam RUU LLAJ, terdapat dampak yang harus diperhatikan. Pertama, jika Revisi UU LLAJ disahkan dengan melarang odol maka akan ada sekitar 2,5 juta pengemudi Ojol yang kehilangan mata pencahariannya.

Kedua, jika sepeda motor dilarang melalui jalan nasional, akan ada penumpukan penumpang ketika mudik lebaran nanti. Tentu akan menjadi penghambat bagi masyarakat yang ingin berkumpul bersama sanak saudaranya di hari lebaran. Dua dampak ini harus terus dikaji oleh Komisi V DPR RI agar tidak terjadi kesalahan yang menyebabkan penambahan angka pengangguran di Indonesia.

Kesiapan Transportasi Umum

Jika kedua gagasan tersebut disahkan menjadi undang-undang, maka ada beberapa hal yang harus disiapkan oleh pemerintah. Pertama, mempersiapkan lowongan pekerjaan yang layak bagi para pengemudi ojol jika sepeda motor dilarang menjadi transportasi umum. Bukan hanya lowongan tetapi jaminan agar mereka tetap bisa menghidupi keluarganya dari pekerjaan baru yang diberikan.

Kedua, jika alasannya adalah kesemerawutan di jalan raya, lebih bijak DPR membuat regulasi yang membatasi penggunaan kendaraan bermotor baik roda dua dan roda empat atau lebih. Pembatasan ini bisa berupa sistem ganjil-genap ataupun sistem filter tahun kendaraan. Jika semua kendaraan pribadi dibatasi, bukan hanya kesemerawutan, tetapi akan mengurangi dampak dari gas emisi yang dikeluarkan kendaraan.

Ketiga, pemerintah harus menyiapkan transportasi yang murah dan nyaman serta terintegrasi. Baik dalam kota maupun antar kota.  Sebagai pengguna jasa ojek Online dan juga pengemudi sepeda motor, tentu penulis tidak setuju dengan adanya usulan tersebut, karena belum adanya kenyamanan dan keamanan yang menjamin ketika naik transportasi umum terutama angkutan kota dan juga bus antar kota antar provinsi.

Baca Juga  Prof Baroroh Baried (7): Wanita dan Etos Kerja

Selama ini hanya beberapa PO bus yang menjamin kenyamanan ketika perjalanan antar kota antar provinsi, namun armadanya masih terbatas. Jika naik transportasi umum berbasis rel atau kereta api lebih nyaman dan tepat waktu. Namun harus mengeluarkan biaya yang cukup menguras biaya dan tiket terbatas–berlaku bagi penulis dan mayarakat ekonomi menengah ke bawah secara umum.

Transportasi yang nyaman saat ini hanya didapatkan di Jabodetabek, karena adanya transportasi umum dengan tarif yang jelas dan juga terjangkau. Berbeda di beberapa kota, terkadang ada saja oknum angkutan kota yang menaikan harga tarif tidak sesuai ketentuan yang berlaku.

Jika membandingkan dengan transportasi umum di Indonesia dengan beberapa negara baik Asia maupun Eropa, tentu Indonesia masih harus belajar banyak. Terutama perihal ketepatan waktu dan kenyamanan transportasi umum yang disediakan oleh pemerintah.

Keempat, gerakan jalan kaki. Ini cukup penting dan juga menjadi solusi ketika kendaraan pribadi dibatasi. Di kota-kota besar di dunia, banyak yang menerapkan jalan kaki dengan trotoar yang nyaman bagi pejalan kaki. Karena saat ini masyarakat sudah nyaman dengan adanya ojol sebagai transportasi dari stasiun menuju kantor atau sebaliknya.

Maka jika ojol dihapuskan, gerakan jalan kaki menjadi solusi selain menyehatkan juga menjaga lingkungan dari gas emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor.

***

Semoga Anggota Komisi V DPR RI bisa mempertimbangkan dengan matang jika sepeda motor dilarang menjadi transportasi umum dan juga dilarang melewati jalan nasional. Apabila dua usulan tersebut tetap dimasukan ke dalam UU LLAJ, minimal empat usulan penulis di atas bisa terpenuhi untuk kenyamanan masyarakat khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah.

*) Ketua Bidang PIP PW IPM Jawa Barat. Sekretaris DEEP Kabupaten Bekasi.

Editor: Nabhan

Baca Juga  Gerakan Emansipasi Wanita: dari Ketertinggalan menuju Kesetaraan
Avatar
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *