Perspektif

Reformasi Pendidikan Berteraskan Tauhid

4 Mins read

Terobosan budaya yang dilakukan oleh Kiai Dahlan dengan kembali kepada tauhid yang murni di bidang ‘aqidah, memiliki implikasi yang sangat luas dan mendalam secara konseptual bahkan filsafat keilmuan.

Pandangan dunia (world view), tashawwur atau mabda’ al ilmy yang dibangun atas landasan tauhid uluhiyyah, rububiyyah, ubudiyyah, dan kauniyyah. Tauhid penciptaan dan tauhid kebenaran. Pandangan dunia tauhid inilah yang menjadi landasan pembinaan peradaban utama. (Kabuye Uthman Sulaiman, dalam “Islamic Civilization : Meaning, Origin and Distinctive Characteristics”, p 77).

Masyarakat ilmu yang berkembang sangat cepat, ditunjang oleh kemajuan dalam teknologi informasi, komunikasi dan transportasi. Membuat jarak lintas batas negara dan kebangsaan menjadi semakin pendek. Namun masyarakat ilmu yang mengalami perkembangan yang pesat ini menurut Hiroshi Tasaka, seorang  Professor yang bekerja di Tama University, Tokyo, mengandung paradoks. Professor Tasaka yang mendirikan jaringan kelompok pemikir dunia (worldwide network think-tank) yang bernama Sophia Bank. Dia membukakan beberapa strategi baru. Menurutnya, masyarakat ilmu ini mengandung paradoks yang cukup besar.

Di masa depan, selain ilmu, diperlukan suatu kebijakan (wisdom/hikmah) yang merupakan  “collective intelligence” yang syarat dengan nilai-nilai moral. “Today’s knowledge society is a big paradox; knowledge is bound to lose its value in this new era of knowledge society. In contrast to the talented people of yesteryears, in future it will not be knowledge but wisdom that has value. In his opinion “collective intelligence” – wisdom of crowd is important – by stimulating the wisdom of communities, a better idea can be generated through discussions than conceived by an expert”.

Pendidikan dan Tauhid

Dalam khazanah pengkajian pemikiran dan peradaban Islam, para pemikir muslim menggunakan berbagai istilah untuk worldview ini. Misalnya, Prof. Syed Naquib al-Attas menyebutnya Ru’yatul Islam lil wujud (Islamic Worldview). Maulana al-Mawdudi mengistilahkannya dengan Islami nazariat (Islamic Vision). Sayyid Qutb menamakannya al-Tasawwur al-Islami (Islamic Vision). Mohammad Alif al-Zayn menyebutnya al-Mabda’ al-Islami (Islamic Principle).

Para pemikir muslim tersebut bersetuju bahwa Islam memilik cara pandangan dunianya yang otentik. Syed Naquib al-Attas mengemukakan bahwa worldview Islam adalah pandangan Islam tentang realitas dan kebenaran  yang menjelaskan hakekat wujud; oleh karena apa yang dipancarkan Islam adalah wujud yang total maka worldview Islam berarti pandangan Islam tentang wujud (ru’yaat al-Islam lil-wujud).

Baca Juga  Mengapa Perkawinan Harus Dicatat?

Maulana al-Mauwdudi memaknai Islami Nazariyat (worldview) sebagai pandangan hidup yang bermula dari konsep keesaan Tuhan (syahadah) yang mempunyai implikasi mendasar pada keseluruhan kehidupan manusia. Oleh karena syahadah merupakan pengakuan dan pernyataan moral untuk dilaksanakan dalam kehidupan dalam totalitasnya.

Adapun Sayyid Qutb mengartikan al-tasawwur al-Islami, sebagai akumulasi dari keyakinan asasi yang terbentuk dalam pikiran dan hati yang memberi gambaran tentang wujud. Dalam diskursus ini Syed Naquib al-Attas menampakkan kecenderungannya yang kuat kepada makna epistemologis dan metafisis dari semesta.

Tauhid, Keesaan Tuhan, atau iman dalam pandangan Isma’il Razi al Faruqi, bukanlah semata mata suatu kategori etika. Ia adalah suatu kategori kognitif yang berhubungan ilmu pengetahuan, dengan kebenaran proposisi-proposisinya. Karena sifat dari kandungan proposisinya sama dengan sifat dari prinsip pertama logika dan ilmu pengetahuan, metafisika, etika, dan estetika, maka dengan sendirinya dalam diri subjek ia bertindak sebagai cahaya yang menyinari segala sesuatu.

Al-Faruqi selanjutnya mengatakan: “As principle of knowledge, al tawhîd is the recognition that Allah, al haqq (the Truth) is, and that He is One. This implies that all contention, all doubt, is referable to Him; that no claim is beyond testing, beyond decisive judgment. Al tawhîd is the recognition that the truth is indeed knowable, that man is capable of reaching it. Skepticism which denies the truth is the opposite of al tawhîd. It arises out of a failure of nerve to push the inquary into truth to its end; the premature giving up of the possibility of knowing the truth”.

Ismail al-Faruqi, berpandangan bahwa pengakuan Ketuhanan Tuhan dan keesaan berati mengakui kebenaran dan kesatuan. Pandangan Ismail al-Faruqi ini meneguhkan asumsi bahwa sumber kebenaran yang satu berarti tidak mungkin terjadi adanya dua atau lebih sumber kebenaran. Ini sekaligus menjadi bukti bahwa integrasi keilmuan memiliki kesesuaian dengan prinsip al tawhîd.

Sebagai prinsip metodologis, menurut al Faruqi, Tawhîd memuat tiga prinsip utama, yaitu: Pertama, penolakan terhadap segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan realitas (rejection of all that does not correspond with reality); kedua, penolakan kontradiksi-kontradiksi hakiki (deniel of ultimate contradictions); dan ketiga, keterbukaan bagi bukti yang baru dan/atau yang bertentangan (opennes to new and/or contrary evidence).

Baca Juga  Peran Penting Anggota Dewan untuk RUU TPKS di Masa Reses

Reformasi Pendidikan

Sebagai sebuah persyarikatan yang telah mengabdikan diri di bidang pendidikan secara holistic selama lebih dari satu abad, sudah selayaknya apabila Muhammadiyah mengambil prakarsa dalam pembaruan pendidikan di tanah air. Baik dalam lingkungan masyarakat Islam di Asia Tenggara maupun di dunia secara luas.

Para pengambil kebijakan dalam dunia pendidikan, maupun para pakar pendidikan dan perencana di dunia Islam sangat menyadari betapa mendalam dan luasnya permasalahan yang dihadapi oleh dunia pendidikan ini.

Oleh karena itu  Konferensi Pertama tentang Pendidikan Islam ( The First World Conference on Muslim Education) yang diselenggarakan di Makkah, Saudi Arabia, 31 Maret – 8 April 1977, antara lain merekomendasikan: 1) Umat Islam, baik secara pribadi, kelembagaan maupun pemerintah, didorong untuk melakukan penilaian kembali secara mendalam terhadap muatan, konskuen dan arah dari ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir, dan kemudian memetakan kembali suatu kerangka baru bagi pengembangan ilmu pengetahuan futuristik dari perspektif Islam.  Ilmu pendidikan Islami hendaknya melakukan kritik secara sistematik dan rasional terhadap “scientism” kontemporer.  2) Pendidikan dalam bidang ilmu pengetahuan alam, hendaknya dilakukan di dalam kerangka epistemologi, kosmologi, ontologi Islami.  Baik pengkajian maupun penerapan ilmu pengetahuan alam memiliki signifikansi religious dan spiritual.

Tajdid/reformasi pendidikan pada tahap ini banyak memberikan perhatian terhadap reformasi kurikulum. Dan memang, sebenarnya ruh dari pendidikan adalah kurikulumnya. Oleh karena itu, reformasi pendidikan, pertama dan terutama dilakukan dengan melakukan reformasi kurikulum. Dengan didukung pengadaan buku-buku teks dan buku-buku referensi yang Islami.

Oleh karena itu, di berbagai negara Islam berkembang berbagai upaya penyusunan dan penerbitan buku-buku bacaan dan buku-buku pegangan yang disusun dalam kerangka pandangan dunia yang Islami. Dan ini merupakan langkah yang mendasar dalam reformasi pendidikan.

Baca Juga  Sains Bukanlah Pemegang Otoritas Mutlak dalam Rukyatul Hilal

Kegiatan tersebut, selain dilakukan oleh beberapa tokoh maupun pribadi-pribadi yang peduli dan memiliki persyaratan akademik, juga dilakukan oleh the World Center for Islamic Education. Tidak mau ketinggalan the Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization (ISESCO) yang berpusat di Rabath, Marokko, di bawah Organization of Organization of Islamic Conference (OIC), serta the Islamic Foundation for Science, Technology and Development (IFSTAD) yang berpusat di Jeddah, organisasi-organisasi Islam lainnya, lembaga-lembaga kerjasama antar pemerintah maupun lembaga-lembaga swadaya masyarakat juga ikut mengadakan.

Membangun Jejaring Planeter

Untuk meningkatkan proses reformasi pendidikan di dunia Islam, disepakati bahwa The World Center for Muslim Education bekerjasama dengan Organisasi Konferensi Negara-negara Islam serta lembaga-lembaga internasional lainnya, universitas, lembaga-lembaga penelitian dan penerbit-penerbit, untuk melaksanakan program penyediaan buku-buku teks dan bahan-bahan pembelajaran yang Islami. Beberapa subyek untuk introduksi pandangan dunia Islam, nilai-nilai dan etika Islam di dalam ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam penyediaan bahan-bahan pembelajaran tersebut.

Beberapa negara telah melakukan berbagai eksperimen dan upaya reformasi dalam pendidikan. Masing-masing memiliki penonjolan wilayah kepedulian maupun derajat keberhasilan yang berbeda-beda. Misalnya yang dilakukan di Malaysia, Indonesia, Pakistan, Mesir, Turki, Arab Saudi, Bangladesh, hingga Brunei Darussalam. Sehingga memungkinkan bagi setiap negara untuk menyumbangkan keberhasilannya, maupun menimba pengalaman dan keunggulan dari negara lainnya.

Muallimin dan Muallimaat perlu mengembangkan jejaring planeter yang berkemajuan. Mengikuti dan melanjutkan jejak KH Ahmad Dahlan, KH Mas Mansyur dan Prof. KH Abdul Kahar Mudzakkir, sebagai pendiri, perintis dan kader sejati.

Wa Allahu a’lamu bi al shawab.

Related posts
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…
Perspektif

Murabahah dalam Tinjauan Fikih Klasik dan Kontemporer

3 Mins read
Jual beli merupakan suatu perjanjian atau akad transaksi yang biasa dilakukan sehari-hari. Masyarakat tidak pernah lepas dari yang namanya menjual barang dan…
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *