Perspektif

Pendidikan Holistik Gaya Muhammadiyah

3 Mins read

Istilah “Holistik”, berasal dari kata “holi.” Nama sebuah tumbuhan pohon yang berdaun rindang dan berbuah lebat. Dalam tradisi umat Kristen tempo dulu, buah holi digunakan untuk menghias Pohon Natal di banyak gereja di Eropa dan bahkan di Indonesia.

Dalam perkembangan berikutnya, ada istilah holiday yang bermakna “hari raya.” Dari akar kata “holi” ini, jika ditambah dengan “is” menjadi “holis,” berarti me-mohon (menjadi pohon) yang rindang, baik daun maupun buahnya. Jika ditambah lagi dengan tik (menjadi holistic), imbuhan untuk mensifatinya atau untuk menegaskan kerindangannya.

Istilah Holistik

Jika istilah holistik itu dilacak dalam dunia (ilmu) kesehatan, di sana ada banyak istilah yang ditemukan. Misalnya ada terapi holistik, penyembuhan holistik, pengobatan holistik, dan ramuan holistik, serta beberapa istilah lainnya. Ternyata, awalnya – seperti dikatakan oleh Prof Hembing, berasal dari praktek pengobatan tradisional. Yaitu ramuan yang terbuat dari pepohonan atau tetumbuhan (holi). Jadi, kalau ada istilah pengobatan holistik, pada dasarnya adalah pengobatan tradisional.

Mungkin lantaran istilah ini tersebut berasal dari tradisi umat Kristen, maka ada beberapa tokoh pendidikan Islam menolak istilah itu masuk ke dalam dunia pendidikan. “Muhammadiyah harus memilih dan mencetuskan istilah sendiri. Jangan ikut-ikutan orang lain, apalagi orang itu orang kafir, haram,” begitu kata orang yang mengaku pendidik dalam Muhammadiyah (ma’af, tidak perlu disebut identitasnya).

Kepada mereka ini, katakan saja bahwa istilah “holistik” dalam dunia pendidikan Islam bukan berasal dari tetangga. Akan tetapi berasal dari bahasa al-Qur’an (Arab), khalasha- yakhlishu – khalashan – khalishun atau “Khalish” (Holis). Maknanya “orang yang berhati nurasi ikhlas.” Pendidikan holistik, berarti pendidikan untuk menggiring supaya peserta didik kelak menjadi orang-orang yang ikhlas beramal.  Dengan argumen demikian, maka tokoh tadi manggut-manggut, lalu tersenyum. Pertanda ia setuju jika Muhammadiyah mengembangkan pendidikan holistik.

Baca Juga  Kebingungan Arah Pendidikan: Kritik untuk Mendikbud

Filsafat Pendidikan

Terlepas dari mana istilah tersebut dimunculkan, yang pasti bahwa pendidikan holistik adalah bagian dari filsafat pendidikan. Sebuah konsepsi yang didasarkan pada premis bahwa setiap manusia diyakini dapat dan berusaha menemukan jati diri, makna, dan tujuan hidupnya. Baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan beralam dunia. Yang pada akhirnya dapat berikhtiar menemukan nilai-nilai kemanusiaan, seperti perhatian, kasih sayang, dan perdamaian.

Filsafat pendidikan holistik bertujuan menggali dari setiap orang potensi jati diri dan kemampuan untuk mengasih-sayangi sesama. Sekaligus kecintaannya untuk terus menerus belajar dan mempelajari ilmu pengetahuan. Definisi ini sejalan dengan  Mr Ron Miller, tokoh pertama yang memprakarsai jurnal Holistic Education Review, seperti yang diungkap dalam situs http://en.wikipedia.org/wiki/Holistic_education.

Dr Tri Budhi Sastrio menyebutkan bahwa seseorang yang mencoba merunut asal muasal pendidikan holistik pasti akan menemui kesulitan. Karena konsep ini pada dasarnya sudah ada sejak zaman dulu. Pakar pendidikan dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Surabaya ini mengutip Scott H. Forbes dan Robin Ann Martin dalam sebuah makalah, What Holistic Education Claims About Itself: An Analysis of Holistic Schools’ Literature. Makalah ini dipresentasikan pada Konferensi Tahunan Para Peneliti Pendidikan Amerika (April 2004 di San Diego, California).

Pendidikan Holistik di Indonesia

Di Indonesia, lembaga pendidikan yang mengklaim (mengaku) telah menerapkan konsep pendidikan holistik adalah memang lembaga milik tetangga (bersebelahan dengan kantor PP Muhammadiyah Jakarta), atau lembaga yang mengelola Universitas Pelita Harapan (UPH) Jakarta yang berlokasi di Karawaci Tangerang Banten.  PTS yang disponsori oleh konglomerat kelompok “Indo”  (Indofood, Indosat, Indomobil, Indocemen, Indoline, Indosiar, Indolife, Indomie, dan Indo-indo lainnya) ini berdiri pada tahun 1999 (tahun ajaran 2000-2001).

Baca Juga  Repotnya Guru di Masa Wabah

Pengakuan ini kemudian dipertegas dalam sesi seminar “Gereja dan Pendidikan” pada Konferensi Gereja dan Masyarakat VIII 2008 yang digelar pada tanggal 18 November 2008 di Cipayung (Bogor Jawa Barat), diprakarsai oleh Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), yang hasilnya antara lain mengharuskan Gereja menerapkan sistem pendidikan holistik di semua jenjang kependidikannya.

Di samping tetangga, lembaga lain yang ada di Indonesia yaitu Anand Ashram, Bapak Anand Krishna, yang didirikan pada tanggal 21 Februari 2002 di Bogor. Melalui  Institut Pendidikan Holistik (IPH),  Anand Ashram menerapkan metode pendidikan holistik dalam program-program/fakultas-fakultasnya. IPH memiliki sejumlah program/fakultas, yang telah berjalan sekarang ada dua. Pertama, Medona yang merupakan program Online di egroup Friends of Anand Krishna dan website Anand Ashram. Kedua, program untuk para guru/pendidik, Mengajar Tanpa Diajar Stress (MTDS) dalam bentuk website juga.

Gaya Muhammadiyah

Bagi Muhammadiyah, holistik hanyalah sebuah istilah yang mengiringi perkembangan dan dinamika pemikiran seputar kependidikan. Dari mana dan siapa yang memulai memakainya, lembaga apa dan punya siapa yang mengawali mengembangkannya, bagi Muhammadiyah tidak ada masalah dan tidak akan mempermasalahkan. Muhammadiyah sebagai lembaga dakwah inklusif, membuka lebar-lebar pintu kependidikan. Selama pemikiran dan perbuatan itu dapat secara maksimal dimanfaatkan untuk kepentingan mencerdaskan anak bangsa, maka Muhammadiyah selalu siap meniru dan ditiru, siap menyontoh dan memberi contoh, siap meneladani dan diteladani.

Kader Muhammadiyah dalam konteks pendidikan bersemboyan, “pelopor, pelangsung, dan penyempurna.” Sebagai pelopor, dapat dimaknakan menjadi subjek; menjadi pemikir, penggagas, pemrakarsa, inisiator, dan yang semakna. Sebagai pelangsung, dapat diterjemahkan kader Muhammadiyah bertugas sebagai pelanjut gagasan, penerjemah, dan pelaksana pemikiran pihak lain yang berbuah positif. Sebagai penyempurna, dapat diartikan siap melayani, menservis, memperbaiki, dan meningkatkan daya guna dan kualitas.

Baca Juga  Pendidikan Kolonial: Dulu dan Sekarang

Jadi memang, pendidikan Muhammadiyah membentuk manusia yang serba siap; siap dididik dan mendidik, siap dipimpin dan memimpin, siap disuruh dan menyusuh, siap melahirkan gagasan dan siap pula mengikuti gagasan positif.

Dalam hal holistik juga demikian. Jika pemikiran pendidikan holistik itu digagas dan atau dilahirkan oleh pihak lain, Muhammadiyah telah, sedang, dan akan terus menyiapkan diri menjadi pelangsung dan penyempurna pemikiran holistik, sehingga dapat ditemu-rumuskan penyelenggaraan pendidikan holistik gaya Muhammadiyah.

Editor: Arif

Avatar
13 posts

About author
Noor Chozin Agham, dosen UHAMKA dan UMT Indonesia, Penulis Buku : ISLAM BERKEMAJUAN gaya MUHAMMADIYAH - Telaah terhadap Akidah, Akhlak, Ibadah, dan Mu'amalah Duniawiyah - UHAMKA Press, 2015
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *