IBTimes.ID, Yogyakarta – Melanjutkan agenda pencerahan dan transformasi reformasi Islam dalam bingkai keindonesiaan pasca Buya Syafii menjadi tanggung jawab bersama mengingat orientasi cita-cita perjuangannya memperjuangkan kebebasan beragama dan mensosialisasikan watak dan ciri khas Islam Indonesia sebagai agama rahmatan li al-alamin, inklusif, dan toleran serta memiliki kesesuaian dengan demokrasi yang berpihak kepada keadilan, melakukan dialog dan kerjasama antaragama, antar budaya dan antar peradaban guna mewujudkan keadaban, perdamaian, saling pengertian, dan kerjasama yang konstruktif bagi kemanusiaan.
Dalam rangka mensyukuri dua dekade MAARIF Institute dan mengenang satu tahun wafatnya Buya Syafii, MAARIF Institute bekerjasama dengan SaRanG Buiding dan Anak Panah, menyelenggarakan rangkaian kegiatan yang bertajuk Wirid Kebangsaan, yang meliputi orasi kebudayaan, pameran lukisan, pameran foto, pameran koleksi beberapa barang pribadi Buya Syafii, dan diskusi buku. Acara yang berlangsung dari tanggal 27 – 29 Mei 2023, ini bertempat di ADA SaRanG (Kiniko Art Room), Kalipakis, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul, DI Yogyakarta.
Sejumlah narasumber dan komunitas budayawan nasional maupun daerah hadir dalam acara ini, antara lain: tokoh Kharismatik Nahdlatul Ulama KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), budayawan kawakan, Butet Kartaredjasa, dr. Oei Hong Djien, Agus Noor, Bambang Herras, Jumaldi Alfi, Putu Sutawijaya, dan Suwarno Wisetrotomo.
Abd. Rohim Ghazali, Direktur Eksekutif MAARIF institute, dalam sambutan pembukaan mengatakan bahwa acara ini digelar di samping untuk mengenang setahun wafatnya Buya Syafii, juga dalam rangka meramaikan dua dekade MAARIF Institute. Melanjutkan pemikiran Buya Syafii pasca wafatnya beliau, jelas Rohim, bukan hanya menjadi tanggungjawab MAARIF Institute tetapi juga menjadi tanggungjawab semua anak-anak bangsa.
“Kita semua menjadi pewaris, bukan hanya pemikiran-pemikiran Buya Syafii yang sangat brilian dan kritis dalam menyoroti masalah-masalah bangsa, tetapi kita juga mewarisi keteladanan dan kesederhanaan beliau di tengah kondisi bangsa yang sarat dengan persoalan korupsi, konflik horizontal, intoleransi, dan kekerasan-kekerasan lainnya”, terang Rohim. Karena itu, lanjutnya, kita bukan sekedar mengenag tapi juga bagaimana bisa melanjutkan pemikiran Buya Syafii.
Sementara, KH. Mustofa Bisri, yang akrab dipanggil Gus Mus, dalam kata sambutan dan pembuka menyampaikan, bahwa sosok Buya Syafii dalam pandangannya, memiliki sikap yang tidak banyak dimiliki oleh tokoh lain. “Orang mau bersikap sederhana itu mudah, bersikap jujur itu mudah, mempunyai tekat perjuangan untuk agama dan bangsa itu mudah, yang sulit adalah terus bersikap seperti itu. Sikap seperti inilah yang ada pada diri Buya Syafii. Buya adalah orang yang istiqamah di jalan itu,” ungkap Gus Mus.
Buya Syafii menurut Gus Mus juga merupakan pribadi yang tidak pernah punya rasa takut akan berbagi hal, baik itu rasa takut akan kesedihan, hingga hinaan. “Karena apa? Karena beliau adalah wali Allah, kekasih Allah”, terang Gus Mus.
Di akhir sambutan, Gus Mus berharap akan lahir tokoh-tokoh umat yang mempunyai pribadi layaknya pribadi Buya Syafii. Meskipun tidak sama sepenuhnya, karena bagi Gus Mus pribadi Buya hanya ada satu dan itu merupakan karuna besar dari Allah swt untuk bagsa Indonesia.
Budayawan kondang, Butet Kertarajasa dalam orasi budayanya melukiskan sosok Buya Syafii sebagai pemikir bangsa dan cendekiawan bersahaja. Menurutnya, nyala api perjuangan Buya Syafii perlu diteruskan oleh anak-anak Indonesia. Buya, lanjutnya, selama hidupnya memiliki kepedulian yang luar biasa, terhadap masa depan negara-bangsa ini. Cita-citanya tentang Islam berkemajuan, kemanusiaan, kebudayaan tak pernah padam hingga menjelang tutup usia.
Acara wirid kebangsaan ini, juga menyajikan pameran foto-foto dan koleksi barang Buya Syafii (memorabilia), yang menyiratkan jejak langkah dan titik kisar perjalanan Buya Syafii dari Sumpur Kudus, sebuah kampung di Minangkabau yang menyimpan peristiwa-peristiwa penting sejarah bangsa, sampai menjadi tokoh nasional yang dikenal dunia. Di samping pameran foto-foto dan barang-barang koleksi milik Buya, juga memamerkan sejumlah lukisan karya para budayawan, seperti Jumaldi Alfi dan Bambang Herras.
Selain orasi kebudayaan, pameran foto dan lukisan, MAARIF Institute juga meluncurkan dua buku obituari Buya Syafii, berjudul, “Nyala Abadi Suluh Bangsa” (Kompas, Mei 2023) dan “Guru Bangsa Penembus Batas” (IBtimes, Mei 2023). Penerbitan dua buku ini merupakan wujud usaha keras untuk merekam Riwayat intelektualisme Buya melalui kacamata orang lain.
Acara yang dihadiri tidak kurang dari 100 orang peserta ini diharapkan bisa menjadi energi baru dalam upaya mensosialisasikan gagasan dan cita-cita sosial Buya Syafii, baik di ranah keislaman, kebangsaan yang mengusung nilai-nilai keterbukaan, kesetaraan dan kebhinnekaan yang dapat diwariskan kepada anak-anak bangsawawasan tentang kebangsaan, kebhinekaan, dan dapat mendorong hubungan sosial yang harmonis dan bebas diskriminatif.
(Soleh)