Tafsir

Macam-Macam Nafsu dalam Al-Qur’an

3 Mins read

Macam-Macam Nafsu dalam Al-Qur’an: Berapa Jumlahnya?

Macam-Macam Nafsu dalam Al-Qur’an – Nafsu merupakan sebuah perasaan atau kekuatan emosional yang besar dalam diri seorang manusia. Nafsu juga termasuk kekuatan psikologis yang kuat dan dapat menyebabkan suatu hasrat dan keinginginan intens terhadap suatu objek atau situasi demi memenuh suatu emosi.

Ternyata, nafsu sendiri juga terdapat beberapa macam bentuk. Prof. Dr. M. Mutawalli Asy Sya’rawi dalam kitabnya Anta Tasal Wal Islaam Yujiib ditambah beberapa sumber lain, mengungkapkan bahwasannya nafsu sendiri terdiri dari 5 macam yang disebut di dalam Al-Qur’an. Macam-macam nafsu dalam Al-Qur’an tersebut antara lain:

Pertama, Nafsu Al-Ammarah bi al-Suu’

Nafsu ini suka menyuruh kepada keburukan dan kejahatan. Kata-kata itupun bermakna bahwa jiwa seseorang pada dasarnya memiliki sifat yang cenderung melakukan hal-hal buruk. Hal ini dijelaskan pada ayat QS. Yusuf: 53 yang berbunyi:

وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ

Artinya: “Dan aku tidak membebankan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku maha pengampun lagi maha penyayang”.

Nafsu ‘ammarah ini pun memiliki karakteristik tersendiri antara lain: bakhil, dengki, bodoh, sombong, marah, sangat cinta dunia, serta senang melakukan perbuatan jelek dan buruk. Untuk orang yang hendak menempuh jalan Allah, hendaknya menyadari akan buruknya nafsu ammarah yang ada pada dirinnya, dan mampu memerangi keinginan buruknya.

Kedua, Nafsu Lawwamah

Nafsu Lawwamah berartikan nafsu yang mengingatkan, menggugah, mengkoreksi, dan menyalahkan perbuatan buruk. Nafsu Lawwamah sendiri berasal dari kata laama-yaluumu yang secara bahasa berarti mencela.

Baca Juga  Ummah Wasath, Doktrin Keterpilihan Umat Islam

Laaim yang artinya orang yang mencela dan jika ia sudah mencela disebut lawwam. Disebut nafsu Lawwamah karena nafsu ini sering mencela orangnya, karena kesalahan, baik dosa besar maupun dosa kecil, meninggalkan perintah, baik yang wajib atau pun anjuran.

Dalam nafsu ini pun, manusia sangat wajar ketika merasa menyesal atas kesalahan apa yang ada pada dirinya dan cenderung mencelanya. Dalam Al-Qur’an ditegaskan pada QS. Al-Qiyamah:

وَلَآ اُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ

Artinya: Dan aku bersumpah demi jiwa yang selalu menyesali (dirinya sendiri)”

Di mana, dalam kata annafsul lawwamah yaitu suatu keadaan di mana jiwa menyesali keadaan diri karena merasa kurang melakukan kebaikan dan menyesali atas keburukan yang dilakukan.

Dalam artian lain, jiwa ini memiliki kesadaran akan hal itu. Karakteristik nafsu lawwamah ini pun di antarannya menyesal, mengikuti kesenangannya, menipu, menggunjing, riya’, aniaya, lupa, bohong, dan ujub.

Ketiga, Nafsu Muthmainnah

Nafsu ini merupakan nafsu yang tenang dan tentram. Menurut Ibnu Qayyim dalam kitab Ighatsat al-Lahfan min Masyayid al-Syaithan, apabila jiwa merasa tentram kepada Alla tenang dengan mengingatnya dan berdoa kepadannya juga rindu bertemu dengannya, maka ia memiliki jiwa yang dalam keadaan Muthmainnah. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Fajr ayat 27

يَٰٓأَيَّتُهَا ٱلنَّفْسُ ٱلْمُطْمَئِنَّةُ

Artinya: Hai jiwa yang tenang”. Yang mana itu dikaitkan dengan jiwa orang yang beriman, karena keimanan, maka seseorang akan yakin dan mengesakan Allah tanpa sedikit keraguan. Dan karakteristik nafsu Muthmainnah ini di antarannya memberi, tawakkal, ibadah, bersyukur, ridho, dan takut kepada Allah.

Keempat, Nafsu Rhodiyah.

Nafsu Rhodiyah ini termasuk nafsu yang selalu ridho dan puas. Karakter nafsu ini di antaranya zikir (selalu ingat kepada Allah), ikhlas, wafa’ (menepati janji), waro’ (menjaga diri dari perkara syubhat terlebih agi yang haram), zuhud (meninggalkan kesenangan dunia dan merasa cukup dengan yang halal walaupun sedikit), karomah (kemuliyaan), dan merasa rindu kepada Allah.

Baca Juga  Dakwah Nabi Nuh (2): Banjir Besar dan Tenggelamnya Anak-Istri Nabi Nuh

Dalam Al-Qur’an ditegaskan pada QS. Al-Fajr: 28

ارْجِعِيْٓ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً

Artinya: Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang rida dan diridai-Nya”

Kelima, Nafsu Mardhiyah

Yang terakhir, nafsu Mardhiyah, yaitu nafsu yang mendapat ridha dari Allah. Dimana didalamnya timbul rasa kasih sayang, perilaku baik, kemuliaan, keikhlasan, dan zikir. Serta mengajak kebaikan dan memaafkan.

Pada tingkatan ini, nafsu mampu mengenal Tuhannya. Karena orang yang memiliki nafsu Rhodiyah, meskipun telah merasa cinta kepada Tuhan, namun belum tentu mendapatkan sambutan dari Tuhan. 

Hal ini berbeda dengan orang yang mempunyai nafsu Mardhiyyah, secara timbal-balik, baik Tuhan maupun manusia sama-sama mencintai. Nafsu ini kebanyakan hanya dimiliki oleh khawasul khawash (orang khusus yang khusus). 

Ketika seseorang memiliki nafsu ini, terlihat dengan timbulnya perilaku baik, kasih sayangkemuliaan, keikhlasan, dan zikir kepada Tuhan, mengajak pada kebaikan, dan memaafkan kesalahan orang lain.

Pada tingkatan ini, nafsu akan mampu mengenal Tuhannya.  Dalam Al-Qur’an dijelaskan pada QS. Al-Fajr: 28:

ارْجِعِيْٓ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً

Artinya: Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puasa (Rhodiyah) dan diridhoi (Mardhiyah)”. Karakteristik nafsu Mardhiyah ini yaitu baik budi pekertinya, belas kasih kepada semua makhluk, meninggalkan perkara selain Allah, taqorrub (mendekatkan diri kepada Allah), berpikir tentang keagungan Allah, dan rida dengan pembagian Allah.

Jadi, itulah macam-macam nafsu dalam Al-Qur’an. Setiap jiwa pasti memiliki nafsu dan kecenderungan untuk berbuat sesuatu tapi bagaimana kita menahan itu lah yang terpenting agar tidak dituntut oleh keburukan nafsu tersebut.

Editor: Yahya FR

Soiffa Elsa Aprillia
1 posts

About author
Mahasiswa UIN SUNAN AMPEL SURABAYA
Articles
Related posts
Tafsir

Tafsir at-Tanwir: Relasi Antar Umat Beragama

4 Mins read
Relasi antar umat beragama merupakan diskursus yang selalu menarik untuk dikaji. Khususnya di negara kita, hubungan antar umat beragama mengalami pasang surut….
Tafsir

Puasa itu Alamiah bagi Manusia: Menilik Kembali Kata Kutiba pada Surah Al-Baqarah 183

3 Mins read
Salah satu ayat yang amat ikonik tatkala Ramadhan tiba adalah Surah Al-Baqarah ayat 183. Kendati pernyataan itu terbilang asumtif, sebab saya pribadi…
Tafsir

Surah Al-Alaq Ayat 1-5: Perintah Tuhan untuk Membaca

2 Mins read
Dewasa ini, masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, tampaknya memiliki minat baca yang sangat rendah. Tidak mengherankan jika banyak orang terpengaruh oleh banyak…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *