Perspektif

Mahmud Syaltut: Islam Memelihara Umat Manusia Lewat Keadilan

3 Mins read

Sebagaimana yang kita ketahui Mahmud Syaltut adalah seorang ahli fiqih yang sangat luas pandangannya. Berkat pemikiran dan ilmu bisa mengantarkannya mampu mengemukakan hukum-hukum yang sesuai dengan kebutuhan manusia dan kehendak zaman. Saking alimnya, tak jarang ia dianggap sebagai pembawa cahaya baru (al-nur al-jadid) dalam khazanah-khazanah keislaman.

Pemikiran-pemikirannya banyak ia tuangkan di surat-surat kabar, majalah-majalah. Ceramah-ceramahnya acap kali berseliweran radio-radio dan lainnya. Sebagai seorang ahli fiqih, mufassir, dan sosiolog, Syaltut banyak berbicara tentang masalah kenegaraan, terutama tentang dasar-dasar negara Islam yang ditemukan dalam bukunya al-Islam Aqidah wa Syariah.

Mahmud Syaltut selain terkenal penulis yang produktif, ia juga seorang pemikir Islam yang netral. Dalam hal ini, ia tidak memihak kepada salah satu organisasi, baik yang dipimpin Nasser dan maupun al-Ikhwan.

Memang tidak pernah ditemukan secara jelas ungkapan Syaltut tentang pembentukan negara Islam. Karena ia tidak ingin bermusuhan dengan Nasser yang waktu itu menduduki jabatan Presiden. Alih-alih tidak masuk ke dunia politik, justru ia hanya menumpahkan perhatiannya pada bidang-bidang keilmuan dan kemasyarakatan.

Atas dasar itu, tak heran jika Jalaluddin Rakhmat mengakui bahwa Syaltut adalah tokoh besar Islam yang sangat prihatin dengan perpecahan umat Islam. Sebagian besar masa hidupnya dibaktikan untuk mendekatkan berbagai mazhab. Di samping itu, Syaltut juga memimpin jamaah al-Taqrib Bayna al-Madzahib al-Islamiyah dan menerbitkan Majalah Risalah al-Islam, serta menyusun tafsir yang dimuat secara bersambung dalam majalah itu.

Keadilan Menurut Mahmud Syaltut

Hakikatnya, Islam tidak menginginkan suatu keadaan yang dapat menjerumuskan manusia kepada kesengsaraan, kekacauan dan fitnah di kalangan masyarakat. Bahkan Islam melarang perampasan hak oleh si kuat terhadap si lemah. Karena hal ini sangat bertentangan dengan sunnatullah, dan akan memutuskan hubungan antara yang satu dengan yang lain. Akibatnya, akan timbul rasa dengki, iri hati, dendam, kebencian dan permusuhan dalam masyarakat.

Baca Juga  Mengapa Manusia Beragama?

Menurut Mahmud Syaltut, yang pertama kali ditetapkan Islam untuk memelihara umat manusia adalah keadilan. Al-Qur’an sangat memperhatikan keadilan, bahkan sejak periode Makkah. Keadilan penting dilaksanakan, sekalipun terhadap musuh. Syaltut kemudian mengutip ayat al-Qur’an:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡا كُوۡنُوۡا قَوَّا امِيۡنَ لِلّٰهِ شُهَدَآءَ بِالۡقِسۡطِ‌ ۖ وَلَا يَجۡرِمَنَّكُمۡ شَنَاٰنُ قَوۡمٍ عَلٰٓى اَ لَّا تَعۡدِلُوۡا‌ ؕ اِعۡدِلُوۡا هُوَ اَقۡرَبُ لِلتَّقۡوٰى‌ وَاتَّقُوا اللّٰهَ‌ ؕ اِنَّ اللّٰهَ خَبِيۡرٌۢ بِمَا تَعۡمَلُوۡنَ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu sebagai penegak keadilan karena Allah, (ketika) menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah. Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 8).

وَلَا تَكُوۡنُوۡا كَالَّتِىۡ نَقَضَتۡ غَزۡلَهَا مِنۡۢ بَعۡدِ قُوَّةٍ اَنۡكَاثًا ؕ تَتَّخِذُوۡنَ اَيۡمَانَكُمۡ دَخَلًاۢ بَيۡنَكُمۡ اَنۡ تَكُوۡنَ اُمَّةٌ هِىَ اَرۡبٰى مِنۡ اُمَّةٍ‌ ؕ اِنَّمَا يَبۡلُوۡكُمُ اللّٰهُ بِهٖ ‌ؕ وَلَيُبَيِّنَنَّ لَـكُمۡ يَوۡمَ الۡقِيٰمَةِ مَا كُنۡـتُمۡ فِيۡهِ تَخۡتَلِفُوۡنَ

Artinya: “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali. Kamu menjadikan sumpah (perjanjian)mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Allah hanya menguji kamu dengan hal itu, dan pasti pada hari Kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.” (QS. Al-Nahl [16]: 92).

Keadilan dan Kaitannya dengan Tauhid

Tak hanya itu, Syaltut juga menegaskan bahwa penegakan keadilan erat kaitannya dengan tauhid. Agama-agama samawi memerangi agama politeisme bukan karena politeismenya semata, melainkan karena perbuatan syirik itu mengandung bibit-bibit kezaliman dan kedurhakaan yang dapat memalingkan manusia dari sifat keadilan.

Baca Juga  Profil KH. Miftachul Akhyar dan Struktur Lengkap MUI 2020-2025

Bahwa, keadilan adalah pedang taruhan di hadapan si kuat sampai si lemah dapat mengambil haknya, dan di hadapan orang-orang teraniya supaya mereka kembali kepada kesadaran dan keinsafan.

Nabi sendiri dalam sebuah haditsnya yang terkenal pernah menyatakan bahwa kalau Fatimah anaknya sendiri yang mencuri, beliau pasti akan tetap menegakkan hukum atasnya. Demikian juga alam kasus lain, Nabi Saw pernah menghadapi perkara antara seorang munafik bernama Thumah dan seorang Yahudi. Thumah mencuri baju besi milik tetangganya dan menyembunyikannya di rumah seorang Yahudi. Thumah berkelit dan menuduh Yahudi tersebutlah yang mencuri baju besi tersebut.

Bahkan, keluarga Thumah bersama-sama pergi kepada Rasulullah Saw dan menjalankan sentimen anti-Yahudi. Mereka bersumpah bahwa Thumah tidak bersalah dan tidak berdosa, sedang yang mencuri baju itu orang Yahudi itu. Mereka meminta supaya dipertahankan sebagai umat Islam. Berkali-kali mereka mengajukannya kepada Nabi. Karena itu, hampir saja Nabi terpedaya dengan tipuan mereka, tetapi segera turun ayat untuk membuktikan kebohongan Thumah dan keluarganya serta melindungi Yahudi tersebut. Dalam al-Qur’an dikatakan:

اِنَّاۤ اَنۡزَلۡنَاۤ اِلَيۡكَ الۡكِتٰبَ بِالۡحَـقِّ لِتَحۡكُمَ بَيۡنَ النَّاسِ بِمَاۤ اَرٰٮكَ اللّٰهُ‌ ؕ وَلَا تَكُنۡ لِّـلۡخَآٮِٕنِيۡنَ خَصِيۡمًا

Artinya: “Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan janganlah engkau menjadi penentang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang yang berkhianat.” (QS. Al-Nisa’ [4]: 105).

Ayat di atas menegaskan bahwa Islam tidak mengenal timbang rasa dan pilih kasih dalam hukum dan keadilan; baik kulit putih maupun kulit hitam, baik yang lemah maupun yang kuat, muslim maupun non muslim, pembesar negara maupun rakyat jelata. Semuanya sama di hadapan Allah Swt. Tidak ada keistimewaan bagi seseorang di depan hukum.

Baca Juga  Apakah Gempa Bumi Murni Kehendak Allah?

Agama dan Negara Tidak Bisa Dipisahkan

Dengan kata lain, Islam sangat memperhatikan persoalan kemasyarakatan. Islam tidak terbatas hanya pada persoalan tentang hubungan manusia dengan Tuhan saja, karenanya agama dan negara sejalan dan tidak dapat terpisahkan.

Lebih jauh lagi Syaltut mengatakan, tidak bisa dipisahkan agama dengan negara di dalam Islam, sebagaimana tidak dapat dipisahkan ruh dari tubuh manusia sementara ia harus tetap hidup. Ungkapan seperti itu jelas terlihat bahwa Syaltut mendasarkan pemikirannya tentang hubungan negara dengan Islam sebagai hubungan roh dengan tubuh.

Hubungan negara dan agama adalah aktif dan positif dan bila keduanya dipisahkan akan mengalami kelemahan, kejumudan dan kevakuman. Dengan kata lain, negara tidak dapat dipisahkan dari agama. Kedatangan Islam untuk umat manusia adalah mempertegas posisinya terhadap negara.

Dalam pandangan Islam apabila dipisahkan negara dari agama, justru bertentangan dengan sifat yang sebenarnya, sebab bila dilihat kembali sejarah kegemilangan Islam, zaman keemasan, kekuatan dan kebesaran yaitu pada zaman di mana negara berpegang teguh pada prinsip-prinsip syariat Islam. Wallahu a’lam bisshawab.

Editor: Soleh

Salman Akif Faylasuf
59 posts

About author
Santri/Mahasiswa Fakultas Hukum Islam, Universitas Nurul Jadid Paiton Probolinggo
Articles
Related posts
Perspektif

Nasib Antar Generasi di Indonesia di Bawah Rezim Ekstraktif

4 Mins read
Indonesia, sebagai salah satu negara dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, telah lama bergantung pada sektor ekstraktif sebagai pilar utama perekonomian….
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds