IBTimes.ID – Wakil Ketua Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Dr. H. Sopa, M. Ag. menyebut bahwa pelaku LGBT tidak boleh dibenci.
“Kita tidak boleh melakukan tindakan kekerasan seperti menghujat, memukul, dan mengucilkan pelaku LGBT. Yang kita benci adalah perilakunya, bukan orangnya,” ujarnya dalam Pengajian Tarjih, Rabu (18/5/2022).
Berdasarkan lembaga survei Gallup, sekitar 5,6% atau 18 juta orang dewasa Amerika Serikat (AS) mengidentifikasi diri sebagai bagian dari komunitas LGBT.
Dilansir dari laman resmi PP Muhammadiyah, jumlah gay di Indoneia ada ratusan ribu orang. Bahkan ada yang memperkirakan 3% dari penduduk Indonesia adalah kaum LGBT. Data itu diperoleh dari rilis Kementerian Kesehatan di tahun 2006. Jumlah gay saat itu 760 ribuan orang. Sementara waria pada kisaran 28 ribu.
“Data ini belum pasti, namun sebagai bahan mentah, yang jelas jumlah golongan LGBT ini begitu banyak di Indonesia,” imbuh Sopa.
Mengutip penelitian Wimpie Pangkahila, Sopa menyebut beberapa faktor penyebab seseorang menjadi LGBT, di antaranya: 1) faktor fisik atau biologis; 2) faktor psikodinamika; 3) faktor sosiokultural; dan 4) faktor lingkungan.
Faktor psikodinamika, imbuhnya, adalah gangguan psikoseks yang dialami seorang homoseks yang terjadi pada masa anak-anak. Misalnya, pernah mengalami perundungan seksual yang melibatkan orang dewasa yang pada gilirannya menjerumuskan pelaku pada perilaku homoseks. Faktor sosiokultural biasanya muncul pada adat istiadat lokal yang telah berlaku lama dan harus dilaksanakan seperti tradisi gemblak di Ponorogo, Jawa Timur.
Menurutnya, dampak dari perilaku LGBT meliputi kanker anal atau dubur, kanker mulut, meningitis, dan HIV/AIDS. Selain berdampak pada kesehatan, LGBT juga mempengaruhi pendidikan seseorang. Sebab faktanya, seorang LGBT memiliki permasalahan putus sekolah 5 kali lebih besar dibandingkan dengan siswi atau siswa normal. Selain itu, LGBT memicu terjadinya pelecehan seksual terjadi di mana-mana. Bahkan, banyak kasus yang mana pelecehan tersebut terjadi pada anak-anak.
Karenanya begitu banyaknya kemudaratan, dalam Fatwa Tarjih yang termaktub dalam buku Tanya Jawab Agama jilid IV disebutkan bahwa homoseks, hukumnya haram. Demikian pula dengan lesbian. Homo dalam Al-Qur’an disebut liwaath.
Sedang lesbi dalam kitab fikih disebut sihaaq. Zina dilarang antara lain tersebut pada QS. Isra’ ayat 32. Dalam ayat itu zina dinyatakan perbuatan keji (fakhisyah). Demikian pula liwaath (homoseks) yang dilakukan oleh kaum Nabi Luth juga dikategorikan dalam perbuatan yang keji (faakhisyah).
Dalam QS. Al Araaf ayat 80 dan 81, Allah Swt berfirman: “Dan (kami telah mengutus) Luth ketika ia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fakhisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelumnya. Sesungguhnya engkau mendatangi laki-laki untuk melepaskan nafsumu bukan kepada wanita. Sungguh kamu ini kaum yang melampaui batas.” Ayat senada disebutkan pula dalam QS. An-Naml ayat 54 dan 55 ayat selanjutnya menerangkan bahwa Allah menyiksa kaum Luth atas perbuatan mereka itu.
Mengenai lesbian, selain dikiaskan ayat di atas, juga didasarkan Hadis riwayat Abu Ya’la yang dinyatakan perawi-perawinya kuat berbunyi: “Melakukan sihaaq bagi wanita di antara mereka termasuk perbuatan zina.” Riwayat Ath-Thabrany dengan lafadh yang sedikit berbeda: “Perbuatan sihaaq (lesbi) antara wanita (hukumnya) zina di antara mereka.”
“Hampir semua ulama sepakat bahwa perilaku LGBT adalah perilaku yang diharamkan. Meski begitu, kita tidak berhak untuk menghujat atau memukul karena yang kita benci itu perilakunya bukan orangnya,” tegas Sopa.
Reporter: Yusuf