Rantai pasokan halal atau halal supply chain saat ini sedang dilanda ujian. Seiring dengan belum meredanya wabah pandemi COVID-19 menjelang lebaran yang tentunya berimbas pada permintaan produk halal juga mengalami lonjakan signifikan. Apalagi, produk halal tidak hanya diminati oleh umat muslim saja. Namun, non-muslim juga terbilang cukup tinggi dalam menggunakan produk halal. Pasalnya, konsep halal tak hanya mencakup syariah saja, akan tetapi juga menyasar ke muamalah bahkan bertahap menjadi pilihan gaya hidup (life style).
Sektor industri halal yang berkembang saat ini di antaranya mencangkup; makanan dan minuman, keuangan, pakaian, kosmetik, media, hiburan, kesehatan, pendidikan, dan farmasi. Kemudian kalau kita tengok secara keseluruhan pengeluaran global konsumen muslim diprediksi akan mencapai $ 3,7 triliun lebih di tahun ini pada sektor makanan dan gaya hidup halal (Nirwanda, 2015). Dan tentunya di hari lebaran ini permintaan produk halal khususnya makanan mengalami lonjakan.
Indonesia yang dikenal sebagai negara muslim terbesar di dunia, dengan populasi penduduk muslim menurut Global Religious Futures (2010) jumlah penduduk Indonesia yang beragama Islam mencapai 87,17% atau setara 209,12 juta jiwa dari total penduduk mencapai 239,89 juta jiwa. Hal ini tentu membuat kebutuhan akan produk halal cukup tinggi mengingat populasi yang setiap tahun mengalami peningkatan. Kemudian laporan State of the Global Islamic Economy (2014-2015) di mana pengeluaran terbesar untuk halal life style umat muslim Indonesia sektor makanan (14,7%) atau setara $ 190,4 Miliar. Ini menunjukkan bahwa potensi pasar Indonesia untuk industri makanan halal sangat tinggi.
Namun, sejauh ini berbagai peluang tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini karena kawasan industri halal masih menjadi samar penuh tanda tanya. Bahkan, sebagaimana laporan State of the Global Islamic Economic (2016-2018) Indonesia masih menempati urutan kesepuluh untuk kategori produsen makanan halal di dunia. Sedangkan malah justru menduduki peringkat pertama untuk konsumsi makanan halal.
***
Secara sederhana rantai pasokan halal atau halal supply chain didefinisikan sebagai rantai pasok produksi dengan sertifikasi halal dari bahan baku hingga produk yang siap dikonsumsi. Demikian juga tidak adanya kecacatan dalam prosesnya. Adapun prinsip utama halal supply chain yaitu memastikan pemisahan antara produk halal dan non-halal. Dari seluruh halal supply chain, pihak penyedia jasa layanan logistik berperan penting memastikan bahwa bahan mentah, bahan baku, pengemasan, penyimpanan, dan transportasi produk halal dilakukan secara benar serta tidak terkontaminasi produk non-halal (Soon, dkk., 2017).
Manajemen halal supply chain mengatur mulai dari penyedian bahan baku produksi, proses pengolahan, marketing, promosi, hingga produk siap konsumsi harus sesuai dengan standar halal. Secara umum ada empat aktivitas utama dalam halal supply chain, yaitu pertama, pengadaan (halal procurement). Dalam hal ini pengadaan produk halal terdiri dari keterlibatan dalam kegiatan yang berfokus untuk menjaga integritas halal sepanjang rantai pasokan. Penilaian bahan baku halal tidak hanya dari produknya yang halal, melainkan sumber dan sistem pembayarannya juga.
Kedua, pengolahan (halal manufacturing). Proses pengolahan halal yaitu proses transformasi bahan baku menjadi produk dengan prosedur sesuai dengan standard halal. Proses pengolahan menjadi fase yang memiliki tingkat risiko penyebab ketidakhalalan tinggi. Sebabnya perlu adanya penerapan sistem syariah internal perusahaan.
Ketiga, distribusi (halal distribution). Distribusi halal meliputi pengemasan dan wadah produk halal. Karaktersitik utama dalam pengemasan produk yang halal yaitu bahan pengemasan harus halal dan baik. Salah satu permasalahan yang diangkat dalam kemasan halal adalah sertifikasi pada kemasan tersebut (Thalib, 2012).
Keempat, rantai pasokan (halal logistic). Dalam hal ini logistik mencakup pengorganisasian, perlindungan, dan identifikasi produk bahan sebelum sampai kepada konsumen (Omar et al., 2012). Itu artinya, status halal tidak hanya mempertimbangkan zat produknya saja, melainkan proses distribusi dan marketing juga termasuk dalam rantai pasok produk halal.
***
Implementasi halal supply chain tentunya membutuhkan dukungan dari pemerintah. Apalagi, di masa pandemi ini, yang mana jalur distribusi barang mendapat pengawasan ketat, agar penyebaran COVID-19 segera diredam. Dukungan pemerintah bisa dengan pengawasan; pelatihan terhadap sumber daya manusia; mempromosikan layanan halal supply chain; mempercepat pertumbuhan industri halal dengan mengembangkan infrastruktur logistik; dan pengembangan halal supply chain melalui kebijakan dan regulasi yang diputuskan.
Selain dukungan pemerintah, halal supply chain juga harus ditunjang dengan manajemen perencanaan transportasi, manajemen teknologi informasi, manajemen sumber daya manusia; hubungan kolaboratif, sertifikasi halal, dan ketelusuran informasi halal. Dengan itu semua, harapannya halal supply chain dapat dipasok secara optimal meski di tengah-tengah pusaran wabah COVID-19, apalagi di masa-masa lebaran seperti sekarang ini, semoga.