Tajdida

Manhaj Muhammadiyah di Antara 73 Golongan

4 Mins read
Oleh: Makmun Pitoyo*

Tulisan saya ini tidak dimaksudkan untuk sebuah perdebatan tentang 73 golongan umat Islam, tetapi sekadar menyuguhkan wawasan yang barangkali bermanfaat untuk kita. Tentu masih banyak wawasan lain dari para ahli yang saya yakin lebih luas dan dalam.

Manhaj Muhammadiyah

Manhaj sebagaimana kita ketahui adalah sebuah jalan yang ditempuh dalam beragama. Jalan yang ditempuh ini harus sesuai dengan jalannya Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam dan para sahabatnya, serta orang-orang yang mengikuti mereka dari kalangan tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Karena Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam pernah bersabda; “Sebaik-baik di antara kalian (hadits lain menyebut manusia) adalah generasiku ini (para sahabat), kemudian generasi setelahnya, kemudian setelahnya”. (HR. Imam Ahmad).

Hadits yang hampir sama juga tersebut dalam riwayat Imam Bukhori dan Muslim. Mereka itulah orang-orang yang masuk dalam kategori orang-orang yang mendapatkan ridla dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagaimana berita surat At-Taubah ayat 100 dan Al-Bayinah ayat 8.

Muhammadiyah, sebagaimana pernah saya tulis, dalam manhaj tarjihnya mengikuti jalan yang ditempuh mereka. Di antara indikasi jalan yang ditempuh itu tersebut dalam HPT, yaitu; Muhammadiyah menyatakan bahwa dasar mutlak untuk berhukum dalam Islam adalah Al-Qur’anul karim dan Haditsus Syarif.

Muhammadiyah mengajak warganya untuk mengimani Allah Rabbul Alamin (Rububiyah), yang hanya Dia yang memiliki hak untuk disembah (Uluhiyah), yang memiliki sifat dan Dia esa dalam uluhiyah, sifat dan perbuatan-Nya. Muhammadiyah berpandangan bahwa Al-Qur’an adalah Kalamullah.

Muhammadiyah berpandangan bahwa Allah telah menentukan segala sesuatu sebelum Dia menciptakan segala kejadian dan mengatur segala yang ada dengan pengetahuan, ketentuan, kebijaksanaan, dan kehendak-Nya. Adapun segala yang dilakukan manusia itu semuanya atas Qadha dan Qadar-Nya, sedang manusia sendiri hanya berikhtiar. Disamping itu selama ini Muhammadiyah tidak pernah mengkafirkan sesama muslim yang lain.

Baca Juga  Musik Islami: Aliran dan Perkembangannya di Indonesia

73 Golongan Umat Islam

Kalau kita melihat dengan seksama jalan yang ditempuh itu, maka sangat jelas bahwa itu adalah jalannya Ahlul Haqqi Was Sunnah. Jalannya orang-orang yang selamat sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Nabi tentang Firqotun Najiyah. Bukan jalannya Mu’tazilah (yang meyakini al-Quran sebagai mahluk Allah dan bukan kalamullah). Bukan Jabbariyah (yang meyakini bahwa manusia tidak punya usaha hanya seperti wayang yang semuanya digerakkan oleh sang dalang)

Bukan pula Qodariyah (yang meyakini bahwa perbuatan manusia mutlak kehendak manusia tidak ada campurtangan Allah), Murji’ah (yang meyakini bahwa perbuatan dosa orang beriman tidak mempengaruhi keimannya dia tetap beriman), juga bukan jalannya kaum Khawarij (yang meyakini bahwa dosa besar orang beriman telah menjadikannya kafir), maupun jalannya Syi’ah (yang suka mencela banyak sahabat nabi, dan lain-lain yang sepadan).

Siapapun orangnya sampai dengan hari ini dan yang akan datang yang menapaki jalan yang ditempuh seperti di atas, maka dia termasuk dalam jamaah meskipun sendirian. Sebagaimana hadits menyebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda: “Ketahuilah sesungguhnya umat sebelum kalian dari Ahli Kitab berpecah belah menjadi 72 golongan, dan umatku ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan. 72 golongan di neraka, dan 1 golongan di surga. Merekalah al-Jama’ah” (HR. Abu Daud 4597).

Secara bahasa, jamaah berasal dari bahasa Arab yang berarti kumpulan orang. Akar katanya adalah jama’a-yajma’u-jam’an (mengumpulkan). Jadi orang-orang yang berkumpul itu namanya jama’ah. Tetapi jika kita melihat dari sudut pandang istilah, maka jama’ah punya makna lebih dari sekedar berkumpul. Yaitu mereka berkumpul untuk suatu tujuan bersama dan (bisa jadi) saling mengikat satu sama lain. 1 dari 73 golongan-lah yang memiliki karakter ini.

Baca Juga  Lima Jurus Jitu Kembangkan Sekolah Muhammadiyah Berbasis Sekolah Ramah Anak

Jamaah Salat dan Ikatan Rumah Tangga

Seperti jamaah salat maghrib, maka mereka berkumpul untuk suatu tujuan bersama. Mereka melaksanakan shalat maghrib, sehingga ada imam yang memimpin, ada pula makmum yang dipimpin. Tak ketinggalan syari’at yang mengatur mereka dari adzan hingga iqomah dan pelaksanaan shalatnya sehingga terbentuklah suatu jama’ah shalat maghrib.

Demikian pula ikatan rumah tangga yang awalnya terdiri dari dua orang suami-istri, kemudian bertambah karena lahirnya anak. Mereka mengikat dalam suatu kebersamaan sebagai konskwensi akad nikah, menentukan arah hidup dan tugas masing-masing. Ini juga disebut jamaah.

Yayasan juga demikian. Jelas dalam sebuah yayasan, ada beberapa orang yang berkumpul mempunyai tujuan bersama dan mengikat satu sama lain dalam suatu bentuk anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Demikian juga club-club, kelompok komunitas, dan lain-lain yang semacam. Jamaah-jamaah seperti ini dalam istilah lain disebut pula dengan jam’iyah atau perserikatan, yang dalam bahasa modern disebut dengan organisasi.

Jamaah atau organisasi sebagaimana saya sebutkan tadi, dalam kehidupan kita sehari-hari rasanya sulit dihindari karena sudah menjadi naluri manusia untuk berkumpul. Persoalannya adalah apakah organisasi semacam itu memberikan manfaat bagi Islam dan kaum muslimin atau malah mencerai-beraikan mereka dari persatuan? Ini saya rasa yang menjadi salah satu pokok persoalan umat.

Jika organisasi-organisasi atau jama’ah yang ada memang membuat bangga diri bagi anggotanya sehingga merendahkan dan cenderung menyalahkan yang lain, maka inilah barangkali yang disindir oleh Alquran surat al-Mu’minun ayat 53 atau ar-Rum ayat 32. Karena itu pantas kiranya jika organisasi memunculkan mafsadat berupa perpecahan umat dalam beberapa kelompok. Tentu yang demikian ini terlarang karena yang diperintahkan adalah bersatu.

Baca Juga  Sang Surya dan Sosok Djarnawi Hadikusuma

Tetapi jika organisasi atau jamaah justru menumbuhkan semangat keteraturan dalam beragama, berinteraksi sosial, berdakwah menyampaikan kebenaran, juga menumbuhkan tasamuh dan ta’awun dalam berbagai macam kebaikan dan ketakwaan, maka organisasi-organisasi itu justru memberi manfaat bagi terlaksananya firman Allah dalam al-Qur’an surat Ali Imran ayat 104 dan ayat-ayat lain yang senada.

1 dari 73 golongan jamaah yang dimaksudkan dalam hadits tadi, bukanlah kumpulan sembarang orang yang (ingin) berbuat mafsadat. Tetapi kumpulan orang yang cara beragamanya (manhajnya) sama dengan Nabi dan para sahabatnya, atau yang disebutkan sebagai “Maa ana ‘alaihi wa ashabi”.

***

Mereka itulah yang berada dalam kebenaran dan memberi manfaat besar bagi terbentuknya suatu masyarakat yang ideal dengan menenteramkan jiwa dan pikiran, serta membawa kebahagiaan dunia akhirat.

Jika seseorang telah berada pada bagian dari jamaah ini, maka ia sudah benar insyaAllah, dan rasanya Muhammadiyah merupakan bagian dari padanya. Wallahu A’lam Bis Shawab.

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds