IBTimes.ID – Harvard University melakukan penelitian terhadap 670 pria selama delapan tahun. Penelitian tersebut berupa mengungkap relasi antara kemarahan dengan kesehatan seseorang. Hasilnya, seorang pria yang sering marah memiliki kapasitas paru-paru yang memburuk secara signifikan sehingga meningkatkan resiko pernapasan.
Marah juga menyebabkan peradangan di saluran udara, menyebabkan depresi, meningkatkan resiko penyakit jantung. Dalam dua jam setelah kemarahan seseorang meledak, orang tersebut memiliki resiko untuk terkena serangan jantung, nyeri dada, dan resiko irama jantung.
Marah juga dapat meningkatkan resiko stroke. Kondisi tersebut terjadi akibat bekuan darah ke otak atau pendarahan di dalam otak naik lebih tinggi setelah amarah meledak.
Menurut Habib Ja’far Al-Hadar, sebagaimana sabda Nabi, orang yang menahan marah akan mendapatkan surga. Dan surga yang dimaksud adalah surga dunia dan akhirat.
Ketika Nabi meminta umatnya untuk tidak marah, imbuh Habib, Nabi SAW sebenarnya ingin mengatakan agar umatnya menyayangi dirinya sendiri. Karena ketika seseorang marah, maka sejatinya orang tersebut tidak menyayangi dirinya sendiri.
“Bukankah marah itu tentang dirimu sendiri? Kamu tidak bisa mengontrol apa yang terjadi di luar dirimu. Tapi kamu sepenuhnya bisa mengontrol apa yang akan kamu pilih sebagai kedaulatan dirimu,” ujar Habib Ja’far.
Menurut Habib, banyak hal yang bisa memicu kemarahan seseorang. Namun, apakah orang tersebut pada akhirnya marah atau tidak, itu sepenuhnya tergantung pada orang tersebut, bukan orang lain.
“Kalau kita tidak mau marah, walaupun dipicu dengan berbagai hal, ya kita tidak akan marah,” imbuhnya.
Nabi Muhammad dalam sebuah hadis menyebut bahwa jika seseorang terpicu untuk marah, maka orang tersebut harus diam sejenak. Diam sejenak untuk menarik nafas, berdzikir, atau melakukan hal-hal positif. Hal tersebut dikarenakan oleh kenyataan bahwa sumber utama kemarahan adalah ketergesa-gesaan. Ketergesa-gesaan merupakan salah satu pemicu kemarahan.
Maka, ketika akan marah, seseorang harus diam dulu. Tidak boleh tergesa-gesa. Ketergesa-gesaan merupakan hal yang tidak penting, tidak bermanfaat, dan justru dapat memperburuk keadaan.
Dalam riwayat lain, Nabi SAW menyebut bahwa jika ada seseorang yang akan marah dalam keadaan berdiri, maka ia harus duduk. Kalau sedang dalam keadaan duduk, maka ia harus berbaring.
“Biasanya, orang kalau marah waktu duduk, dia berdiri. Maka lakukanlah sebaliknya untuk mengendalikan rasa marah,” imbuhnya.
Kemarahan, imbuh Habib, adalah sejenis kegilaan yang membuat kita mematok harga tinggi untuk sesuatu yang sebenarnya tidak terlalu berharga. Misalnya, ada orang yang marah karena antriannya disela atau mobilnya disrempet. Padahal, marah membuat seseorang tidak bahagia di dunia dan tidak selamat di akhirat.
“Mengapa kita menghargai mahal sesuatu yang bahkan bukan murah, tapi tidak berharga? Ngapain kita marah untuk hal-hal yang tidak penting?” ujar Habib.
Menurut Habib, tidak ada yang lebih penting dari kebahagiaan di dunia dan keselamatan di akhirat yang mata uangnya adalah ketidakmarahan.
Orang yang marah adalah genangan air di jalan setelah hujan, yang ketika dilempar batu akan berunyi kencang dan keruh. Sebaliknya, seseorang yang matang secara spiritual, emosional, dan rasional adalah seperti samudra yang begitu luas dan dalam. Jangankan satu buah kerikil, berpuluh-puluh batu besar yang dilempar ke samudra itu tidak akan menimbulkan bunyi yang kencang dan tidak akan menimbulkan kekeruhan.
Seseorang yang hati dan pikirannya seluas samudra tidak akan mudah terprovokasi. Tapi seseorang yang hati dan pikirannya seluas genangan air di jalan setelah hujan akan mudah terprovokasi untuk marah. Ketika seseorang telah marah, maka ia telah kalah oleh provokasi orang lain yang bisa jadi tujuannya memang membuat orang tersebut marah.
Reporter: Yusuf