Pembahasan tentang isu pinjaman online (pinjol) masih marak diperbincangkan, meskipun pihak OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sudah memberikan layanan aduan. Semenatara, sudah ada info update daftar pinjol legal dan illegal setiap bulan hingga satgas khusus untuk kejahatan keuangan di dunia cyber. Namun, drama dari pinjol masih mencuat dengan banyak varian dan ke beberapa lapisan masyarakat. Ini semua jadipersoalan penting yang butuh segera ditangani secara serius dan serempak.
Pinjol Merupakan Rainkarnasi Renternir
Fintech Peer to Peer (P2) Lending atau yang lebih dikenal dengan pinjaman online (pinjol) merupakan rainkarnasi dari wujud renternir tradisional yang dulunya dijalankan oleh “bank titil” (sebutan untuk para penagih pinjaman renternir) yang door to door setiap minggu sekali hingga setiap hari ke rumah-rumah warga maupun penjual di pasar.
Karena didorong oleh derasnya laju perkembangan teknologi informasi, para juragan renternir memanfaatkannya untuk menjalankan bisnis riba di tengah banyaknya permintaan karena gencatan ekonomi yang semakin sulit, ditambah dengan krisis selama pandemi.
Sehingga, menambah keriuhan penyambutan hadirnya pinjol ke masyarakat menjadi sebuah keniscayaan solusi bagi mereka.
Jika sebelumnya, pangsa pasar dari renternir tradisional adalah emak-emak di pasar hingga ibu-ibu rumah tangga paruh baya, maka penjaja pinjol hari ini didominasi para milenial yang dituntut gaya hidup tinggi oleh lingkungan.
Yakni, mereka yang memiliki ketrampilan menggunakan teknologi secara bagus, namun tak didukung dengan literasi keuangan yang baik. Sehingga, berdampak pada gagal bayar dan beujung pada teror bertubi-tubi dan ancaman psikis dan pencemaran nama baik ke rekan sejawat hingga depresi dan gantung diri.
Sialnya lagi, di tengah kericuhan ekonomi baik karena pandemi maupun faktor lain (minimnya trust antar Muslim) menyebabkan pinjol menjadi solusi cepat bagi masyarakat yang kepepet kebutuhan dan tidak ada opsi lain untuk menyelesaikan kebutuhan tersebut.
Bagaimana tidak, hanya sekali klik, KTP dan input data diri lain serta tanpa agunan, meskipun pada akhirnya bunga yang dipatok tinggi ditambah denda atas keterlambatan pembayaran. Namun, menjadi pilihan jitu bagi mereka saat itu.
Qard Sebagai Basis Hutang Piutang (Pinjaman) dalam Islam
Dalam Islam, salah satu tuntunan muamalah dalam hal pinjam-meminjam dana atau hutang disebut sebagai Dayn yang terikat dengan Qard yaitu hutang piutang dalam Bahasa Indonesia lebih dikenal dengan pinjaman.
Menjadi Qardul Hasan untuk skim utang-piutang dalam lembaga keuangan syariah. Secara Bahasa al-Qard berasal dari kata Qardan yang diambil dari kata Qarada–Yaqridu–Qardan yang artinya memotong, memakan, dan menggigit. Dikatakan demikian karena harta tersebut benar-benar dipotong supaya harta tersebut diberikan kepada penghutang/peminjam.
Secara terminologi, Qard merupakan akad antara dua pihak. Pihak pertama memberikan uang atau barang kepada pihak kedua untuk dimanfaatkan dengan ketentuan harus dikembalikan sama persis sesuai yang diterima oleh pihak kedua.
Adapun landasan hukum Qard di antaranya;
Pertama, QS. Al-Baqarah ayat 245
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”
***
Kedua, QS. Al-Baqarah ayat 280
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”.
Ketiga, Hadis dari Abu Umamah ra mengatakan bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Ada orang yang masuk surga melihat tulisan pada pintunya: ‘Pahala bersedekah adalah sepuluh kali lipat, sedangkan (pahala) memberi pinjaman adalah delapan belas kali lipat.” Dalam riwayat lain disebutkan bahwa orang tersebut adalah Rasulullah SAW sendiri. (HR. Thabrani dan Baihaqi).
Dari ketiga landasan tersebut, menunjukkan kaidah dan ketentuan dalam melaksanakan hutang piutang dalam Islam. Tidak tanggung-tanggung, ganjarannya 18 kali lipat lebih besar dari pahala sedekah. Karena orang yang berhutang biasanya dalam keadaan butuh. Sehingga, piutang yang kita berikan lebih tepat guna. Sedangkan sedekah, bisa jadi yang meminta-minta sedekah bukan orang miskin atau tidak sedang dalam keadaan membutuhkan.
Dalam proses hutang piutang, terletak pada trust (kepercayaan). Jadi, selama yang menghutang bisa amanah, maka memberikan piutang ke yang bersangkutan menjadi lebih utama daripada dia terjerat oleh pinjol dan berdampak buruk juga untuk lingkungan sekitar.
Otokritik Berderma Muslim
Di sisi lain, Indonesia yang dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia, menurut Charities Aid Foundation (CAF) World Giving Index (WGI) 2021. Skor yang dicapai 69% naik dari 59% di indeks tahun terakhir yang diterbitkan tahun 2018 yang pada saat itu Indonesia juga menempati peringkat pertama dalam WGI. Artinya, lebih dari 8 orang dari 10 orang Indonesia menyumbangkan uangnya dan tingkat sukarelawan negara lebih banyak dari tiga kali rata-rata global.
Tanpa dimungkiri bahwa persentase tersebut didukung dengan dorongan kewajiban zakat bagi setiap Muslim, khususnya selama pandemi.
Namun, perkara korban jeratan pinjol menurut penulis juga layak menjadi perhatian kita baik sebagai Individu Muslim maupun lembaga filantropi lainnya untuk dijadikan perhatian serius dalam pendistribusian dana sosial Islam untuk korban jeratan pinjol hingga mengamankan masyarakat supaya tidak terjerat pinjol melalui inklusifitas lembaga keuangan syariah baik mikro maupun makro melalui Qardul hasan.
Karena hakikat Qard adalah bentuk pertolongan dan kasih saying sesama muslim, yakni bagi yang meminjam. Karena Qard bukan sarana untuk mencari keuntungan bagi yang menghutangi atau meminjamkan dananya, tidak ada imbalan maupun kelebihan pengembalian.
***
Adanya pengembalian yang memicu adanya keuntungan dan terlebih dipersyaratkan dari awal oleh yang meminjamkan harta maka akan membatalkan akad Qard. Praktik tersebut bisa menggeser Qard menuju Riba.
Jarak tipis antara Qard dan riba inilah yang menjadi salah satu silang sengkarut praktik hutang-piutang saat ini. Terutama, dorongan perkembangan teknologi dan informasi mengaburkan bentuk kasih sayang Muslim terhadap Muslim lainnya melalui akad Qard hingga berujung pada renternir modern berupa pinjol yang menyusahkan masyarakat miskin dengan minim akses dan kepercayaan dari saudarnya sesama Muslim.
OJK melansir per Maret 2022 bahwa ada 102 pinjol yang resmi berizin OJK. Sedangkan per Februari 2022, OJK melalui Satgas Waspada Investasi memblokir 50 pinjol illegal baik yang menjalankan usahanya melalui website maupun aplikasi di android supaya meminimalisir kegaduhan sosial maupun kejahatan finansial yang ditimbulkan oleh pinjol illegal. Artinya, perbandingannya sangat jauh antara jumlah pijol legal dengan pinjol illegal yang berkeliaran di dunia cyber.
Sehingga upaya OJK tersebut menjadi kurang efektif selama pola berderma untuk welas asih ke sesama dalam jaring pengaman terdekat yakni sesama saudara muslim atau tetangga terdekat abai atas kebutuhan dan kondisi sekitarnya maka akan menjadi kurang efektif.
Nilai gotong royong dan saling membantu karena satu satu lingkungan hingga sesama iman ini menjadi pengaman utama dalam membentengi dan meminimalisir praktek pinjol yang semakin menggeliat melalui dunia cyber.
Editor: Yahya FR