Feature

Marhaban ya Ramadhan: Bersihkan Hati, Pikiran, dan Lingkungan

3 Mins read

Tiada kebahagiaan bagi seorang muslim selain dapat berjumpa kembali dengan bulan Ramadhan. Bulan yang penuh dengan keberkahan dan banyak keutamaan didalamnya. Pada bulan Ramadhan kitab suci alquran diturunkan, pada bulan Ramadhan pula terdapat suatu waktu yang dinilai lebih baik dari seribu bulan, mungkin waktu yang lebih lama dibandingkan dengan rata-rata usia penduduk Indonesia saat ini yang hanya sampai pada angka 73 tahun menurut Badan Pusat Statistik (BPS).

Pada bulan Ramadhan seorang muslim diwajibkan untuk melakukan puasa dari mulai terbit matahari hingga tenggelamnya matahari. Menahan lapar dan haus untuk jasad dan menahan berbagai keburukan hati untuk spiritual, merupakan pelajaran yang ingin disampaikan dari puasa Ramadhan. Sehingga pribadi seorang muslim dapat bertumbuh dengan berbagai ujian yang menghampirinya.

Sering kita dengar pada berbagai pesan yang disampaikan oleh para penceramah di atas mimbar atau di berbagai pengajian untuk senantiasa membersihkan hati dan pikiran ketika berpuasa di bulan Ramadhan. Oleh karena itu, saya ingin menambahkan satu hal lagi yang harus kita bersihkan, yaitu lingkungan dari sampah-sampah yang memberatkannya.

Barangkali kita lupa bahwa alam yang kita tinggali hari ini merupakan manifestasi sang pencipta. Sebagaimana yang disebutkan oleh Said Nursi dalam kitab Risalah Nur yang menguraikan akan hakikat dari lingkungan alam di muka bumi, satu di antaranya yaitu alam semesta merupakan cermin yang merefleksikan keindahan nama-nama Tuhan. Dengan demikian, alam yang merefleksikan keindahan nama Tuhan pada dasarnya memiliki makna dan dimensi sakral pada dirinya sendiri.

Sakral artinya suci, sesuatu yang membuatnya terlepas dari yang profan. Sama halnya ketika melihat masjid yang identik dengan berbagai kesuciannya karena dijadikan tempat ibadah, semestinya alam semesta juga demikian halnya. Rasanya tidak pernah terdengar ada masjid yang kotor, terlebih banyak sampah. Semampu dan sebisa mungkin mesjid dijaga kebersihannya supaya bisa khusyuk dalam beribadah dan menghadirkan Tuhan di antaranya. Tapi kenapa kesakralan yang berlaku pada masjid tidak berlaku pada alam?

Baca Juga  Inilah Doa Ketika Menyambut Bulan Suci Ramadhan

Kembali Said Nursi menjelaskan mengapa terjadi sikap seperti itu, karena manusia sudah menghilangkan nilai transendental diganti dengan humanisme-antroposentrisme yang menempatkan manusia sebagai penguasa lingkungan. Mutlak diperparah lagi dengan merebak dan mengakarnya pandangan materialisme, konsumerisme dan hedonisme pada manusia modern menyebabkan berbagai permasalahan lingkungan.

Seperti yang kita ketahui bersama, sampah merupakan salah satu permasalahan lingkungan terbesar saat ini. Di darat, laut bahkan atmosfer pun tidak luput dari sampah yang dihasilkan oleh manusia.

Setiap hari kita mengkonsumsi segala hal, entah itu makanan dan minuman, membeli barang baru, dan menggunakan berbagai sumberdaya lingkungan kita dengan berbagai cara. Sejauh dan sesering apa yang kita konsumsi, maka sebanyak itu juga sampah dihasilkan. Sejauh ini sampah telah berhasil menjadi gunung-gunung di daerah pinggiran kota besar, meracuni tanah dan udara, aliran sungai sampai bermuara ke lautan.

Lebih parah lagi sekarang sampah sudah ada dalam tubuh kita. Betul, ternyata tubuh kita bisa dipenuhi dengan sampah. Jadi apa yang kita lakukan terhadap lingkungan adalah cerminan dari apa yang kita lakukan terhadap diri kita sendiri.

Apa peran manusia hidup di muka bumi? Dalam alquran disebutkan bahwa salah satu peran kita di muka bumi adalah menerima amanah untuk menjadi khalifah. Dalam alquran Allah memberikan amanah bagi manusia dengan menundukkan alam.

“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air (hujan) dari langit, kemudian dengan (air hujan) itu Dia mengeluarkan berbagai buah-buahan sebagai rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan kapal bagimu agar berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan sungai-sungai bagimu. Dan Dia telah menundukkan matahari dan bulan bagimu yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan malam dan siang bagimu” (QS. Ibrahim: 32-33).

Baca Juga  Tiga Peristiwa Besar di Bulan Ramadhan yang Perlu Diketahui

Merenungkan ayat di atas, betapa sesungguhnya langit, laut, sungai, hutan, matahari dan bulan ternyata melayani kita sebagai manusia setiap hari. Ditundukkannya siang dengan cahayanya membuat kita beraktivitas dan malam untuk istirahat. Tapi Allah juga mengingatkan dalam ayat berikutnya;

Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (QS. Ibrahim:34).

Menangkap makna dari ayat berikutnya, tentu ini mengisyaratkan pemahaman kita terhadap alam. Pemahaman supaya bisa menggunakan sumber daya dengan arif, bukan mengotorinya dengan konsumsi yang berlebihan, melainkan hidup didalamnya dengan memperhatikan keseimbangan dengan alam sehingga dapat menjaga kelestarian sumberdaya untuk sepanjang masa.

Dengan adanya puasa semestinya manusia bisa belajar untuk menahan hawa nafsu, apalagi nafsu akan duniawi yang tiada berujung. Konsumsi berlebihan berarti menginginkan sesuatu diluar batas yang dibutuhkan, akhirnya menghasilkan yang namanya sampah yang saat ini merusak ekosistem lingkungan baik di darat, laut, dan langit sekalipun.

Pada akhirnya semua kembali kepada peran pribadi masing-masing. Karena kita akan dinilai berdasarkan tindakan kita, apakah kita menjaga atau menghancurkan keindahan bumi. Jadi mari sambut Ramadhan dengan terus membersihkan hati, pikiran, dan satu lagi lingkungan.

Editor: Ahmad

5 posts

About author
Tertarik terhadap isu sosial, keagamaan dan lingkungan
Articles
Related posts
Feature

Haji Rasul dan Polemik “Berdiri” Pembacaan Maulid Nabi di Minangkabau

3 Mins read
Diskursus polemik “berdiri” pembacaan Maulid Nabi ini mulai muncul kepermukaan masyarakat Minangkabau, ketika pada tahun 1914, kali pertama Abdullah Ahmad menerbitkan tulisannya…
Feature

Belajar dari Kosmopolitan Kesultanan Malaka Pertengahan Abad ke15

2 Mins read
Pada pertengahan abad ke-15, Selat Malaka muncul sebagai pusat perdagangan internasional. Malaka terletak di pantai barat Semenanjung Malaysia, dengan luas wilayah 1.657…
Feature

Jembatan Perdamaian Muslim-Yahudi di Era Krisis Timur Tengah

7 Mins read
Dalam pandangan Islam sesungguhnya terdapat jembatan perdamaian, yakni melalui dialog antar pemeluk agama bukan hal baru dan asing. Dialog antar pemeluk agama…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds