Oleh: Triyas Chusnul Fatimah*
Perkembangan otomatisasi telah memberikan pengaruh yang signifikan bagi kehidupan manusia. Otomatisasi dipercaya mampu mengubah kondisi lapangan pekerjaan manusia di masa depan. Berdasarkan artikel berjudul “Automation and Anxiety”, terdapat beberapa teknologi yang sampai saat ini dinilai mampu menggantikan pekerjaan manusia dimasa depan.
Salah satu bukti yang kongkret adalah pengembangan mobil dengan pengendali otomatis. Pengembangan teknologi tersebut semakin mempersempit kesempatan kerja para sopir dimasa depan. Tidak hanya mobil, pengembangan serupa juga diprediksi akan dapat ditemukan di sarana transportasi lainnya seperti sepeda motor, bus, hingga pesawat yang akan mempengaruhi kondisi tatanan lapangan pekerjaan di massa depan.
Pengertian otomatisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin yang secara otomatis dapat melakukan dan mengatur pekerjaan. Sesuai dengan prinsip ekonomi, pemilik faktor produksi untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Oleh karena itu, mengganti tenaga kerja kerja manusia dengan teknologi menjadi suatu pilihan yang logis untuk dilakukan.
Dengan kata lain, para pemilik faktor produksi memiliki urgensi untuk melakukan otomatisasi. Berdasarkan artikel “i dont think we can stop it: The Future of Automation and Job Loss” (2016) yang dimuat dalam situs The Futurism, hal ini membuat otomatisasi dalam skala besar akan menjadi tidak terelakan.
Frey dan Osbone juga menyatakan bahwa pekerjaan yang memerlukan kreatifitas dan keahlian khusus, seperti pelukis hingga ahli desain, tidak terlalu dipengaruhi oleh otomatisasi. Menurut Derajad Sulistya Widhyarto, dosen di Departemen Sosiologi UGM, pasca-fordisme telah menjadi orientasi baru dalam dunia pekerjaan. “Pasca-fordisme adalah keadaan di mana orang tidak lagi bekerja dalam konteks manukfatur rutin, tetapi orang bekerja berdasarkan kesenangan,” ungkap Derajad. Pasca-fordisme muncul akibat pengaruh otomatisasi.
Pekerjaan di Era Otomatisasi
Otomatisasi dalam skala besar di masa depan dipercaya akan mendatangkan reaksi yang cukup beragam dari masyarakat. Dalam artikel “Automation and Anxiety” disebutkan bahwa masyarakat akan menunjukan dua reaksi yang menonjol dalam menghadapi otomatisasi, yakni pesimis dan optimis. Kelompok pesimis meyakini bahwa otomatisasi masa depan akan membuat kehilangan pekerjaan secara kolektif. Hal ini disebabkan oleh program pendidikan dan pelatihan yang dinilai sangat kaku terhadap perkembangan teknologi.
Selain itu menurut, Derajad mengemukakan otomatisasi dimasa depan akan lebih mempengaruhi kelompok tenaga kerja di negara-negara berkembang daripada negara maju. “gejolak yang lebih besar itu dirasakan oleh negara-negara berkembang, karena proses produksi negara maju itu dipusatkan di negara-negara berkembang.” Tangkas Derajad.
Di sisi lain kaum optimistis memiliki keyakinan bahwa, sama seperti fenomena revolusi industri di abad ke-19, masyarakat yang kehilangan pekerjaannya akibat otomatisasi akan mendapatkan pekerjaan lain dengan atau tanpa bantuan otomatisasi itu sendiri. Teknologi hanya berfungsi sebagai barang pelengkap pekerjaan manusia.
Hilangnya pekerjaan dinilai bukan menjadi suatu halangan terhadap munculnya lapangan pekerjaan lain. Kaum ini memiliki anggapan bahwa manusia akan menyesuaikan diri sesuai dengan perkembangan zaman, begitu pula preferensi pekerjaan dimasa depan.
Antisipasi di Masa Depan
Meski terdapat berbagai reaksi yang mungkin ditunjukan oleh masyarakat, langkah antisipasi sudah selayaknya dikerahkan. Salah satunya, menurut Derajad, adalah dengan merilis daftar preferensi pekerjaan yang sedang dibutuhkan oleh pasar secara berkala. Melalui program tersebut, pemerintah dapat membantu masyarakat dalam membaca permintaan pasar, sehingga dapat meminimalisasi potensi peningkatan angka pengangguran di masa depan akibat otomatisasi. Program ini dapat membantu pemerintah dalam mengorganisasikan masyarakat menjadi lebih kompeten di bidang pekerjaan yang diinginkan.
Tidak hanya itu alternatif lain dapat dilakukan dengan menerapkan universal basic income. Dalam artikel “Is Finland’s Basic Income a Solution to Automation, Fewer Jobs” 2017 yang dirilis oleh Guardian, pemerintah dapat mempertimbangkan pengimplementasikan kebijakan universal basic income dalam mengantisipasi otomatisasi.
Kebijakan ini bertujuan untuk menjamin kesejahteraan masyarakat dengan cara memberikan upah minimum bagi setiap masyarakat. Contoh keberhasilan penerapan universal basic Income dapat ditemukan di Alaska dan Namibia. Tingkat kemiskinan di kedua wilayah telah berhasil dikurangi masing-masing 6% dan 18% melalui penerapan kebijakan tersebut.
Fenomena otomatisasi lapangan pekerjaan dalam skala besar akan terjadi cepat atau lambat. Proyeksi bahwa pekerjaan-pekerjaan repetitif akan menghilang, juga menimbulkan kekhawatiran tersendiri dalam masyarakat. Oleh karena itu tindakan antisipasi dari pemerintah menjadi perlu untuk menanggulangi permasalahan yang mungkin muncul setelahnya.
Penerapan program penerbitan daftar pekerjaan secara berkala hingga kebijakan Basic income dapat menjadi bahan pertimbangan lebih lanjut bagi pemerintah dalam mengantisipasi fenomena Otomatisasi.
*) Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi Universitas Negeri Yogyakarta