Feature

Masjid Nabawi, Raudhah, Tasrih, dan Peradaban Islam

5 Mins read

Kota Madinah al-Munawarah merupakan salah satu destinasi yang dikunjungi bagi jamaah haji maupun umrah. Di kota ini banyak tempat-tempat bersejarah yang biasa dikunjungi oleh jamaah, antara lain: Masjid Nabawi, Masjid Quba, Masjid Qiblatain, Makam Syuhada Uhud, Jabal Rumat, dan Masjid Khandaq.

Selain tempat-tempat bersejarah tersebut, saat ini telah dibangun berbagai museum tentang Sirah Nabi dengan menggunakan teknologi modern yang menceritakan kehidupan Rasulullah bersama para sahabat. Pada tahun 1445/2024, jumlah jamaah haji sebanyak 1.833.164 terdiri 958.137 jamaah laki-laki dan 875.027 jamaah perempuan. Ada lima besar negara pengirim jamaah haji terbanyak, pertama Indonesia (241.600), kedua Pakistan (179.210), ketiga India (175.025), keempat Malaysia (31.600), dan kelima Syria (22.500).

Masjid Nabawi: Pusat Kegiatan Utama Jamaah Haji di Madinah

Selama di Madinah, Masjid Nabawi adalah pusat kegiatan utama jamaah haji dari seluruh dunia. Nabawi pun menjadi titik sentral pelayanan jamaah haji Indonesia. Oleh karena itu, di wilayah ini terdapat Sektor Khusus Nabawi yang bertugas melayani para jamaah haji selama bertempat tinggal di Madinah baik pra maupun pasca Armuzna (Arafah, Muzdhalifah, dan Mina).

Bagi jamaah haji yang baru pertama kali datang ke Madinah ketika melihat kemegahan Masjid Nabawi hatinya merasa takjub dan bersyukur dapat melaksanakan salat di dalamnya. Masjid Nabawi memiliki 41 pintu, diawali dengan Bab as-Salam. Jamaah yang ingin ziarah ke Makam Nabi bisa melalui pintu ini.

Pintu utama masuk Masjid Nabawi bagi laki-laki adalah pintu nomor 21 (Bab Malik Fahd). Para jamaah yang ingin naik ke pelataran atas bisa belok ke kiri dari pintu no 21 ini, sedangkan bagi perempuan adalah pintu 25 (Bab Ali bin Abi Thalib) yang sejajar dengan pintu pagar nomor 338 dan pintu terakhir adalah pintu nomor 41 (Bab al-Jibril). Sementara itu pintu pagar diawali nomor 14 dan diakhiri nomor 360 (depan makam Baqi’).

Secara umum, lokasi Masjid Nabawi lebih mudah dibandingkan Masjid al-Haram. Agar tidak kesulitan dan kesasar, seyogyanya setiap jamaah mengingat pintu masuk sekaligus pintu pagar. Ketika selesai salat, hendaknya keluar sesuai pintu masuk. Pemandangan indah di Masjid Nabawi yang jarang ditemukan di Masjid-masjid besar lain adalah setiap hari selain hari Jum’at selesai salat lima waktu diadakan kelompok-kelompok kecil untuk mengaji dan murajaah hafalan yang dipandu para Syekh.

Baca Juga  Benarkah Kuliah di Luar Negeri Bisa Jadi Liberal?

Nampak anak-anak usia Sekolah Dasar dan para orang tua bersemangat sekali menyetorkan hafalan dan mengaji di depan para Syekh untuk dikoreksi dari aspek makhraj dan tajwidnya. Tradisi ini sangat baik dan memungkinkan untuk diadopsi bagi para pengelola masjid-masjid besar di Indonesia menghadirkan para hafidz sebulan sekali sebagai pengabdian kepada masyarakat.

Raudhah: Tempat yang Dirindukan

Setiap muslim ketika berada di kota Madinah al-Munawarah, khususnya di Masjid Nabawi, sangat berkeinginan dapat berdoa di Raudhah. Lokasinya berada di dalam Masjid Nabawi, yang terletak di antara rumah Rasulullah Saw dan mimbar yang beliau gunakan untuk berdakwah. Rumah Rasulullah Saw kini menjadi makam beliau.

Raudhah ditandai dengan tiang-tiang putih dan karpet berwarna hijau. Luasnya sekitar 330 meter persegi yang memanjang dari arah timur sampai barat sepanjang 22 meter dan dari arah utara sampai selatan sepanjang 15 meter. Untuk memudahkan pemahaman jamaah tentang Raudhah, di atasnya terdapat kubah berwarna hijau.

Sebelum era tasrih lokasi Raudhah karpetnya berwarna hijau, sedangkan karpet Masjid Nabawi secara keseluruhan berwarna merah. Pemisah bangunan lama dengan bangunan perluasan ditandai dengan keberadaan payung. Selain itu di atas tembok tertulis 11 lafadz, yaitu Abbas, Husain, Ali, Umar, Muhammad, Masya Allah, Allah, Abu Bakar, Usman Hasan, dan Abu Hurairah. Setiap lampu yang berada di Raudhah tertulis lafadz “Allahu Akbar” dan berbagai ayat suci al-Quran dengan menggunakan gaya Thulus.

Bagi jamaah yang baru pertama kali masuk Masjid Nabawi dan tidak memiliki pengetahuan tentang Raudhah, pada umumnya merasa kesulitan mencari lokasi Raudhah. Sebelum Covid-19, jamaah yang ingin memasuki area Raudhah harus antri panjang mengular. Ketika berhasil memasukinya dan salat 2 rakaat. Seringkali belum selesai berdoa jamaah lain sudah menggusur bahkan menginjak kepala.

Baca Juga  Abbas As-Sisi: Berdakwah di Mesir dengan Menginjak Kaki Orang di Bis

Rasulullah Saw menyebut Raudhah sebagai taman surga. Tempat ini juga disebut sebagai area yang mustajab untuk berdoa. Rasulullah Saw bersabda yang artinya “Antara rumahku dan mimbarku terdapat taman di antara taman surga.” (HR Bukhari dan Muslim). Berdasarkan pengamatan dan perbincangan penulis dengan para jamaah, mayoritas jamaah merasa bersyukur bisa berziarah ke Makam Rasulullah dan berdoa di Raudhah.

Rata-rata jamaah ingin ke Raudhah tidak hanya sekali. Setelah selesai, mereka merasa kurang lama dan berusaha mencari informasi agar bisa berdoa kembali ke Raudhah. Salah satu cara yang ditempuh mendaftarkan melalui aplikasi “Nusuk”. Alhamdulillah ikhtiar yang dilakukan tidak sia-sia. Pada hari berikutnya, bisa ke Raudhah kembali. Dengan hati yang lebih tertata dan tertib, menuju Raudhah berdoa dengan sepenuh hati.

Bagi jamaah, pengalaman kedua ke Raudhah dirasakan lebih nikmat dan damai. Mereka bisa mencurahkan isi hati dan berdialog dengan Sang Kekasih. Pada tahun ini, pemerintah menetapkan tidak memberlakukan “arbain”. Setelah melakukan kajian yang komprehensif. Sebelumnya kegiatan arbain menjadi hal penting bahkan terkesan kurang afdhal bila tidak bisa melakukannya secara sempurna.

Tasrih Wujudkan Masyarakat yang Tertib, Disiplin, dan Berkemajuan

Sebagaimana diuraikan sebelumnya, pasca Pandemi Covid-19 kerajaan Saudi Arabia membuat aturan baru bagi jamaah haji maupun umrah yang ingin masuk Raudhah. Setiap jamaah haji dan umrah yang ingin masuk Raudhah harus menggunakan Tasrih. Tasrih adalah surat izin yang dikeluarkan oleh Pemerintah Arab Saudi untuk jamaah haji yang ingin mengunjungi Raudhah.

Surat tersebut diberikan usai Petugas Bimbingan Ibadah memprosesnya di Kantor Daerah Kerja Madinah. Peraturan ini sangat bagus untuk menciptakan suasana yang tertib dan nyaman bagi jamaah. Selama ini jamaah yang memiliki fisik yang kuat bisa masuk ke Raudhah berkali-kali, sedangkan lansia dan jamaah yang tidak mampu  berdesak-desakan kemungkinan besar tidak bisa masuk Raudhah. Namun dengan peraturan baru ini, semua jamaah akan dipastikan memperoleh jatah masuk Raudhah satu kali selama kurang lebih 30 menit.

Adapun jadwal masuk Raudhah ada empat tahap, yaitu setelah Salat Subuh hingga Zuhur diperuntukkan bagi jamaah perempuan. Setelah Zuhur sampai Isyak diperuntukkan bagi jamaah laki-laki. Setelah Isyak sampai Tengah Malam diperuntukkan bagi jamaah perempuan, dan Tengah Malam hingga fajar diperuntukkan bagi jamaah laki-laki.

Baca Juga  Dua Penulis Siluman Mecoba Mengudeta Pidato Guru Besar Haedar Nashir

Setiap jam jamaah yang masuk Raudhah sekitar 1500 orang. Khusus jamaah haji Indonesia setiap hari yang masuk Raudhah rata-rata 5000 jamaah. Sebelum masuk ke Raudhah, semua jamaah diharapkan berkumpul di depan pintu 360. Posisinya berada di depan Makam Baqi.

Selanjutnya membuat barisan. Setelah jumlah anggota kloter lengkap mengikuti instruksi dari Petugas Haji Indonesia dan Petugas Maktab untuk melangkah perbaris memasuki Raudhah. Ketika melangkah perbaris menuju Raudhah mulai nampak para jamaah haji tidak tertib dan tidak disiplin. Sepanjang pengamatan penulis, di Lokasi ketidakdisiplinan berlaku untuk semua negara. Hal ini menggambarkan bahwa budaya tertib dan disiplin di dunia Islam masih perlu ditingkatkan dan masih merupakan “barang mewah”.

Sebetulnya sistem tasrih mengajarkan dan  membiasakan jamaah untuk tertib dan disiplin. Para jamaah harus berangkat ke Raudhah sesuai jadwal yang ditentukan. Namun dalam praktiknya masih banyak yang berangkat tidak sesuai jadwal dengan beragam alasan. Bahkan ada yang datang terlambat tanpa merasa salah langsung masuk ke barisan terdepan.

Ketidakdisplinan sangat mengganggu bagi jamaah yang lain. Begitu pula para petugas yang mengkoordinir memasuki  Raudhah. Kesadaran kolektif akan sistem waktu sangat diperlukan. Sistem tasrih mengajarkan kepada para jamaah agar mendisiplinkan diri dan tertib dalam berperilaku.

Memang sebagai langkah awal, tentu masih ditemukan kekurangan. Namun penggunaan sistem tasrih perlu diapresiasi sebagai langkah maju membangun peradaban Islam yang mencerahkan. Dengan adanya sistem tasrih, jumlah jamaah yang masuk Raudhah dapat diketahui. Kendala di lapangan lebih banyak pada aspek attitude para jamaah dan belum siap menghadapi perubahan yang harus diterima. Disinilah tantangan para tokoh agama di dunia Islam untuk memberikan pencerahan kepada umat agar berperilaku tertib dan berdisiplin di mana saja berada. Dalam kasus ini tidak cukup dikhutbahkan, tetapi perlu menjadi habit sehari-hari.

Avatar
47 posts

About author
Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ketua Divisi Hisab dan Iptek Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, dan Direktur Museum Astronomi Islam.
Articles
Related posts
Feature

Belajar dari Kosmopolitan Kesultanan Malaka Pertengahan Abad ke15

2 Mins read
Pada pertengahan abad ke-15, Selat Malaka muncul sebagai pusat perdagangan internasional. Malaka terletak di pantai barat Semenanjung Malaysia, dengan luas wilayah 1.657…
Feature

Jembatan Perdamaian Muslim-Yahudi di Era Krisis Timur Tengah

7 Mins read
Dalam pandangan Islam sesungguhnya terdapat jembatan perdamaian, yakni melalui dialog antar pemeluk agama bukan hal baru dan asing. Dialog antar pemeluk agama…
Feature

Kritik Keras Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi atas Tarekat

3 Mins read
Pada akhir abad ke-19 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama Minangkabau dan pemimpin Muslim terpelajar, Imam Besar di Masjidil Haram, Mekah, meluncurkan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds