Perspektif

Masjid Yesus Kristus Putra Maryam: Simbol Toleransi Islam

3 Mins read

Setiap tanggal 25 Desember merupakan perayaan Natal bagi umat Kristiani di seluruh muka bumi.

Pastinya kita sebagai umat Islam sangat menghormati dan menghargai saudara-saudara kita yang sedang merayakannya. Terlepas dari berbagai diskusi perihal hukum mengucapkan selamat dan sebagainya.

Ada sesuatu hal yang menarik dan terbilang tak lazim, yakni terdapat sebuah masjid di Kenya yang bernama The Mosque of Jesus Christ Son of Mary (Masjid Yesus Kristus Putra Maryam).

The Mosque of Jesus Christ Son of Mary

Mungkin kita lebih akrab dengan masjid dengan nama Islami, atau nama tokoh dan ulama yang disematkan pada nama tempat ibadah umat Islam tersebut.

Namun di negara yang terletak di benua Afrika ini, terdapat masjid yang diberi nama Tuhan yang menjadi keyakinan umat Nasrani. Jelas tertulis di papan nama masjid tersebut, lengkap dengan tulisan Arabnya. Sontak masjid ini pun viral ketika diunggah di media sosial oleh akun indozone.id (23/12).

Diketahui, asal muasal penamaan itu berawal dari perselisihan hukum antara Asosiasi Muslim dengan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh (Seventh Day Adventist) atas kepemilikan sebidang tanah.

Sebelumnya pada tanggal 25 September 1985, Mohammed Abdo Saleh, sekretaris Asosiasi saat itu, mengirimkan surat kepada Komisaris Tanah untuk pengajuan pembangunan masjid baru.

Saat itu, sewa 40 tahun kepada Otoritas Gula Ramisi (Ramisi Sugar Authority) telah kadaluarsa. Namun terdapat kontroversi karena otoritas tersebut telah menggunakan hak milik tersebut untuk mendapatkan pinjaman dari sebuah bank komersial, dan tidak dapat membayar.

Lalu, Asosiasi pun mengambil alih lahan tersebut, tetapi pada tahun 2010, Gereja Seventh Day Adventist pindah ke tanah yang sama. Sehingga memaksa Asosiasi Muslim untuk menempuh jalur hukum.

Baca Juga  Saatnya Melakukan Transformasi Sosial di Bulan Ramadan!

Perselisihan yang berlangsung selama beberapa dekade tersebut akhirnya usai. Ketika pada bulan Oktober lalu, Hakim Ombwayo dari Pengadilan Tanah dan Lingkungan di Kisumu, Kenya, memutuskan bahwa sebidang tanah tersebut merupakan milik komunitas Muslim.

Maka, Asosiasi Muslim pun secara hukum sah memiliki lahan tersebut, dan akan dibangun sebuah masjid yang mereka beri nama The Mosque of Jesus Christ Son of Mary.

Di Balik Pemilihan Nama Masjid Yesus Kristus Putra Maryam

Pemilihan nama pada masjid tersebut adalah sebagai tanda keputusan komunitas Muslim untuk menunjukkan kepada pihak Gereja SDA (Seventh Day Adventist) bahwa mereka adalah satu, meski terdapat perbedaan dalam keyakinan.

Muadzin masjid tersebut, Abdul Rashid, mengatakan,

“Kami telah mengalami pergumulan panjang untuk sebidang (tanah) tersebut dan itulah salah satu alasan kami memilih untuk menentukan nama. Kami bukan bermusuhan dengan orang Kristen,” ungkapnya sebagaimana yang dilansir oleh Standard Media (13/12).

Rashid juga menyampaikan, bahwa Muslim juga beriman kepada Isa as sebagai Nabi, yang mana umat Kristiani menyebutnya Yesus Kristus. “Pemilihan nama tersebut juga merupakan apresiasi kami terhadap Yesus Kristus yang kami yakini akan datang kembali,” terangnya.

Meski masjid tersebut baru direncanakan akan dibangun secara permanen dalam waktu dekat, tetapi Muslim setempat sudah membangun bangunan sementara untuk tempat ibadah salat.

Joseph Odhiambo, seorang Kristen yang menyambut baik adanya masjid dan namanya, mengatakan bahwa ini semua akan menjadi tanda persaudaraan yang kuat antara Muslim dan Kristen di wilayahnya.

Masjid dengan Nama yang Tidak Umum

Sebenarnya, bukan hanya di Kenya saja ada masjid yang diberi nama yang mungkin tidak umum di telinga kita, terutama umat Islam di Indonesia.

Baca Juga  Mengapa Sikap Intoleransi Masih Terjadi di Indonesia?

Di Syracuse, New York, Amerika Serikat, juga terdapat sebuah masjid yang bernama Mosque of Jesus, Son of Mary (Masjid Isa Ibn Maryam).

Masjid tersebut awal mulanya adalah sebuah Gereja Katolik Roma yang bernama Gereja Holy Trinity. Namun pada tahun 2014 lalu, beralih fungsi menjadi sebuah masjid, sebagaimana yang dilansir oleh inews.id (8/10/2019).

Kemudian di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, ada sebuah masjid yang bernama Masjid Maria Bunda Yesus (Umm Eisa).

Masjid yang sebelumnya bernama Mohammed Bin Zayed Mosque ini, diubah namanya oleh Putra Mahkota Abu Dhabi, HH Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan, sebagai simbol kerukunan dan toleransi di Abu Dhabi (cr. detiktravel).

Dari berbagai cerita di atas, sesungguhnya kita patutlah bersyukur karena hidup di negara yang majemuk dan menjunjung tinggi keberagaman. Sehingga, Indonesia dengan penduduk mayoritas beragama Islam, mampu menjaga keharmonisan dengan saudara dengan agama yang berbeda.

Melalui Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah, membuat Indonesia menjadi negara yang dapat merangkul semua keberagaman yang ada.

Toleransi Antar Agama

Oleh karena itu, menghormati saudara kita yang berbeda keyakinan adalah suatu keharusan. Menghormati dalam artian tidak mengganggu dan mengusik ketika mereka sedang beribadah ataupun merayakan hari besarnya.

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ

Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS Al-Kafirun: 6)

Oleh karena itu, dengan kita tidak mengganggu dan menghormati umat beragama lain ketika sedang menjalankan ibadah, maka itu sudah cukup dalam kita menjaga kebersamaan dan persaudaraan sesama anak bangsa. Kita tidak perlu mengikuti atau turut berbaur merayakan perayaan agama lain.

Dari Ibn Umar, beliau berkata, “Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,

Baca Juga  Surat Terbuka untuk Walikota dan Wakil Walikota Cilegon, Banten

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka.” (HR Abu Dawud)

Jadi apa yang ada sudah jelas dan tegas, maka tidak perlulah kita selalu berdebat dan mendebatkan hal yang sudah terang hukumnya.

Oleh karena itu, toleransi antar umat beragama, bukan berarti kita ikut merayakan atau turut bercampur baur mengikuti apa yang menjadi ciri atau identitas suatu agama tertentu.

Bersaudara dalam Kemanusiaan

Lalu, bagaimana dengan nama-nama masjid di atas yang sekilas merupakan nama suatu keyakinan agama lain? Mungkin jika kita artikan secara bahasa, agak aneh dan bertentangan.

Namun, sesungguhnya nama yang mereka ambil, bukan untuk melebur ajaran agama menjadi satu. Tetapi untuk menjaga kerukunan antar umat beragama. Meski berbeda dalam keyakinan, tapi sesungguhnya mereka mempunyai ikatan persaudaraan.

Mari kita belajar dari berbagai kisah di atas, bahwa toleransi dapat kita lakukan dengan saling menghormati antar sesama, sehingga kita dapat menjaga persaudaraan meski dalam perbedaan.

Karena seperti kata Ali bin Abi Thalib, sejatinya mereka yang berbeda iman dengan kita, mereka adalah saudara kita dalam kemanusiaan. []

Editor: Zahra

Hendra Hari Wahyudi
97 posts

About author
Anggota Majelis Pustaka, Informasi dan Digitalisasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027
Articles
Related posts
Perspektif

Tidak Bermadzhab itu Bid’ah, Masa?

3 Mins read
Beberapa waktu lalu, ada seorang ustadz berceramah tentang urgensi bermadzhab. Namun ceramahnya menuai banyak komentar dari berbagai kalangan. Ia mengatakan bahwa kelompok…
Perspektif

Psikologi Sosial dalam Buku "Muslim Tanpa Masjid"

3 Mins read
Dalam buku Muslim Tanpa Masjid, Kuntowijoyo meramalkan pergeseran signifikan dalam cara pandang umat Islam terhadap agama dan keilmuan. Sekarang, ramalan tersebut semakin…
Perspektif

Paradoks Budaya Korupsi Masyarakat Religius

2 Mins read
Korupsi yang tumbuh di masyarakat yang dikenal religius memang menjadi paradoks. Di masyarakat yang memegang teguh nilai-nilai agama, mestinya kejujuran, integritas, dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds