Tarikh

Bung Karno, Islam, dan Polemik dari Bengkulu

4 Mins read

Bung Karno adalah sosok pribadi yang unik, karena kecenderungannya melakukan sintesa berbagai macam ideologi. Kita tentu ingat dengan tulisannya yang masih cukup fenomenal hingga saat ini, yaitu Nasionalisme, Islamisme, dan Komunisme, di mana Bung Karno mencoba mencari titik temu dari ketiga ideologi yang dinilai banyak pihak saling bertentangan.

Ia lahir dari keluarga yang bukan golongan santri, bahkan ayahnya adalah pengikut Theosofi, dan ibunya lebih dekat dengan agama Hindu. Pendidikannya pun tidak memiliki latar belakang pendidikan agama. Namun, dengan kondisi yang beliau hadapi justru menjadikannya aktif untuk mendalami Islam.

Tjokroaminoto adalah tokoh yang berperan penting dalam pembentukan sikap dan wawasan keislamannya. Selain itu, ia menghadiri ceramah-ceramah Kiai Haji Ahmad Dahlan, dan mengaku demikian terkesan dengan isi ceramah sang kiai.

Pengalaman Keagamaan di Dalam Penjara

Pengalaman keagamaan itu semakin kuat ia rasakan saat ia harus masuk-keluar penjara antara tahun 1929 hingga tahun 1930. Pengalamannya di dalam penjara sangat membekas dalam diri Bung Karno sehingga meningkatkan intensitasnya untuk mempelajari Islam secara lebih mendalam melalui buku-buku, kitab-kitab terjemahan Islam.

Perlahan-lahan namun pasti dari proses yang ia lalui, ia mulai mencoba menghayati Islam sebagai sebuah agama yang rasional berkebalikan dengan fenomena yang ia temui saat itu.

Proses pembacaan Bung Karno terhadap Islam ia teruskan saat pembuangannya di Ende. Melalui surat-surat yang ia kirimkan kepada tokoh reformis A. Hassan. Kita mengetahui bahwa Bung Karno bukan hanya membaca buku-buku tentang Islam, tetapi mulai mengelaborasi gagasannya tentang Islam, antara Islam ideal yang ia pikirkan dengan Islam secara sosial yang ia temui.

Di dalam surat-suratnya dengan A. Hassan, Bung Karno mengkritik keras penghormatan kepada golongan sayyid yang ia anggap sebagai bentuk aristokrasi Islam. Selain itu, tema-tema seputar hukum Islam, keadaan sosial umat Islam pada masa itu, serta gerakan dan pemikiran Islam seperti Wahabisme dan Ahmadiyah ikut disinggung dalam surat-suratnya tersebut.

Baca Juga  Cara Rasulullah Menaklukan Istri (3): Sekali lagi Bukan untuk Jomblo

Para peneliti Bung Karno seperti Badri Yatim, Bernard Dahm, maupun Ridwan Lubis sepakat bahwa masa-masa pembuangannya ke Ende dan Bengkulu menjadi puncak dari gagasan keislamannya. Walaupun gagasan tersebut memicu kontroversi yang tajam di tengah masyarakat. Gagasan tersebut tersebar di majalah Adil dan Panji Islam.

Terdapat tiga tulisan Bung Karno tentang Islam saat pembuangannya di Ende dan Sembilan tulisan tentang Islam saat pembuangan di Bengkulu (Ridwan Lubis, 2010). Walaupun setelah itu banyak pula tulisan dan pidato Bung Karno tentang Islam, namun yang paling kontroversial dan memicu polemik adalah pendapat beliau saat di Bengkulu.

Tabir dalam Persidangan di Muhammadiyah

Masalah tabir dalam persidangan di Muhammadiyah adalah kontroversi yang memancing polemik pada tingkat lokal maupun secara nasional. Pemikiran Bung Karno mengenai hal ini, ia beranggapan bahwa tabir adalah lambang perbudakan perempuan. Padahal, Islam mengangkat derajat kaum wanita.

Para penentangnya berargumen bahwa tabir diwajibkan sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 53. Namun, Bung Karno membantahnya dan berargumen bahwa ayat tersebut hanya diperuntukkan istri-istri Nabi, bukan seluruh wanita kaum muslimin.

Polemik tentang tabir ini berlanjut hingga Bung Karno menuliskan surat kepada KH. Mas Mansyur sebagai Pimpinan Pusat Muhammadiyah pada masa itu untuk meminta kepastian hukumnya. Protes Bung Karno ini menjadi sebuah titik pijak perubahan Muhammadiyah dalam memandang masalah tabir.

Setelah polemik itu, rapat-rapat Muhammadiyah khususnya di Bengkulu tidak lagi menggunakan tabir. Tulisannya tentang “Memudakan Pengertian Islam” mendapatkan sambutan yang luas dari masyarakat Indonesia pada masa itu. Ajakannya untuk Rethinking of Islam ditanggapi oleh banyak tokoh.

Tulisan Bung Karno ini menampar banyak pihak, baik kaum tradisionalis maupun kaum modernis yang diwakili oleh Muhammadiyah dan PERSIS.

Baca Juga  Benarkah Ada Krisis di Dunia Islam?

Bung Karno beranggapan bahwa kaum tradisionalis adalah kaum yang kolot yang tidak melandaskan tindakannya pada Al-Qur’an dan sunah, sedangkan kaum modernis adalah kaum yang melandaskan pada Al-Qur’an dan hadis, namun kurang menggunakan rasionalisme dalam menginterpretasikannya.

Selain memberikan kritik tajam pada umat Islam dan kelompok Islam di atas, Bung Karno juga memberikan analisis tentang perkembangan Islam di beberapa negara, seperti Turki, Mesir, dan India.

Pemikiran Bung Karno Tentang Sekularisme

Menurut Bung Karno, bentuk ideal negara adalah dengan mencontoh Turki yang memisahkan agama dengan negara. Tak bisa dipungkiri bahwa beliau mengagumi Kemal Attaturk dengan menulis kembali masalah ini dalam tulisannya yang berjudul “Apa Sebab Turki Memisahkan Agama dari Negara?”.

Bung Karno mengajak bangsanya berpikir dan tidak terlalu terbelenggu oleh dominasi pemikiran ulama. Sudah saatnya menggali “Apinya” Islam, bukan “Abunya” Islam. Sudah pula saatnya melakukan ijtihad yang pintunya selalu terbuka dan bermuara Repracticing Islam.

Islam harus dibersihkan dari hal yang berbau magis, klenik, dan takhayul yang membelenggu umat dan mengejar ketertinggalan dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bung Karno sendiri mencontohkan ketika anjingnya menjilat air dalam panci, ia meminta anak angkatnya untuk mencucinya dengan air dan kreolin. Namun, sang anak bertanya mengapa tidak menggunakan tanah? Bung Karno berargumen bahwa zaman nabi belum ada kreolin dan sabun.

Kritik Terhadap Bung Karno

Tulisan dan pemikiran Bung Karno itu ditanggapi pula oleh tokoh-tokoh Islam, seperti A. Hssan, Muchlis (Natsir), T. Hasbi Ash-Shidiqie, Agus Salim dari kaum modernis, serta Sirajuddin Abbas dan Kiai Mahfudz Siddiq dari kalangan tradisionalis.

A. Hassan menganggap bahwa ajakan Bung Karno untuk melakukan Rethinking Islam dengan menginterpretasi semua hal-hal dalam Islam, baik yang absolut maupun profan adalah bentuk “membudakkan Islam” alih-alih “memudakan”-nya.

Baca Juga  Membingkai Ruang Dialog Antaragama ala Hans Kung

Bahkan, dengan keras PERSIS dalam Al-Lissan menuduh Bung Karno sebagai perusak agama, memusuhi ulama, dan harus melakukan taubat.

Muchlis (Natsir) menanggapi pemikiran sekularisme Bung Karno dengan menyerang tokoh idola Bung Karno, Kemal Ataturk. Menurut Natsir, Turki justru terjatuh dalam despotisme alih-alih demokrasi. Tak ada demokrasi di Turki, karena Attaturk justru mereduksi agama (Islam) sesuai dengan keinginannya, sedangkan secara politis hanya ada satu partai tunggal di Turki saat itu.

Di sisi lain, Kiai Mahfuz dari golongan tradisionalis mengajukan pembelaannya dengan cara yang lebih kalem dibandingkan rekannya Sirajudin Abbas dari PERTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyah).

Bagi Mahfuz, kritik dari golongan modernis terhadap golongan tradisionalis tentang kejumudan sehingga lambat dalam merespons perkembangan zaman, sejatinya adalah sikap hati-hati dalam mendudukkan sesuatu.

Sirajudin secara frontal menepis kritik Bung karno tersebut yang dianggap berasal dari “isme-isme” barat yang tak dikenal dalam Islam.

Pada akhirnya, jauh sebelum kaum neo-modernis, Nurcholis Madjid menggemparkan kaum muslimin dengan sekularisasinya, Bung karno telah terlebih dahulu membongkar konstruksi ajaran Islam yang pengaruhnya masih terasa sampai saat ini dan terus dikaji berkaitan dengan hubungan antara agama dan negara.

Editor: Lely N

Avatar
8 posts

About author
Direktur Sekolah Langit Biru. Anggota Muhammadiyah Bengkulu.
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *