Feature

Masjidil Haram, Masjid yang Dibangun oleh Nabi Ibrahim dan Ismail

3 Mins read

Di kota Mekkah terdapat sebuah masjid tertua di dunia milik umat Islam. Namanya Masjidil Haram. Usianya lebih tua 40 tahunan daripada masjid al-Aqsa di Yerussalem. Masjidil Haram pertama kali dibangun oleh seorang ayah dan anaknya, yakni Nabi Ibrahim AS dan Ismail AS.

Dalam Buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah Kemenag (2020: 236) Masjidil Haram adalah tempat jemaah haji berkumpul untuk mengerjakan salat dan beberapa rukun dari ibadah haji. Keutamaan melaksanakan salat di Masjidil Haram dilipatgandakan 100.000 kali lipat dibandingkan salat di masjid yang lain. Di dalam Masjidil Haram terdapat Ka’bah, tempat dimana para jemaah haji melaksanakan thawaf, sai dan salat.

Di masa-masa awal, bangunan dari Masjidil Haram berbentuk sederhana. Masjidil Haram masih menjadi area kecil terbuka dengan bangunan Ka’bah di dalamnya, ada sumur zam-zam dan makam Nabi Ibrahim di sampingnya. Sehingga ketiga bangunan ini berada di area terbuka. Kondisi Sederhan ini berlanjut hingga masa pemerintahan khalifah pertama, yakni Abu Bakar As-Shiddiq.

Seiring berjalan waktu dan pergantian pemimpin, Masjidil Haram terus mengalami renovasi bangunan, perluasan area hingga perbaikan infrastruktur dari masa ke masa.

Renovasi bangunan Masjidil Haram pertama kali dilakukan di zaman khalifah kedua, yakni masa kepemimpinan Umar bin Khattab RA. Khalifah Umar bin Khattab membangun kembali Masjidil Haram pada 17 H.

Pada tahun 644 M, Umar bin Khattab mulai membangun Masjidil Haram dengan membuat dinding di setiap sisinya. Dinding yang sederhana, tingginya tidak sampai setinggi badan manusia. Tapi itulah usaha dan ikhtiar dari Umar bin Khattab.

Selanjutnya, Umar juga membeli tanah dari rumah-rumah yang ada di sekitar Masjidil Haram guna memperluas bangunan masjid. Sebab Umar melihat kian hari kian banyak jamaah yang datang beribadah, guna perluasan bangunan itu untuk menampung umat Islam.

Baca Juga  Haji Tathawwu' & Fikih Prioritas: Haji Lagi atau Amal Sosial?

Dari tahun ke tahun umat Islam yang berkunjung ke Baitullah terus mengalami peningkatan. Begitupun dengan upaya renovasi bangunan Masjidil Haram yang  senantiasa diperluas dan diperindah oleh para pemimpin Islam.

Pada masa khalifah Utsman bin Affan (644 M), Masjidil Haram juga mengalami perluasan bangunan masjid. Kemudian di masa kepemimpinan Abdullah ibn Al-Zubair (692 M) mereka memasang atap Masjidil Haram di atas dinding yang telah dibangun sebelumnya. Penyempurnaan bangunan Masjidil Haram pada kepemimpinan Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi (714 M).

Berlanjut sampai masa pemerintahan dinasti-dinasti Islam. Di masa dinasti Abbasiyah, dibawah kemimpinan Khalifah al-Mahdi, dibangun deretan-deretan tiang yang mengelilingi bangunan Ka’bah kemudian ditutup dengan atap. Juga dibangun beberapa menara dan memperluas wilayah Masjidil Haram hingga 12.512 Meter persegi.

Pada masa dinasti Umayyah, bangunan Masjidil Haram semakin indah dan megah. Di bawah kekuasaan Sultan Selim Khan dan putranya Murad Khan, atap Masjidil Haram yang terbuat dari kayu diganti menggunakan kubah. Keduanya juga memperluas area masjid menjadi 28. 003 Meter persegi.

Tak terkecuali juga sampai saat ini, pembangunan Masjidil Haram tak ada berhenti pada masa Khalifah dan dinasti-dinasti Islam. Masjidil Haram selalu diperbarui dan direnovasi seiring dengan perkembangan zaman dan peningkatan para jemaah haji dan umrah yang hendak ziarah ke tanah suci.

Di masa pemerintahan Arab Saudi Raja Abdul Aziz, renovasi Masjidil Haram juga terus belanjut. Raja Abdul Azis bahkan menjadikan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi sebagai prioritas utama pembangunan.

Pada tahun 1926, Raja Abdul Aziz merenovasi total Masjidil Haram dengan menutupi lantai masjid dengan marmer, memasang tenda-tenda dan mendirikan Mataf (ruangan) di sekitar Ka’bah (1927), mendirikan pabrik Kiswah guna memproduksi kain untuk menutupi Ka’bah (1928) kemudian menambah luas bangunan serta membuat Masjidil Haram menjadi bangunan bertingkat.

Baca Juga  Khilafah Ekologis: Etika Memperlakukan Alam

Di era pemerintahan Raja Fahd bin Abdul Aziz, Masjidil Haram diperluas menjadi 356.000 Meter persegi. Luasnya diperkirakan bisa menampung 1,5 Juta jemaah untuk beribadah dengan nyaman. Kemudian dua menara juga ditambahkan dari tujuh menara yang sudah ada sebelumnya.

Terakhir di era pemerintahan Abdullah bin Aziz, perbaikan arsitektur, teknis dan keamanan lebih ditingkatkan. Sebab jumlah jamaah haji dan umrah meningkat begitu pesat.

Sedangkan di masa kemimpinan Raja Salman bin Abdul Aziz, Masjidil Haram mengalami perluasan area yang begitu pesat hingga saat ini.

Buku Kemenag (2020: 235), menyebut saat ini luas dari Masjidil Haram lebih dari 750.000 Meter persegi dengan kapasitas penampungan kurang lebih dua juta jemaah salat. Area masjid menjadi sangat luas. Bangunan Masjidil Haram terdiri dari empat lantai, 95 pintu masuk pada bangunan lama dan 79 pintu masuk pada bangunan yang baru.

Perluasan itu juga mencakup perluasan gedung utama, terowongan pejalan kaki, alun-alun, jalan lingkar pertama, kapasitas toilet dan tempat wudhu.

Related posts
Feature

Sebuah Panduan Lengkap Bagi Kamu yang Ingin Nikah Beda Agama di Hongkong!

9 Mins read
“Kami bukan pasangan kaya raya dan berkecukupan. Tetapi, kebijakan negara yang diskriminatif untuk pasangan beda agama, menjadikan kami nekat dan bertekad menikah…
Feature

Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan: Catatan Singkat Hari Santri

3 Mins read
Judul di atas adalah tema hari santri tahun ini. Sebuah tema yang sangat menarik untuk kita perbincangkan, karena berkaitan dengan masa depan…
Feature

Potret Perkembangan Studi Astronomi Islam di PTKIN

5 Mins read
Di Indonesia, studi astronomi Islam berkembang sesuai tuntutan zaman. Pada awalnya, model pembelajaran studi astronomi Islam diselenggarakan secara sederhana dengan literatur yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds