Perspektif

Mata Pelajaran Agama dan PPKn Hendak Digabung?

4 Mins read

Belum kelar urusan pemerintah menangani pandemi COVID-19. Belum usai juga polemik wacana Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU-HIP). Kini muncul kabar yang entah dari mana terkait rencana penggabungan mata pelajaran agama dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).

Wacana itu disebut-sebut sebagai upaya penyederhanaan kurikulum untuk mengurangi beban siswa di sekolah. Meski kabar ini masih belum jelas kebenarannya, namun tetap saja menjadi bahan perbincangan publik yang ramai dan cukup panas.

Tapi, kabar itu sudah dibantah oleh pihak Kemendikbud, kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Totok Suprayitno menegaskan bahwa tidak ada rencana peleburan mata Pelajaran agama dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).

Kemendikbud memang terus melakukan kajian terkait penyederhanaan kurikulum, tetapi belum ada keputusan apapun. Jadi kabar ini dipastikan hanya isu dan merupakan kabar yang tidak jelas.

Pelaksana tugas direktur jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud, Hamid Muhammad juga menegaskan bahwa sampai saat ini tidak ada rencana Kemendikbud melakukan penyederhanaan kurikulum dengan peleburan mata pelajaran agama.

PPKn dan Pendidikan Agama Tidak Bisa Digabung

Seperti yang kita ketahui, pendidikan agama adalah mata pelajaran yang membahas segala hal terkait dengan agama yang sedang dipelajari tersebut. Seperti halnya Pendidikan Agama Islam (PAI) yang mempelajari tentang segala hal yang berkaitan dengan agama Islam.

PAI terdiri terdiri dari beberapa sub mata pelajaran, yakni al-Quran Hadis, Akidah Akhlak, Fikih, dan juga Sejarah Kebudayaan Islam (SKI). Di dalamnya terdapat tata cara ibadah, bagaimana meneladani sikap yang baik, sejarah kisah Nabi dan Rasul, kandungan al-Quran dan hadis, dan yang pasti tentang memperkuat keimanan (tauhid).

Sedangkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang dulu orangtua kita mengenalnya dengan PMP (Pendidikan Moral Pancasila) diajarkan di sekolah sejak tahun 1975.

Kemudian PMP berubah menjadi PPKn (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) pada sekitar tahun 2000-an. Isi materi pelajarannya pun masih sama terkait dengan tenggang rasa, tepa selira, kerukunan antar umat beragama, kebangsaan, kenegaraan dan sebagainya.

Baca Juga  Gus Yahya dan Pak Haedar, Dua Kepak Sayap Moderasi Islam di Dunia Global

Mata pelajaran PPKn mengisi jadwal pelajaran di sekolah hingga adanya penetapan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003. Mata pelajaran PPKn berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Dan kini, sejak berlakunya kurikulum 2013, nama PKn dikembalikan menjadi PPKn.

Dari kedua mata pelajaran tersebut, jelas kita tahu bahwa isi materi pelajaran yang diajarkan berbeda. Dimana pendidikan agama mengajarkan hal yang berhubungan dengan agama, sedangkan PPKn mengajarkan tentang sikap perilaku kita dalam berbangsa dan bernegara. Jadi, jelas kedua mata pelajaran tersebut tidak bisa digabungkan menjadi satu pelajaran.

Memang dalam mata pelajaran pendidikan agama terdapat nilai atau sikap kita ketika berbangsa dan bernegara. Pun pada mata pelajaran PPKn juga ada nilai agama yang terkandung di dalamnya. Namun, apabila kedua mata pelajaran tersebut digabungkan, akan mereduksi isi materi dari masing-masing mata pelajaran tersebut.

Pendidikan agama harus menjadi mata pelajaran tersendiri sebagai penguat keimanan. Sedangkan PPKn harus menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri sebagai strategi penguatan dasar kita bernegara.

Yang Lebih Penting dalam Pendidikan

Sebenarnya masih banyak hal lain yang bisa diperbaiki dalam dunia pendidikan Indonesia. Seperti memperbaiki fasilitas dan kualitas pendidikan, dan juga yang selalu menjadi harapan adalah kesejahteraan guru.

Guru yang disebut sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa” tersebut, tak sedikit yang kehidupannya masih jauh dari kata sejahtera. Masih banyak guru yang mendapat gaji di kisaran ratusan ribu. Angka tersebut mungkin bisa dikatakan tidak layak jika dibandingkan dengan tugas berat guru untuk mencerdaskan generasi bangsa.

Jelas terlihat masih ada yang lebih penting daripada urusan meleburkan mata pelajaran pendidikan agama dengan PPKN. Meski, lagi-lagi hal itu masih berupa sebuah isu yang sudah berkembang di masyarakat melalui media. Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam (AGPAI) pun juga menolak jika mata pelajaran PAI dan PPKn dijadikan satu.

Jadi, permasalahan d idunia pendidikan kita masih banyak yang perlu segera diperbaiki. Apalagi di tengah adanya pandemi COVID-19, dunia pendidikan yang awalnya pembelajaran dilakukan di kelas berubah menjadi belajar dari rumah. Ini juga masih menyisakan banyak kendala bagi guru dan mungkin juga siswa.

Baca Juga  Virus, Demit, dan Musyrik

Seperti guru yang masih belum bisa mengoperasikan aplikasi pembelajaran, bahkan belum akrab dengan teknologi. Juga dengan masalah koneksi dan berbagai masalah lain. Maka, hal ini harus menjadi PR kita bersama. Apalagi setiap pergantian pemerintahan, kebijakan pun kadang juga ikut berubah, tak terkecuali di bidang pendidikan.

Membangun Pendidikan

Jika saja mau diadakan penyederhanaan kurikulum. Sebagai guru yang ada di wilayah ‘akar rumput’, kalau saja saya bisa menyampaikan saran, mungkin saya akan memberikan usulan kepada bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk mempersingkat jam pembelajaran tatap muka.

dimana pembelajaran di kelas dipersingkat kemudian dilanjutkan penugasan melalui teknologi (sistem daring). Semisal, guru menjelaskan materi di kelas tanpa adanya tugas dan memberikan tugas melalui aplikasi pembelajaran atau media lainnya untuk dikerjakan siswa di rumah.

Jadi pembelajaran bisa dimulai jam 07.00 WIB dan berakhir sebelum tengah hari, jam 10.00 WIB mungkin. Lalu pemberian tugas beralih ke media daring dengan batas pengerjaan waktu yang disesuaikan dan tidak terlalu banyak agar tidak membebani siswa.

Jadi ketika nanti proses KBM tidak dilaksanakan dengan tatap muka akibat adanya kendala, guru dan siswa sudah terbiasa menggunakan cara daring. Mungkin di sekolah unggulan di perkotaan dengan fasilitas yang baik sudah terbiasa, namun kami di pedesaan dengan SDM yang kurang akrab dengan teknologi akan gugup dan gagap ketika dihadapkan dengan proses KBM tanpa tatap muka.

Oleh karena itu, membahas peleburan mata pelajaran pendidikan agama dengan PPKn adalah hal yang tidak perlu dilakukan. Toh mata pelajaran juga sudah ada yang disederhanakan, seperti beberapa mata pelajaran yang dijadikan tematik.

Membangun pendidikan dengan meningkatkan kualitas SDM dan melengkapi serta memperhatikan fasilitas yang ada di sekolah jauh lebih penting. Dimana masih sering kita temui ada sekolah yang kondisinya masih jauh dari kata layak. Juga dengan kesejahteraan guru dan tenaga kependidikannya yang berjuang ikhlas mencerdaskan anak bangsa.

Baca Juga  Konsep Pendidikan Indonesia: Utopia Neoliberalisme

Meski mereka ikhlas, namun seharusnya tetap diperhatikan kesejahteraannya. Bukan hanya guru sekolah berstatus negeri, tetapi juga sekolah swasta yang jumlahnya sangat banyak. Kalau saja mereka tidak ikhlas, pastilah mereka lebih memilih menjadi karyawan atau pegawai perusahaan yang mungkin gajinya lebih banyak dari guru.

Biarkan Berdiri Sendiri

Maka dari itu, besar harapan kami sebagai guru agar yang mempunyai kewenangan dalam menentukan kebijakan lebih memperhatikan nasib guru, terutama guru swasta. Selain itu, fasilitas sekolah dan kemudahan sistem yang ada juga tak turut luput dari perhatian.

Oleh karena itu, kabar akan adanya peleburan mata pelajaran pendidikan agama dan PPKn semoga tidak akan benar-benar terjadi. Sesungguhnya kami para guru dan juga siswa ingin kembali ke kelas, belajar dengan nyaman dan menggembirakan. Semoga pandemi COVID-19 segera berakhir.

Semoga juga pendidikan Indonesia menjadi lebih baik dan terus baik. Sesungguhnya pendidikan adalah kunci peradaban. Karena mencerdaskan kehidupan bangsa adalah amanat konstitusi yang sebagian besar tugas itu ada di pundak para guru.

Dan saya sebagai guru mata pelajaran PKn, akan tetap mengajarkan kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai dengan konstitusi yang berpedoman pada Pancasila dan UUD 1945. Maka, mata pelajaran pendidikan agama dan PKn tidak seharusnya digabung.

Biarkan mereka berdiri sendiri, menjadi terpisah namun tetap saling menguatkan. Kedua mata pelajaran ini harus bisa saling bersinergi tanpa harus menjadi satu. Apalagi sudah sedari dulu keduanya memiliki peran masing-masing dalam kurikulum ataupun pembelajaran di sekolah.

Biarkan mata pelajaran pendidikan agama hadir untuk menguatkan anak didik kita sebagai umat beragama dalam menjalankan perintah Tuhannya. Dan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ada untuk menguatkan anak-anak kita dalam hidup berbangsa dan bernegara sebagai wujud rasa cinta terhadap tanah airnya, Indonesia.

Editor: Rifqy N.A./Nabhan

Hendra Hari Wahyudi
97 posts

About author
Anggota Majelis Pustaka, Informasi dan Digitalisasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds