Perspektif

RUU HIP dan Perubahan Kiblat Bangsa

4 Mins read

Di tengah kepanikan dunia hari ini dikarenakan wabah COVID-19 yang sangat mengancam kehidupan manusia, yang semakin hari tingkat populasinya semakin bertambah. Pun tingkat kematian. Ditambah lagi, Indonesia menjadi peringkat ke-97 negara teraman dari COVID-19 di dunia (Kompas.com, 09 Juni 2020).

Namun, wakil rakyat yang duduk di Senayan lagi-lagi membuat ulah dengan menjadikan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) menjadi salah satu draf yang dibahas pada Rapat Paripurna DPR RI pada tanggal 12 Mei 2020. Dan mengesahkan RUU HIP sebagai inisiatif dari pada DPR RI.

Kontroversial RUU HIP

Menurut Wibisono, seorang pengamat militer dan pertahanan, dalam tulisannya di Gatra.com, bahwa kesalahan pertama penyusunan RUU HIP adalah menggunakan rangkaian kata-kata “Ideologi Pancasila.” Dalam Empat Pilar MPR dinyatakan bahwa, Pancasila adalah ideologi negara. Dengan demikian, menulis “Ideologi Pancasila” adalah suatu pengulangan.  Sehingga menjadi “Haluan Ideologi Ideologi.” Jadi seharusnya judulnya adalah “Haluan Pancasila (HP)” saja.

Bahkan dengan tegas, ia mengatakan bahwa penyusunan konsep HIP ini tidak memahami bahwa Pancasila berarti 1). Landasan Filosofis Negara Kesatuan Republik Indonesia, 2). Ideologi Negara, dan 3). Merupakan sumber segala sumber hukum negara.

Selain datang dari pengamat militer dan pertahanan, tentu RUU HIP ini banyak mendapat respon dari kalangan akademisi, organisasi, purnawirawan, ulama, bahkan MUI sekalipun yang secara mentah-mentah menolak tanpa kompromi lagi.

Tentu hal ini menjadi keyakinan besar bagi umat Islam bahwa di sinilah momentum untuk umat Islam bersatu dan melawan segala hal yang mengancam bahkan merusak tatanan negara termasuk ideologi bangsa.

***

Dari akademisi, langsung terdapat respon. Yaitu Prof. Din Syamsuddin, Guru Besar Politik Islam UIN Jakarta. Ia mengatakan, dilansir dari jpnn.com, “RUU HIP dinilai menurunkan derajat Pancasila untuk diatur dengan Undang-Undang, memeras Pancasila ke dalam pikiran-pikiran yang menyimpang, dan memonopoli penafsiran Pancasila yang merupakan kesepakatan dan milik bersama” ujar Ketua Dewan Pertimbangan MUI tersebut.

Baca Juga  RUU HIP, Pancasila, dan Munculnya Interpretasi Baru

Selain itu, Wakil Presiden ke-6 Try Sutrisno bersama segenap para purnawirawan, mendesak DPR RI untuk mencabut RUU HIP yang dianggap telah bernuansa PKI. Sebagaimana dikutip dari CNN Indonesia, “Munculnya Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang bernuansa PKI Komunis, kita masyarakat Pancasila terkaget-kaget. Kita lihat ideologi yang lain, paham agama, sama dengan PKI, hampir dengan cita-cita semula ingin mendirikan negara Islam” terangnya yang juga sekarang menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

Persatuan Umat Islam Indonesia dalam Menolak RUU HIP

Sebagai umat Islam, pastinya tidak rela dan berdiam diri saja dalam merespon isu-isu yang sedang berkembang di negeri ini.

Sebagaimana RUU HIP yang mengandung banyak kesalahan, maka berbagai kalangan umat Islam langsung menanggapi hal ini.

Seperti datang dari ulama yang sering tampil di kancah nasional yaitu Ustadz Abdul Somad yang sering disapa dengan panggilan UAS.

Dilansir dari Gelora.co, bahwa ia menyayangkan pembahasan RUU HIP dimulai saat pandemi virus Corona. Padahal, kata UAS, rakyat sedang mengalami kesulitan, sakit, dan kelaparan karena pandemi.

UAS menyebut ada pihak yang sedang mengetes umat Islam dengan penerbitan RUU ini. Dia bilang, pihak itu akan jalan terus jika umat Islam diam saja saat RUU dibahas. Karena itu, ia mengajak umat Islam untuk bersuara.

Beberapa Catatatn

Menurut UAS, umat Islam harus solid agar tidak disepelekan oleh pihak-pihak tersebut.
Oleh sebab itu, perlu juga menampakkan taring kita bahwa kita singa, bukan ayam, tuturnya yang disampaikan lewat Pengajian Virtual Pimpinan Ranting Muhammadiyah Pondok Labu, (Ahad, 14/6).

Selain UAS, ada mantan Wakil Ketua Umum PBNU dan juga pernah menjabat sebagai Wakil Kepala BIN yaitu KH As’ad Said Ali. Sejauh ini, ada tiga catatan yang ia berikan terhadap RUU HIP:

Baca Juga  Hari Jumat dan Gerakan Perlawanan terhadap Krisis Iklim

Pertama, kata dia, DPR tidak mencantumkan TAP MPRS No. 25 Tahun 1966, tentang pembubaran dan pelarangan PKI (Partai Komunis Indonesia) dalam draf RUU HIP.

Kedua, dalam bab pokok pikiran, dicantumkan agama, rohani, dan budaya dalam satu baris. Menurutnya, hal itu mencerminkan pandangan sekularisme yang berlawanan dengan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ketiga, dua butir di atas cukup untuk mengambil kesimpulan, maksud baik membuat Haluan Ideologi Pancasila telah dinodai dendam eks-PKI, Rabu (10/6).

Bahkan dipertegas dalam kalangan NU sendiri, seperti yang disampaikan oleh M Kholid Syeirazi, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (PP ISNU),  mengatakan bahwa RUU HIP memunculkan penafsiran tunggal Pancasila. Seperti yang terjadi pada masa orde baru. Dia menilai, RUU itu tidak sesuai dengan semangat dan dinamika kehidupan berbangsa saat ini. Maka “RUU HIP tidak diperlukan,” dilansir dari bontangpost.id.

Pernyataan dari Muhammadiyah

Bahkan keputusan yang terbaru datang dari Muhammadiyah. Walau beberapa hari yang lalu Muhammadiyah telah membentuk Tim “Jihad” untuk mengawal RUU HIP, namun seiring berjalannya waktu dan mengkaji secara dalam, maka keputusan pun telah diselesaikan.

Seperti yang telah di lansir dari suaramuhammadiyah.id; “Pimpinan Pusat Muhammadiyah berpendapat bahwa RUU HIP tidak terlalu urgen dan tidak perlu dilanjutkan pembahasan pada tahap berikutnya untuk disahkan menjadi Undang-Undang”.

Menurut Mu’ti, secara hukum, kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar negara sudah sangat kuat. Landasan perundang-undangan tentang Pancasila telah diatur dalam TAP MPRS No. 20 Tahun 1966 Juncto TAP MPR No. 5/MPR Tahun 1973, TAP MPR Nomor 9 Tahun 1978 dan TAP MPR Nomor 3 Tahun 2000 beserta beberapa Undang-Undang turunannya sudah sangat memadai. (Lebih lengkapnya bisa di baca dalam website suaramuhammadiyah.id)

MUI Menolak

Terakhir, dikutip dari kumparan.com bahwa MUI menolak RUU HIP dengan mengatakan “Keberadaan RUU HIP patut dibaca sebagai bagian dari agenda itu, sehingga Wajib RUU HIP ini ditolak dengan tegas tanpa kompromi apa pun”.

Baca Juga  Sembilan Warisan Gus Dur Yang Patut Diteladani

Kami pantas mencurigai bahwa konseptor RUU HIP ini adalah oknum-oknum yang ingin membangkitkan kembali paham dan Partai Komunis Indonesia, dan oleh karena itu patut diusut oleh yang berwajib.

“Bila maklumat ini diabaikan oleh pemerintah, maka kami Pimpinan MUI Pusat dan segenap Pimpinan MUI Provinsi se-Indonesia mengimbau umat Islam Indonesia agar bangkit bersatu dengan segenap upaya konstitusional untuk menjadi garda terdepan dalam menolak paham komunisme dan berbagai upaya licik yang dilakukannya,” pungkas Anwar Abbas Sekretaris Jendral MUI.

Editor: Yahya FR
Avatar
3 posts

About author
Ketua Umum PC IPM Ilir Timur 1 Palembang | Mahasiswa S1 Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Raden Fatah Palembang
Articles
Related posts
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…
Perspektif

Cara Menahan Marah dalam Islam

8 Mins read
Marah dalam Al-Qur’an Marah dalam Al-Qur’an disebutkan dalam beberapa ayat, di antaranya adalah QS. Al-Imran ayat 134: ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ…
Perspektif

Mengapa Narasi Anti Syiah Masih Ada di Indonesia?

5 Mins read
Akhir-akhir ini kata Syiah tidak hanya menjadi stigma, melainkan menjadi imajinasi tindakan untuk membenci dan melakukan persekusi. Di sini, Syiah seolah-olah memiliki keterhubungan yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *