Matan – Pemikiran dan pengetahuan keislaman telah menyebar dalam literasi keilmuan berbahasa Arab. Banyak teori dan konsep pada kajian keislaman dituturkan dengan tradisi pemaparan yang cukup berbeda dengan buku modern.
Satu produk yang disajikan dalam satu kitab, dijelaskan pada karya setelahnya, dan diberi penjelasan atau komentar pada kitab yang berbeda pula. Matan dijelaskan oleh syarah dan kalimat yang dianggap penting diberi komentar sehingga maksud redaksi menjadi terang maksudnya.
Contohnya dalam salah satu produk kitab fikih mazhab Syafi’i dikenal matan Qurrah al-‘Ain diberi syarah Fath al-Mu’in oleh penyusun yang sama yaitu Syekh Zainuddin al-Malibari. Kitab ini kemudian diberi komentar atau penjelasan pendukung oleh Syekh Abu Bakar Syatha al-Dimyati.
Konsep Umum tentang Matan
Istilah matan banyak dikenal pada ilmu hadis. Matan merujuk pada redaksi hadis atau isi dari informasi yang diriwayatkan oleh perawi. Matan biasanya berisi informasi baik singkat maupun panjang tergantung pada validitas keterkaitan penuturan antar perawi.
Dalam kajian bahasa, kata matan berarti asal, kosakata, dan lafaz. Hal ini berkaitan dengan penampilan redaksi dari ujaran dan teks. Setiap kata yang ditulis menunjukkan makna matan.
Adapun pada istilah khusus produk kitab, matan dimaknai sesuatu yang berbeda dari syarah dan hasyiyah. Matan menjadi teks aslinya yang diberikan penjelasan dan biasanya dihubungkan dengan hasyiyah (Kamus al-Ma’any, 2021)
Matan diketahui pula menjadi istilah untuk pemaparan teks keilmuan yang dipaparkan ringkas, karena di dalamnya mengandung berbagai permasalahan dan teks pokok untuk dijelaskan. Matan ditujukan pada redaksi pada risalah yang kecil yang mudah diucapkan dengan pemaknaan yang bagus.
Ciri Matan
Ia berciri teks yang ringkas namun penuh makna. Bentuknya dapat berupa redaksi naratif (natsr) atau nazhm. Bentuk nazhm sering kita lihat pada bentuk bait atau qafiyah.
Matan sering dihubungkan pada kitab yang ringkas menjadi rujukan pokok yang beredar antara guru dan murid. Matan al-Ajurumiyah dalam ilmu nahwu dan Matan al-Ghayah wa al-Taqrib dalam ilmu fikih sering dijadikan rujukan utama dan corak pemaparannya ringkas.
Karena sering muncul menjadi rujukan utama pada dasar keilmuan, matan dibedakan dengan syarah. Adapun syarah yang mengandung penjelasan setiap teks matan pada dua contoh matan adalah Syarah Mukhtashar Jiddan dan Syarah ibn Qasim al-Ghazi.
Pada umumnya, cirinya terletak pada ringkasnya paparan, namun mengandung ragam makna. Terkait dengan rujukan yang digunakan pada pembelajaran, matan berisi kaidah penting dalam ilmu yang disusun. Susunan katanya sedikit agar mudah dihapal. Ringkasnya teks berkaitan dengan kriteria dan konten ilmu yang disajikan dengan lugas.
Secara historis, telah banyak matan yang ditulis pada ulama. Pada zaman dulu, matan sering disandingkan dengan mukhtashar. Pada pemikiran Hanabilah, ditemukan Mukhtashar al-Kharaqi yang disusun oleh Syekh Umar bin Hasan al-Kharaqi (w.334 H).
Membaca Matan
Matan dibaca harus dengan teliti. Teks yang ringkas, padat, dan lugas, tidak serta merta dapat dipahami langsung. Struktur teks yang padat dengan beberapa fungsi kalimat (i’rab) bisa jadi mengandung makna yang beragam.
Pembaca dapat memahaminya dengan analisis setiap teks, artikel, maupun keterangan kalimat. Begitu pun susunan kalimatnya, hendaknya dipahami awalnya melalui analisis i’rab.
- Pahami makna setiap teks (lafazh)
Matan dibentuk melalui teks. Teks cukup beragam, yang di dalamnya terdapat nomina (ism), kata kerja (fi’l), artikel (huruf), dan kata keterangan (zharf). Setiap teks punya makna sendiri.
Penggunaan kamus dapat membantu menemukan makna yang tepat. Terlebih, bentuk kata kerja yang cukup beragam, pasti akan menentukan perbedaan makna.
Bentuk muta’addi, lazim, ma’lum, majhul, lalu perubahan bentuk kata dengan tambahan hamzah, ta, sin, dan tasydid, turut membedakan makna. Pengetahuan terhadap struktur kata (sharf) menjadi sangat membantu.
***
- Telaah setiap redaksi kalimat (kalam)
Kata dirangkai dan diuntai menjadi kalimat. Di dalamnya, terdapat ragam kata. Struktur dan fungsi kalimat (‘i’rab wa jumlah) menjadi pola tertentu pada redaksi yang disajikan.
Pemahaman mengenai fungsi kalimat seperti mubtada’, khabar, fa’il, maf’ul bih, hal, tamyiz, dan fungsi lain dalam tata bahasa Arab tidak bisa dihindari.
Kumpulan makna pada setiap redaksi tersebut akan membuahkan pemahaman terhadap teks yang dibaca. Pembaca dapat menerapkan pula kaitan makna pada paparan jumlah ismiyyah dan fi’liyyah.
Proses memberikan makna pada matan biasanya dibaca oleh kyai dan disalin oleh murid. Untuk pemula, proses seperti ini memudahkan murid dalam membaca ulang, menelaah, dan menarik makna.
Pembacaan seperti ini mengaitkan pula transmisi ilmu murid ke gurunya, ke gurunya, dan seterusnya sampai pada penulis. Begitu pula pada keberkahan dan harapan kemanfaatan ilmu.
Sering terdengar di antara kita ada yang berdoa nafa’ana Allah bi ‘ilmihi (semoga Allah Swt memberikan manfaat kepada kita berkat ilmunya).
Editor: Yahya FR