Perspektif

Maulid Nabi: Keteladanan Nabi Muhammad dan Semangat Nilai Profetik

4 Mins read

Tepat pada 19 Oktober kemarin, umat Islam dunia menyambut gembira hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ya, peringatan Maulid Nabi, begitu umat Islam Indonesia menyebutnya.

Dalam kultur masyarakat Indonesia yang beragam, kegiatan ini kerapkali mengundang kontroversi. Apakah peringatan ini diperbolehkan atau tidak? Namun, sebagai umat Islam yang cerdas, tentu kita tidak boleh bersifat radikal-ekstrem terhadap apa yang kita pahami. Sikap dan perilaku moderatlah yang harus kita kemukakan di tengah perbedaan ini.

Sosok Nabi Muhammad

Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang kita ketahui adalah khatimul anbiya’ (penutup dari pada nabi), sebagai utusan terakhir dari Allah SWT untuk memberi kabar gembira sekaligus peringatan kepada umat manusia akan pedihnya azab api neraka.

Sebagai seorang Nabi dan Rasul, Muhammad bin Abdullah diberi wahyu oleh Allah SWT melalui perantara malaikat Jibril. Wahyu yang kemudian ditulis dan dikumpulkan menjadi lembaran-lembaran suci bernama Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai kitab suci dan kalam ilahi menjadi pedoman utama hidup kita di dunia lewat risalah kerasulan Nabi Muhammad SAW.

Kemudian, selama masa hidupnya pun Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang sangat berpengaruh dalam perubahan sosial pada masa hidupnya, bahkan sampai saat ini dan selamanya.

Seorang astrofisikawan asal Amerika, Michael H Hart–beragama Nasrani-menyebutkan dalam buku yang ditulisanya pada tahun 1978 dengan judul “The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History” bahwa Nabi Muhammad SAW adalah orang nomor satu paling berpengaruh di dunia sepanjang sejarah dunia.

***

Buku ini bercerita tentang 100 orang yang sangat berpengaruh sepanjang sejarah umat manusia. Setidaknya ada dua hal mendasar yang membuat Michael H Hart memutuskan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah manusia paling berpengaruh di muka bumi ini.

Baca Juga  Prof Baroroh Baried (5): Fungsi Wanita dalam Pembinaan Rumah Tangga

Pertama, Nabi Muhammad SAW memiliki peranan penting bagi pengembangan Islam dibandingkan Nabi Isa AS dengan Nasrani. Kedua, Nabi Muhammad bukan saja pemimpin agama, tetapi pemimpin dunia. Fakta menunjukkan, pengaruh kepemimpinan politik Rasulullah selalu berada dalam posisi terdepan sepanjang waktu.

Lebih dari pada itu, Allah SWT juga telah berfirman dalam Al-Qur’anul Karim Q.S Al-Ahzab ayat 21 yang artinya,“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.

Maka sudah jelaslah bagi kita semua, bahwa tidak ada manusia di dunia ini yang dapat menandingi kemuliaan Nabi Muhammad SAW dan sudah sepantasnnya menjadi central sample umat manusia dalam kehidupan individu atau kolektifnya.

Menerjemah Maulid Nabi dengan Nilai Profetik

Maulid Nabi Muhammad SAW yang diperigati tahun ini, tentunya harus dibarengi dengan refleksi yang baik. Rasulullah sebagai manusia nomor satu berpengaruh dalam sejarah umat manusia dan juga suri teladan paripurna di dunia, tentu harus tetap dikukuhkan dan dilanggengkan sampai kapanpun.

Semakin jauhnya umat manusia hidup di muka bumi ini dari zamannya Rasulullah, tidak menutup kemungkinan juga terkikisnya nilai-nilai kenabian itu dalam diri masing-masing. Tidak luput kita pungkiri, bahwa umat manusia kerapkali terlena dan bahkan lupa dengan kemuliaan Nabi Muhammad SAW.

Maka, dalam rangka syi’ar dakwah Islam dan juga pada momen Maulid Nabi Muhammad SAW ini. Kita perlu kiranya merefleksikan itu sebagai upaya tadabbur dan juga tafakkur terhadap diri sendiri. Salah satu upayanya adalah dengan melihat kembali nilai-nilai profetik yang ada dalam diri Rasulullah sebagai pedoman dan juga pegangan bagi kita hidup di zaman yang edan ini.

Baca Juga  Inilah Dua Panembahan Nusantara: Syaikhana Kholil dan HOS Tjokroaminoto

***

Profetik berasal dari bahasa Inggris yaitu Prophet yang berarti Nabi. Profetik adalah sifat-sifat kenabian yang terangkum dalam setiap ucapan, tindakan, bahkan diamnya nabi. Sehingga nilai profetik adalah nilai-nilai mulia kenabian sebagai tokoh pembebasan umat manusia dan hendaknya menjadi contoh bagi kita dalam kehidupan.

Jauh lebih dalam dari pada itu, dalam buku “Paradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi” mengulas gagasan Kuntowijoyo tentang teori sosial yang disebut sebagai Ilmu Sosial Profetik dan kemudian disingkat dengan ISP (Kuntowijoyo, 2017).

Ilmu Sosial Profetik ini diilhami dari firman Allah S.W.T dalam Q.S Ali Imran (3) ayat 110 yang  artinya,Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik”.

Sebagai seorang cendekiawan muslim. Kuntowijoyo mencoba menafsirkan ayat ini dengan perspektif keintelektualannya, terutama pada pencarian kemungkinan integrasi antara Islam dan Ilmu Pengetahuan (Ilmu Sosial). Beliau meyakini bahwa Ilmu Sosial Profetik dapat menjadi rujukan dalam transformasi sosial yang berlandaskan pada nilai-nilai kenabian.

Selain itu, ternyata Ilmu Sosial Profetik juga diilhami dari kupasan Muhammad Iqbal–Tokoh Pembaharu Islam-pada peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW Saat peristiwa itu, Rasulullah lebih memilih untuk kembali ke bumi demi memperbaiki permasalahan sosial dan berusaha untuk melakukan perubahan jalannya sejarah umat manusia dari pada memilih ketentraman di sisi Allah SWT.

Tiga Pilar Utama ISP

Dalam Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo atas penafsirannya terhadap Q.S. Ali-Imran (3) ayat 110 ini terdapat 3 pilar utama dari misi Islam yang bersifat universal. Yakni, humanisasi (emansipasi), liberasi, dan transendensi.

Gagasan teori sosial ISP Kuntowijoyo ini sepintas menggemakan teori sosial kritis Mazhab Frankfurt yang hanya menekankan pada dimensi humanisasi dan liberasi saja. Sedangkan ISP ini menumbuhkan dimensi transendensi sebagai salah satu pilar penting dalam menjemput transformasi sosial.

Baca Juga  Sosok Oposisi Itu Bernama Rocky Gerung

Pertama, pilar humanisasi (emansipasi) –amar makruf-merupakan ikhtiar untuk memposisikan manusia sebagai manusia seutuhnya yang menjadi aktor dalam kehidupan di alam semesta. Gelombang proses perkembangan zaman hari ini, Seolah mengisyaratkan manusia cenderung mengalami reduksivitas fungsi dan haknya dalam struktur sosial.

Kedua, pilar liberasi -nahyi mungkar-adalah proses pembebasan manusia dari segala bentuk penindasan. Pembebasan manusia dari tirani kemiskinan, penindasan, penghisapan, dan seterusnya.

Ketiga, pilar transendensitu’minuna billah-yakni kesadaran transendental terhadap hakikat kemanusiaan ditengah pelbagi kemelut yang melanda umat manusia.

Maulid Nabi: Momentum Semangat Transformasi Sosial

Pembaca yang budiman, sudah sejatinya kita dapat mengambil ibrah pada peringatan Maulid Nabi tahun ini. Sudah seharusnya kita menjadikan spirit hari kelahiran Nabi Muhammad SAW ini dengan upaya-upaya internalisasi nilai-nilai profetik dalam diri sendiri dan mengobjektifikasikannya dalam kehidupan sosial dalam rangka mewujudkan Islam Berkemajuan.

Ilmu Sosial Profetik Kuntowijoyo sebagai rumusan teori sosial dalam rangka mencari jalan keluar dari pergolakan zaman hari ini. Perlu menjadi sebuah rujukan dalam tindakan sehari-hari, apalagi dalam konteks gerakan sosial yang menginginkan tatanan yang lebih baik dalam kontruksi masyarakat.

Pilar-pilar humanisasi (emansipasi), Liberasi, dan transendensi perlu kita implementasikan sebagai bentuk meneladani Nabi Muhammad SAW.

Akhirul Kalam, penulis menyadari banyaknya kekurangan dalam tulisan ini. Maka, penulis akan sangat bersenang hati jika ada kritik konstruktif terhadap isi tulisan ini. Wallahu a’lam

Editor: Saleh

Ramadhanur Putra
12 posts

About author
Ramadhanur Putra, lahir di Matur, Kab.Agam, Sumatera Barat pada 14 November 2001. Rama menempuh pendidikan dasar di kampung halaman, kemudian mondok di Ponpes Tahfidzul Quran Muallimin Muhammadiyah Sawah Dangka. Selama sekolah, Rama aktif di Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan mengakhiri pengabdiannya pada tahun 2020 sebagai Ketua Umum PD IPM Bukittinggi. Sekarang Rama kuliah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Program Studi PAI. Ia juga aktif di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, menjadi bagian dari forum diskusi ‘Komunal_YK’, alumni SILAM Angkatan II (Sekolah Pemikiran Islam) dan juga forum Baret Merah Angkatan XX di Sukoharjo, Jawa Tengah.
Articles
Related posts
Perspektif

Tak Ada Pinjol yang Benar-benar Bebas Riba!

3 Mins read
Sepertinya tidak ada orang yang beranggapan bahwa praktik pinjaman online (pinjol), terutama yang ilegal bebas dari riba. Sebenarnya secara objektif, ada beberapa…
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds