Dimulai tanggal 25 November yang diperingati sebagai Hari Anti Kekerasan Perempuan Internasional, serangkaian 16 hari dimulai dari waktu tersebut, dan berakhir pada tanggal 10 Desember. Aksi kampanye yang diusung oleh Komnas Perempuan tidak lain adalah sebagai bentuk nyata perhatian penuh terhadap permasalahan kekerasan perempuan yang tidak pernah selesai dan selalu meningkat dalam tiap tahunnya.
Penelitian tentang Kekerasan terhadap Perempuan
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nurmawati dan Any Sundary (2014), mengungkapkan bahwa paling sedikit satu di antara lima penduduk perempuan di dunia, suatu saat dalam hidupnya, pernah mengalami kekerasan fisik atau seksual yang dilakukan oleh laki-laki.
Pada tahun 1998, kekerasan terhadap perempuan merupakan penyebab kematian ke-10 terbanyak di dunia pada golongan wanita usia subur. Dari sekitar 50 survei penduduk di seluruh dunia, 10-50% perempuan mengaku pernah dipukul atau disakiti secara fisik oleh pasangannya pada suatu saat dalam hidupnya. Ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan sangat rentan sekali terjadi, tidak hanya di Indonesia. Bahkan, isu tersebut menjadi masalah global yang belum ada penyelesaiannya.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan data dari Komnas Perempuan melalui catatan tahunan 2020, tercatat 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan yang terdiri dari 421.752 kasus bersumber dari data kasus/perkara yang ditangani Pengadilan Agama, 14.719 kasus yang ditangani lembaga mitra pengada layanan yang tersebar sepertiga provinsi di Indonesia, dan 1419 kasus dari Unit Pelayanan dan Rujukan (UPR), unit yang yang sengaja dibentuk oleh Komnas Perempuan untuk menerima pengaduan korban yang datang langsung maupun menelepon ke Komnas Perempuan.
Dari 1419 pengaduan tersebut, 1.277 merupakan kasus berbasis gender, dan yang tidak berbasis gender 142 kasus. Data kekerasan yang dilaporkan mengalami peningkatan signifikan sepanjang 5 tahun terakhir.
Melihat fenomena yang mengerikan demikian, bagaimana kekerasan perempuan ini terjadi?
Jika kita melihat berbagai definisi yang dipahami, kekerasan terhadap perempuan bisa terjadi dalam berbagai bentuk.
Pertama, kekerasan fisik, seksual dan psikologis dalam keluarga. Kedua, kekerasan fisik seksual dan psikologis yang terjadi dalam masyarakat luas. Ketiga, kekerasan fisik, seksual, dan psikologis, yang dilakukan dan/atau dibenarkan oleh negara.
Penyebab Kekerasan terhadap Perempuan
Ada banyak sekali sebab kekerasan perempuan ini bisa terjadi, di antaranya: relasi kuasa, faktor ekonomi, dan faktor pemahaman agama. Relasi kuasa dalam budaya patriarki yang masih berkembang pada budaya kita menuntut pemahaman bahwa perempuan adalah kelas kedua yang tidak sama dengan laki-laki. Kedudukan perempuan dalam pandangan masyarakat masih sangat rendah.
Kepercayaan masyarakat yang masih minim terhadap perempuan dalam menanggung beban dan tanggung jawab yang berat berimplikasi terhadap sikap yang ditunjukkan dalam memperlakukan perempuan.
Sehingga, mindset yang tertanam dalam masa silam beranggapan bahwa laki-laki tidak boleh memiliki peran lebih rendah daripada perempuan. Ia harus lebih tinggi daripada perempuan. Relasi kuasa semacam ini tidak sedikit menimbulkan sikap dan perilaku yang tidak senonoh terhadap perempuan.
Selanjutnya, faktor ekonomi bisa menjadi alasan kekerasan perempuan terjadi. Kekerasan perempuan yang terjadi dalam rumah tangga, tidak jarang pendapatan laki-laki yang lebih tinggi daripada perempuan membuat ia bertindak sesuai kehendaknya.
Tidak hanya itu, apabila seorang suami dalam keluarga tidak punya penghasilan, ataupun pendapatan yang rendah hingga tidak memiliki pekerjaan. Faktor kemiskinan semacam ini bisa membuat laki-laki melakukan kekerasan terhadap perempuan.
Tidak hanya itu, faktor pemahaman agama seringkali juga bisa menjadi pemicu terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Masih familiar dalam pemahaman kita, persoalan hadis tentang kepemimpinan sebuah negara yang diberikan kepada perempuan akan berakibat suatu kefatalan. Tidak hanya itu, ada beberapa hadis yang menggambarkan bahwa perempuan merupakan sumber kejahatan yang yang diidentikkan dengan hawa nafsu dan menjadi penyebab laki-laki masuk neraka.
Hadis tersebut selalu menjadi alasan kuat untuk dijadikan legitimasi bahwa perempuan tidak diperkenankan untuk melakukan aktivitas di publik. Mereka akan menempatkan posisi perempuan rendah akibat pemahaman hadis tersebut. Sehingga perilaku yang tidak ramah terhadap perempuan ditampilkan sebagai akibat dari pemahaman yang terbangun.
Islam yang Memuliakan Perempuan
Padahal, sesungguhnya Islam sangat memuliakan perempuan dari segi peran, kemerdekaan dirinya, dan lain-lain. Islam adalah agama yang ramah terhadap seluruh isi alam semesta, termasuk perempuan. Dengan demikian, tidaklah benar ketika agama dijadikan landasan untuk melakukan kekerasan terhadap perempuan.
Fenomena kekerasan terhadap perempuan yang terus meningkat menuntut kita untuk memiliki kesadaran kolektif dengan berbagai pihak. Menciptakan lingkungan yang responsif gender adalah tugas kita bersama selaku manusia yang masih menjunjung kemerdekaan hidup atas manusia lainnya.
Editor: Zahra