‘Indonesia sedang berduka’. Saya kira kalimat tersebut tidak berlebihan untuk menggambarkan kondisi Indonesia di awal tahun 2021. Seperti yang sudah diketahui oleh masyarakat luas, bahwa Indonesia saat ini sedang dilanda banyak peristiwa yang memilukan. Salah satunya dimulai dari tragedi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ182, di sekitar Kepulauan Seribu, yang banyak memakan korban jiwa.
Selain itu, peristiwa memilukan di Indonesia bukan hanya terjadi pada kecelakaan transportasi. Namun, peristiwa memilukan lainnya adalah banyaknya bencana alam yang terjadi. Menurut data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana, sejak 1 sampai 21 Januari 2021, sudah terjadi 185 bencana alam di berbagai daerah Indonesia. Secara umum, bencana alam yang terjadi didominasi oleh banjir, tanah longsor, dan puting beliung.
Saya pribadi yang melihat rentetan terjadinya bencana alam di daerah Indonesia, membuat diri saya menjadi ketir. Bukannya tanpa alasan, sebab saya merasa bahwa bumi Indonesia sedang berada dalam kondisi ‘sakit’, terutama dengan kondisi alamnya yang sudah carut-marut. Dengan kondisi alam yang seperti itu, membuat saya teringat kembali dengan novel berjudul Dunia Anna, yang ditulis oleh Jostein Gaarder.
Sebenarnya, saya sudah membaca novel tersebut pada awal tahun 2020. Kendati sudah cukup lama membacanya, tetapi saya masih kagum dengan isi novelnya, yang menurut pandangan saya ada korelasi jika digunakan untuk menganalisis kondisi di Indonesia saat ini.
Pelajaran dari Novel Dunia Anna
Novel Dunia Anna merupakan sebuah novel filsafat yang menceritakan tentang semesta alam. Ada dua tokoh utama di dalam novelnya, yang bernama Anna dan Nova. Anna merupakan nenek buyut dari Nova. Dan, Nova sendiri digambarkan hidup di tahun 2082. Sehingga, penyajian ceritanya menggunakan alur maju-mundur.
Yang menarik dari cerita novel Dunia Anna, terletak pada isi ceritanya yang menceritakan tentang kerusakan lingkungan. Hal tersebut, terlihat dari Nova yang semasa hidupnya sering merasa resah saat melihat kondisi lingkungannya yang mulai rusak. Maka, dengan adanya kerusakan lingkungan, ia membuat Nova menganggap jika buminya tidak lagi indah.
Penyebab utama dari kerusakan lingkungan, yakni berasal dari perilaku manusianya sendiri. Manusia tidak pernah mau menjaga kekayaan alam yang sudah diberikan oleh Tuhan. Oleh sebab itu, manusia sering melakukan eksploitasi lingkungan secara berlebihan, dengan cara menebang pohon dan tidak mau melakukan reboisasi.
Dampak dari adanya perilaku manusia yang tidak mau menyayangi lingkungannya, justru berakibat pada kehidupan manusianya sendiri. Dampak yang paling fundamental ialah sering terjadi bencana alam, semisal bencana banjir. Terjadinya bencana banjir diakibatkan oleh volume air di bumi meningkat seiring mencairnya es di Kutub, ditambah lagi jumlah pohon semakin berkurang. .
Merefleksikan Kerusakan Alam Kini
Menurut penilaian saya, cerita yang disajikan dalam novel Dunia Anna membuat saya seperti melihat kondisi yang ada di Indonesia. Di Indonesia sendiri, perilaku manusianya serupa dengan apa yang terjadi dalam Dunia Anna, yaitu tidak mau merawat kekayaan alamnya dengan baik. Justru sebaliknya, masyarakat Indonesia lebih gemar untuk merusak pohon yang ada di hutan, baik dengan cara ditebang atau dibakar.
Bisa dilihat sendiri, seiring berjalannya waktu, jumlah lahan hijau yang ada di Indonesia semakin menipis. Lebih tragisnya lagi, menurut data dari Forest Watch Indonesia, sepanjang tahun 2013-2017, laju kehilangan penutupan hutan di Indonesia mencapai 1,47 juta hektare. Sebuah angka yang fantastis ketika pohon-pohon di hutan dengan banyak manfaatnya, harus sirnah di tangan manusia yang tidak bertanggung jawab.
Terjadinya perusakan hutan oleh manusia dilakukan hanya untuk sekadar mengejar profit. Bisa dibayangkan, jika pohon yang ada di hutan ditebang dan kemudian diperjual belikan, tentunya akan menghasilkan banyak pundi uang. Lebih dari itu, perusakan hutan juga dilakukan untuk alih fungsi lahan menjadi tempat industri atau perumahan.
Dengan adanya kondisi perilaku masyarakat Indonesia yang masih minim akan arti penting menjaga lingkungan, tidak mengherankan ketika musibah banjir dan tanah longsor sering terjadi di awal tahun ini. Belum lagi, permasalahan polusi udara di Indonesia yang rasanya sulit untuk dihilangkan. Mengingat jumlah ruang hijau yang ada sekarang lebih sedikit, daripada jumlah kendaraan bermotor dan pabrik.
Pertanyaan dilematisnya, apakah masyarakat Indonesia mau mengubah sikapnya agar lebih menyayangi lingkungannya? Mungkin saja bisa, salah satunya dengan cara membaca novel Dunia Anna. Karena, bagi saya, novel tersebut bisa mengetuk hati dan pikiran agar bisa mencintai lingkungan. Tetapi, apabila hati dan pikirannya tidak terketuk, itu artinya bumi Indonesia akan tetap berada dalam kondisi “sakit” untuk tahun-tahun selanjutnya.
Editor: Shidqi Mukhtasor