Muhammad Iqbal merupakan salah satu filsuf yang membahas mengenai keberadaan Tuhan. Iqbal lahir di Sialkot, Punjab, India pada tanggal 9 November 1876. Ia tumbuh dengan baik dalam keluarga yang taat pada agama dan sedari kecil Iqbal dididik oleh ayahnya sendiri yang bernama Nur Muhammad. Ia mempelajari Al-Qur’an di sebuah maktub.
Latar Pendidikan Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal melanjutkan pendidikannya di Scottish Mission School dengan mempelajari agama, bahasa Arab, dan bahasa Prancis yang dibimbing oleh Mir Hasan. Setelah lulus, ia melanjutkan studinya di salah satu universitas di India yaitu di Goverment College. Di sini Iqbal berhasil mendapatkan gelar M.A. pada tahun 1905. Kemudian di Cambridge University, Inggris, ia mempelajari filsafat. Selang beberapa tahun, Iqbal kemudian pindah ke Jerman tepatnya di kota Munich.
Disertasi Iqbal yang berjudul The Development of Metaphysics in Persia ini berhasil membuatnya menyandang gelar Ph.D. dalam bidang tasawuf. Di Eropa, Iqbal tinggal selama tiga tahun. Selain menjadi dosen, ia juga telah berhasil menjadi advokat setelah ia kembali dari Munich. Karya terbesarnya dalam bidang filsafat yang berjudul The Recontruction of Religius Thought in Islam yang berisi merupakan kumpulan ceramahnya.
Muhammad Iqbal merupakan salah satu inspirator kemerdekaan Pakistan pada tahun 1947 dan dipelopori oleh sahabatnya Muhammad Ali Jinnah. Tetapi Iqbal sendiri belum mengalami kemerdekaan Pakistan karena ia meninggal pada waktu usia 60 tahun pada tanggal 21 April 1938. Pemikiran Iqbal ini cenderung positif. Di Inggris ia pernah mendapatkan gelar Sir. Tokoh yang berpengaruh dalam kehidupan Iqbal yaitu Thomas Walker Arnold, Jalaluddin Rumi, Sayid Ahmad Khan, Friedrich Nietzche, Henry Bergson, dan Goethe.
Muhammad Iqbal sebagai Seorang Eksistensialis
Sebenarnya Muhammad Iqbal ini lebih cenderung sebagai filsuf eksistensialis dibandingkan sebagai teolog. Hal ini bukan berarti Iqbal tidak menyinggung mengenai ilmu kalam. Salah satu pemikirannya yaitu mengenai pembuktian eksistensi Tuhan. Ada beberapa argumen yang ditolak oleh Iqbal dalam membuktikan keberadaan Tuhan, yaitu ontologis, kosmologis, dan teleologis. Tetapi landasan teologis yang bersifat imanen (tetap ada) ini masih dapat diterima oleh Iqbal.
Menurut Muhammad Iqbal, pengalaman beragama atau intuisi merupakan cara untuk membuktikan keberadaan Tuhan. Pengalaman beragama atau intuisi dan pengalaman indrawi ini memiliki kesamaan, yaitu sebagai alat untuk mecari suatu kebenaran. Dengan keyakinan yang rasional, manusia mampu memahami dan mendekati Tuhan. Dalam membuktikan keberadaan Tuhan, Iqbal menekankan pada dalam diri kita sendiri dan bukan sesuatu dari luar diri kita sendiri.
Menurut Iqbal, sifat-sifat yang dimiliki Tuhan telah menjelma ke dalam pribadi asing-masing. Dengan begitu, jika kita sebagai manusia ingin lebih dekat dengan Tuhan haruslah kita menanamkan sifat-sifat yang dimiliki Tuhan ke dalam diri kita. Tuhan memang tidak dapat kita jangkau secara fisik maupun indrawi dan tidak dapat dijangkau dengan rasio, tetapi Tuhan dapat kita pahami atau kita rasakan melalui hati kita.
Metode Pembuktian Keberadaan Tuhan Muhammad Iqbal
Mengenai rasio, Iqbal menentang pendapat Immanuel Kant dan memiliki pendapat sendiri. Dalam membuktikan keberadaan Tuhan menurut Iqbal rasio memiliki peran dalam hal ini. Pengetahuan yang didapat melalui intuisi akan diolah oleh rasio dan akan menjadi sesuatu keyakinan yang rasional. Rasio menurut Iqbal mampu mengungkap pengetahuan tentang Tuhan melalui intuisi.
Tuhan pertama kali membuktikan keberadaan-Nya tidaklah berasal dari luar diri manusia, melainkan berasal dari pribadi manusia sendiri yang disebut ego. Dengan mengenal diri kita sendiri, manusia dapat mencapai intuisinya.
Mengenal diri sendiri memiliki hakikat, yaitu membuktikan keberadaan Tuhan. Dasar pengetahuan mengenai Tuhan adalah pengalaman beragama dan dapat diterima oleh akal, karena hal ini yang dapat menghubungkan manusia secara langsung kepada Tuhan.
Posisi Pengalaman Beragama dalam Pengetahuan Keberadaan Tuhan
Dalam membuktikan keberadaan Tuhan melalui pengalaman beragama atau intuisi ini tidak ada sedikit keraguan. Tidak ada sedikit keraguan karena di dalam Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa pengalaman beragama itu penting dalam kehidupan manusia untuk memperoleh sebuah pengetahuan.
Manusia memerlukan akal dan indra untuk dapat meninjau tanda-tanda yang telah diperlihatkan oleh Tuhan dan harus melalui intuisi atau hati untuk meyakinkannya.
Manusia tidak akan menemukan pembuktian tentang Tuhan yang berasal dari luar dirinya, tetapi manusia dapat menemukan keberadaan Tuhan dalam dirinya sendiri dengan pengalaman beragama atau intuisi. Jika kita telah menemukan keberadaan Tuhan, kita sebagai manusia sebaiknya menyerap sifat-sifat Tuhan ini ke dalam dirinya sendiri. Tetapi jangan sampai membiarkan diri kita sendiri melebur menjadi satu dengan Tuhan karena keberadaan kemanusiannya akan menjadi hilang.
Menurut Muhammad Iqbal, intuisi atau hati ini dapat membawa manusia pada Kebenaran Mutlak (Tuhan). Intuisi dapat melihat dan dalam menafsirkan sesuatu ia tidak pernah salah atau melenceng jauh dari kesalahan. Manusia yang telah meresap sifat-sifat Tuhan ke dalam diri sendiri, maka akan tumbuh ego. Muhammad Iqbal menyebut ego dengan sebutan khudi.
Muhammad Iqbal berpendapat bahwa wahyu merupakan suatu ekstansi dan pengalaman batin. Dengan ekstansi batin ini Allah akan membuka diri kepada manusia yang telah melakukan perjalanan spiritual melalui intuisi atau hati. Untuk membuktikan atau mengetahui keberadaan Tuhan, penulis setuju dengan pendapat Muhammad Iqbal bahwa Tuhan hanya dapat diketahui dengan pengalaman beragama melalui intuisi.