Fikih

Mencicipi Makanan, Batalkan Puasa?

3 Mins read

Memastikan masakan pas di lidah dan nyaman untuk dikonsumsi bagi seorang ibu rumah tangga adalah hal yang sangat lumrah. Apalagi hal itu dilakukan oleh seorang koki profesional yang kewajiban nya memastikan bahwa masakannya enak dan nyaman dikonsumsi orang banyak. Toh kita juga ndak ingin orang yang mengkonsumsi makanan kita kecewa dan balik kucing tidak jadi memakannya bukan?

Tentunya hal itu menjadi pemandangan yang lumrah apabila kita melakukan nya di luar bulan ramadhan. Sebab saat itu kita tidak dalam keadaan berpuasa. Tapi saat menjalankan puasa, keadaan nya bisa saja berbeda. Lantas bagaimana hukum orang yang mencicipi makanan saat bulan puasa?

Pendapat Imam Empat Madzhab

Islam adalah agama yang detail mengatur berbagai macam hukum manusia. Dari mulai yang terkecil sampai yang urusan lebih besar. Termasuk diantaranya adalah hukum yang berkaitan dengan cicip mencicipi makanan saat bulan puasa.

Dalam buku Fiqh Perempuan yang ditulis oleh M Athiyyah Khumais, ada beberapa pendapat ulama yang menyatakan hukum mencicipi makanan saat puasa adalah makruh. Diantaranya mahdzab yang berkaitan dengan pendapat tersebut adalah

Pertama, Madzhab Hanafi mengatakan bahwa  bagi orang yang berpuasa mencicipi makanan apabila mungkin sampai ke dalam perutnya, baik puasanya puasa fardhu maupun puasa sunnah hukumnya adalah makruh. Kecuali dalam keadaan darurat, seorang perempuan boleh mencicipi makanan sekedar untuk mengetahui garamnya, apalagi jika  suami perempuan itu seorang lelaki yang kasar atau jahat perangainya. Yang jika salah sedikit saja, dapat menimbulkan masalah baru dalam rumah tangga.

Kedua, mahdzab Maliki mengatakan makruh bagi orang yang puasa mencicipi makanan, sekali pun dia yang memasak. Apabila dia mencicipnya, dia wajib meludahkannya kembali supaya tidak sampai ke kerongkongan. Jika makanan itu sampai ke kerongkongan tanpa sengaja, dia wajib mengqadha. Jika makanan itu sampai ke kerongkongan dengan sengaja, dia wajib mengqadha dan membayar kaffarah (denda) puasa Ramadhan.

Baca Juga  Tau Diri itu Penting dalam Memahami Masalah Fikih

Ketiga, mahdzab Syafi’i juga mengatakan makruh bagi orang puasa mencicipi makanan, kecuali bila sangat diperlukan. Umpamanya bagi seorang tukang roti dan sebagainya, maka tidak makruh.

Keempat, Mahdzab Hambali Makruh mencicipi makanan tanpa suatu keperluan yang mendesak. Apabila sangat diperlukan tidak makruh.

Kata Imam Ahmad bin Hanbal, “Saya lebih menyukai orang puasa yang tidak mencicipi makanan. Jika ia melakukannya tidak memberi mudharat, ya tidak mengapa.”

Diantara dalil yang memperbolehkan mencicipi makanan dan itu dikutip oleh beberapa imam madzhab untuk memberikan hukum bagi mereka yang mencicipi makanan saat bulan Ramdhan adalah firman Allah di dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 173 yang berbunyi

فَمَنِ ٱضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَآ إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dalam riwayat lain,  dari Al Hasan al Bashri ra, bahwa “Beliau berpandangan bahwa seorang yang berpuasa boleh mencicipi madu, minyak samin dan yang sejenis kemudian meludahkannya” ( HR Ibnu Abi Syaibah)

“Tidak mengapa mencicipi cuka atau makanan lainnya selama tidak masuk ke kerongkongan.” (HR Bukhari)

Hadist bukhari ini menjelaskan kepada kita  bahwa mencicipi makanan untuk mengetahui rasanya terlalu asin, manis, atau asam diperbolehkan asal tidak masuk ke kerongkongan atau bahkan lambung alias hanya sekedar mampir di lidah. Hal ini tentu saja dibutuhkan oleh orang-orang yang bekerja sebagai koki, ibu rumah tangga yang memasak, orang-orang yang menerima pesanan masakan, dan lain sebagainya.

***

Selain itu, penjelasan lain soal mencicipi makanan di bulan Ramadhan juga terdapat dalam kitab Hasyiyah Asy-Syarqawi Syarah Tuhfatut Thullab:

Baca Juga  ABK Indonesia Dilarung, Bagaimana Menurut Islam?

“Di antara sejumlah makruh dalam berpuasa ialah mencicipi makanan karena dikhawatirkan akan mengantarkannya sampai ke tenggorokan. Dengan kata lain, khawatir dapat menjalankannya lantaran begitu dominannya syahwat. Posisi makruhnya itu sebenarnya terletak pada ketiadaan alasan atau hajat tertentu dari orang yang mencicipi makanan itu. Berbeda lagi bunyi hukum untuk tukang masak baik pria maupun wanita, dan orang tua yang berkepentingan mengobati buah hatinya yang masih kecil. Bagi mereka ini, mencicipi makanan tidaklah makruh.”

*Tidak membatalkan, tapi….*

Dari penjelasan dan dalil dalil diatas. Kita bisa menyimpulkan bahwa hukum mencicipi makanan saat bulan puasa adalah makruh. Apalagi itu dilakukan oleh seorang koki yang harus memastikan makanan nya enak dan nyaman di konsumsi. Asal tidak sampai masuk ke dalam kerongkongan apalagi ke lambung. Atau hanya mencicipi ke lidah, cukup mengetahui rasanya dan di keluarkan kembali. Walaupun makruh, jika memungkinkan sebisanya dihindari apalagi dapat menyebabkan hawa nafsu dan membuat kita menelan makanan tersebut.

Satu kali dua kali boleh lah, yang Ndak boleh itu satu mangkok. Dan itu berarti bukan mencicipi, tapi makan besar, apalagi ditambah es teh manis. Hehe

Editor: Yahya FR
Related posts
Fikih

Hukum Memakai Kawat Gigi dalam Islam

3 Mins read
Memakai kawat gigi atau behel adalah proses merapikan gigi dengan bantuan kawat yang dilakukan oleh dokter gigi di klinik. Biasanya, behel digunakan…
Fikih

Hukum Musik Menurut Yusuf al-Qaradawi

4 Mins read
Beberapa bulan lalu, kita dihebohkan oleh polemik besar mengenai hukum musik dalam Islam. Berawal yang perbedaan pendapat antara dua ustadz ternama tanah…
Fikih

Hukum Isbal Tidak Mutlak Haram!

3 Mins read
Gaya berpakaian generasi muda dewasa ini semakin tidak teratur. Sebagian bertaqlid kepada trend barat yang bertujuan pamer bentuk sekaligus kemolekan tubuh, fenomena…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds