Perspektif

Mencoba Memahami Konsep Habitus, Kapital, dan Arena Pierre Bourdieu

3 Mins read

Pierre Bourdieu lahir di kota kecil pedesaan di Perancis tenggara pada 1930, Bourdieu tumbuh di rumah tangga kelas menengah-rendah. Pada awal 1950-an, dia belajar dan mendapat gelar dari fakultas pendidikan yang bergengsi di Paris, Ecole Normale Superieru. Bourdieu pernah mengajar sebentar di suatu sekolah tingkat provinsi, pernah mengikuti program wajib militer pada 1965 dan menghabiskan waktu dua tahunnya di Al-jazair bersama Tentara Prancis.

Bourdieu pernah mengikuti perkuliahan antropologi Levi-Strauss di College de France, dan sempat bekerja sebagai asisten dosen untuk sosiolog Raymond Aron. Bourdieu kemudian pindah ke Universitas Lille selama tiga tahun, dan kemudian menjabat sebegai Direktur di L’Ecole Practique Des Hautes pada tahun 1964.

Pada tahun-tahun berikutnya, Pierre Bourdieu menjadi tokoh utama di Paris, Prancis, dan pada akhirnya, namanya tersohor sebagai intelektual kelas dunia. Dimana karyanya mempunyai dampak terhadap sejumlah bidang yang berbeda, seperti bidang pendidikan, antropologi, dan sosiologi. Bourdieu meninggal pada 3 januari 2002 di usia 71 tahun (Teori Sosiologi, 2019, hlm. 578–579).

Habitus

Konsep utama dari Boudieu adalah konsep tentang habitus, yang dipahami sebagai sebuah kecenderungan sosial untuk berpikir atau bertindak dalam cara-cara tertentu (Teori Sosial: Masalah-masalah Pokok dalam Sosiologi, 2020, hlm. 239).

Konsep habitus Bourdieu lahir sebagai bentuk keterlibatannya dalam gejolak pertentangan yang terjadi di Paris pada tahun 1960-an, dengan bergabung dalam kelompok penyerangan terhadap dominasi aliran strukturalisme (objektivisme-objektivisme) dan aliran subjektivisme yang mengklaim bahwa subjek individu adalah satu-satunya agensi atau sumber tindakan sosial yang otonom (Teori Sosial dari Klasik sampai Postmodern, 2012, hlm. 212).

Pemerolehan sebuah habitus adalah konsekuensi langsung dari keterlibatan dalam hubungan sosial tertentu yang berulang-ulang. Habitus yang diperoleh oleh individu –melalui keterlibatan dalam rangkaian hubungan sosial yang spesifik– menyediakan struktur pengertian dan motivasi bagi manusia untuk hidup di dunia ini, serta mengorganisir tindakan-tindakan mereka.

Baca Juga  Kiamat Itu Masih Lama, Ini Bukti Ilmiahnya!
***

Singkatnya, habitus merupakan suatu sistem yang tersusun dari disposisi-disposisi yang dapat berubah urutannya dan bertahan lama, struktur-struktur yang tersusun yang diduga berfungsi sebagai struktur-struktur penyusun, tanpa adanya kesadaran dalam mencapai tunjuan dari sebuah tindakan sosial.

Konsep habitus Bourdieu ini tidak hanya bermakna tunggal, akan tetapi mempunyai sejumlah makna yang berbeda-beda. Pertama, habitus merupakan gaya hidup yang merepresentasikan kelas sosial tertentu. Kedua, habitus bisa berupa keterampilan yang menjadi tindakan praktis yang tidak selalu disadari sehingga tampak seperti suatu kemampuan yang terlihat alamiah, seakan-akan terberi oleh alam. Ketiga, habitus dapat berupa kerangka penafsiran untuk memahami dan menilai realitas sekaligus penghasil praktik-praktik kehidupan yang sesuai dengan struktur-struktur objektif.

Keempat, habitus menyangkut nilai-nilai yang dipraktikkan, misalnya sifat rajin, ulet, jujur, licik, cerdas, dan murah hati. Kelima, habitus merupakan struktur intern yang selalu dalam proses restrukturasi. Meskipun habitus merupakan struktur internal yang memberikan pilihan tindakan, tetapi habitus tidak menjadi determinan tindakan. Habitus sekadar menyarankan apa yang seharusnya dipikirkan orang dan apa yang seharusnya dipilih untuk dilakukan (Musarrofa, 2019, hlm. 38–39).

Kapital

Konsep lain yang terkenal dari Pierre Bourdieu adalah mengenai empat bentuk perbedaan kapital. Tidak hanya kapital ekonomi dalam makna kaku (seperti contoh bentuk kemakmuran, uang, kekayaan), namun juga kapital budaya (terdiri dari keakraban dengan, dan kemudahan dalam memanfaatkan bentuk-bentuk budaya yang dilembagakan yang ada di puncak hirearki budaya masyarakt, seperti bidaya kampus atau universitas).

Kemudian, kapital sosial yang terdiri dari relasi-relasi sosial yang bernilai diantara orang-orang (seperti jaringan, hubungan bisnis, hubungan sosial dalam masyarakat), dan terakhir adalah kapital simbolik yang berasal dari kehormatan dan prestise seseorang (seperti kebanggaan dan prestis) (Ningtyas, 2015, hlm. 155).

Kepemilikan keempat kapital ini tentu saja memberikan pengaruh pada habitus seseorang. Namun, penempatan keempat kapital tersebut haruslah disesuaikan dengan arena sosial tertentu dan dalam waktu yang tepat. Dikarenakan posisi agen atau individu di dalam arena itu ditentukan oleh jumlah dan bobot relatif kapital yang mereka miliki. Sehingga, kapitallah yang  memungkinkan orang (turut berperan) untuk mengendalikan nasibnya sendiri dan nasib orang lain.

Baca Juga  Mengapa Pelajar SMK sampai Aksi Turun ke Jalan?

Arena

Arena adalah konsep lain dari Pierre Bourdieu untuk menjelaskan gejala-gejala sosial, penuh mufakat yang bekerja secara otonom dengan hukumnya sendiri, misal arena politik, seni, agama, dan sebagainnya. Menurutnya, arena yang paling penting adalah arena kekuasaan (politik), dimana hirearki hubungan kekuasaan di dalam arena politis dapat membantu menstrukturkan semua arena lainnya.

Bourdieu menjelaskan proses tiga langkah untuk menganalisis suatu arena. Langkah pertama, yang mencerminkan keunggulan arena kekuasaan, ialah melacak hubungan setiap arena spesifik ke arena politis. Langkah kedua ialah memetakan struktur objektif relasi-relasi antarposisi-posisi yang ada di dalam arena itu. Langkah ketiga, analis harus berusaha menentukan hakikat habitus para agen yang menduduki aneka tipe posisi di dalam arena itu (Teori Sosiologi, 2019, hlm. 582).

Praktik Sosial

Poin terakhir dari pembahasan Bourdieu yakni mengenai konsep praktik sosialnya, dimana praktik sosial dirumuskan sebagai hasil dinamika dialektika antara internalisasi eksterior (arena) dengan eksternalisasi interior (habitus dan kapital) (Esha, 2007). Praktik sosial merupakan dialektika antara habitus (termasuk kapital menyertainya) dengan arena.

Dengan demikian, perilaku individu tidaklah bersifat otonom, karena ia merupakan produk interaksi antara pelaku sosial dan struktur sosial, interaksi dialektis antara habitus dan arena atau struktur. Jadi, praktik sosial menurut Bourdieu, adalah dialektika dari habitus, kapital, dan arena untuk kemudian dijadikan sebagai praktik sosial. Berikut merupakan bagan dan ilustrasi konsep praktik sosial Bourdieu :

(Habitus x Kapital) + Arena = Praktik Sosial 

Bagan formula Bourdieu ini mengartikan bahwa habitus yang disokong oleh kapital tertentu, kemudian ditempatkan pada ranahnya maka akan menghasilkan perilaku atau praktik sosial alami tanpa disadari oleh agen sebagai pelaku sosial di masyarakat.

Sebagai contohnya adalah keuletan agen yang hidup di daerah pegunungan, dengan kondisi masyarakat agamis dan menjunjung tinggi nilai-nilai budaya setempat (guyup rukun, gotong-royong, welas asih), kemudian terdapat bentangan luas berbagai macam jenis lahan tanam sayur-mayur dan juga buah-buahan sebagai basis penunjang ekonomi masyarakatnya.

Baca Juga  Setiap Malam di Bulan Ramadhan adalah Lailatul Qadar, Mungkinkah?

Maka, secara alami akan tergambarkan praktik sosial masyarakat yang harmonis dan berdaya unggul dalam ranah enkonominya. Hal ini sebagai hasil akhir dari benturan antara habitus berbagai agen, kapital dan juga arena di tempat tersebut.

2 posts

About author
Mahasiswa ngapak asal Banyumas yang sedang menjalani studi Program Magister Psikologi Pendidikan Islam di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Etika di Persimpangan Jalan Kemanusiaan

1 Mins read
Manusia dalam menjalankan kehidupannya mengharuskan dirinya untuk berfikir dan memutuskan sesuatu. Lalu Keputusan itulah yang nanti akan mengantarkan diri manusia ke dalam…
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds