Tulisan kami sebelumnya “Mungkinkah Rumah Ibadah Dijadikan Laboratorium Riset?” (IBTimes, 8/1/2023) seolah mendapatkan justifikasi setelah mengikuti kegiatan “Sarasehan Nasional Kemasjidan”, Kementerian Agama RI di Hotel Grand Mercure Harmoni Jakarta, 16-18 Maret 2023. Sarasehan Nasional Kemasjidan yang digelar oleh Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Kemenag RI tersebut mengambil tema “Masjid Ramah untuk Tahun Kerukunan”. Masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi memerankan berbagai macam fungsi untuk kemajuan peradaban.
Kementerian Agama RI mengusung tema “Masjid Ramah” diantaranya (1) masjid ramah anak, (2) masjid ramah disabilitas, (3) masjid ramah lingkungan, (4) masjid ramah mustad’afin, dan (5) masjid ramah keragaman. Istilah ramah menjadi benchmark Kementerian Agama dalam berbagai programnya, termasuk juga “Haji Ramah Lansia”.
Masjid ramah pada intinya menjadikan masjid/mushalla semakin ramah/toleran/nyaman bagi umat. Masjid ramah merupakan salah satu implementasi Masjid Pelopor Moderasi Beragama atau MPMB. MPMB merupakan salah implementasi program Moderasi Beragama dibidang kemasjidan.
Masjid ramah merupakan penegasan pentingnya revitalisasi peran dan fungsi masjid tidak hanya sebagai tempat ibadah mahdoh (ibadah ritual) tetapi juga ibadah dalam pengertian luas yakni ibadah ghairu mahdhoh (ibadah sosial).
Masjid Ramah Riset
Data yang dirilis Kementerian Agama RI menunjukkan secara nasional jumlah masjid sebanyak 298.101 masjid & 362.189 musholla (Kamaruddin Amin, 2023). Data tersebut terbagi menjadi beberapa klasifikasi masjid/musholla: (1) masjid negara, (2) masjid raya, (3) masjid agung, (4) masjid besar, (5) masjid jami, (6) masjid bersejarah, (7) masjid di tempat publik, (8) musholla di tempat public, (9) musholla perkantoran, (10) musholla Pendidikan, dan (11) musholla perumahan.
Secara faktual masjid telah memerankan beragam fungsi di antaranya sebagai tempat ibadah, tempat edukasi, tempat musyawarah, tempat akad nikah, tempat perlindungan, dan tempat filantropi.
Sebagai tempat ibadah, masjid setidaknya telah dimanfaatkan untuk ibadah salat lima waktu, salat jumat, salat idul fitri, salat idul adha, dan sebagainya. Sebagai tempat edukasi, masjid telah banyak menyelenggarakan majelis taklim bapak-bapak, majelis taklim ibu-ibu, pengajian remaja masjid dan taman Pendidikan Alquran (TPQ).
Sebagai tempat edukasi, data kementerian agama menyebutkan: (1) jumlah penyuluh PNS 4.977; (2) jumlah penyuluh non PNS 45.000; (3) ormas Islam sebanyak 12.386; (4) Penceramah sebanyak 10.500; (5) Lembaga dakwah sebanyak 7.699; (6) Majelis taklim sebanyak 93.854; (7) Lembaga LPTQ sebanyak 548 dan (8) Lembaga seni budaya Islam sebanyak 142 (Kamaruddin Amin, 2023).
Masjid memiliki peran strategis sebagai sumber informasi keagamaan paling besar dibandingkan lembaga lain yakni sebesar 27 % (Survei Nasional Kementerian Agama RI, 2020).
Mendesain Masjid Ramah Riset
Oleh karena itu, peran masjid sangat penting sebagai penghela peradaban. Salah satu hal yang bisa dilakukan adalah mendesain masjid yang ramah riset. Masjid ramah riset merupakan masjid yang memiliki fungsi tambahan sebagai tempat untuk pengembangan wawasan keagamaan. Masjid mengembangkan fungsi knowledge production dengan lebih mengaktifkan majelis taklim berbasis masjid.
Fungsi masjid diperluas tidak sekedar ibadah yang bersifat ritual, tetapi juga pengembangan ilmu. Fungsi masjid/musholla perlu diperluas sebagai “majelis ilmu”. Masjid perlu berperan untuk meningkatkan kesalehan di satu sisi dan di sisi lain juga meningkatkan pengetahuan agama jamaahnya. Setiap masjid minimal terdapat majelis taklim.
Masjid dan Majelis Taklim ibarat koin uang yang memiliki dua sisi, tidak bisa dipisahkan tetapi dapat dibedakan. Jumlah masjid/musholla sebanyak 660.290, sementara jumlah majelis taklim sebanyak 93.854. Ini artinya banyak masjid/musholla yang tidak memiliki majelis taklim. Masjid ramah riset setidaknya diawali dengan menghidupkan majelis taklim berbasis masjid. Satu masjid, satu majelis taklim.
***
Indikator lain masjid ramah riset adalah terpasangnya wifi atau jaringan internet di masjid. Dengan adanya wifi di masjid akan menjadi daya tarik, khususnya bagi remaja yang memang hidupnya tidak bisa dipisahkan dengan kuota. Para jamaah akan terbantu mencari sumber-sumber belajar lain dengan adanya jaringan internet. Dengan adanya wifi, produktivitas menulis juga akan meningkat.
Masjid ramah riset adalah menjadikan masjid sebagai laboratorium riset keagamaan. Jika ini bisa dilakukan, hemat kami, Indonesia potensial menjadi kiblat riset dan inovasi bidang keagamaan dunia. Cikal bakal masjid sebagai laboratorium riset bidang agama sejatinya sudah ada. Di banyak masjid misalnya, sudah banyak diselenggarakan berbagai kegiatan seperti: kajian tafsir, hadits, akhlak, fiqh, sirah dan lain sebagainya. Kegiatan “pengajian” tersebut perlu digeser menjadi “pengajian plus pengkajian” agama.
Masjid ramah riset cocok dikembangkan, terutama pada masjid yang berada di sekitar kampus. Pengajian pada masjid kampus perlu dikembangkan dengan pendekatan yang bersifat sains. Pendekatan dogmatik atau doktriner tidak pas dikembangkan pada masjid ramah riset. Mafhum bahwa ajaran agama Islam sepenuhnya selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ajaran agama mendorong tumbuh kembangnya sains untuk kemajuan. Wallahu’alam.
Editor: Soleh