Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim tengah menjadi sorotan publik, terkhusus dalam bidang pendidikan di Indonesia. Bagaimana tidak, Nadiem dengan kebijakannya yang menuai pertanyaan-pertanyaan soal spekulasi kinerja Mendikbud Nadiem Makarim yang sarat dengan kontroversi dalam dunia pendidikan.
Berbagai dari kebijakan kontroversi yang diusung Nadiem semisal contoh menyetop tunjangan guru profesional non-PNS, pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara permanen dan Merdeka Belajar.
Selain itu, yang tak kalah kontroversialnya dan menuai kritik dan perdebatan di ranah pendidikan yang diagendakan oleh mantan CEO Gojek tersebut, adalah kebijakan Program Organisasi Penggerak (POP).
Program Organisasi Penggerak Mendikbud
Program Organisasi Penggerak dirancang agar dapat belajar dari inovasi-inovasi pembelajaran terbaik yang digerakkan masyarakat.
Program yang diusung Mendikbud Nadiem Makarim tak lain juga beralasan untuk mendorong terciptanya sekolah-sekolah penggerak dengan cara memberdayakan masyarakat melalui dukungan pemerintah.
Namun, inovasi Nadiem itu juga menuai polemik dan kekhawatiran dari banyak pihak, terutama dalam pendidikan Indonesia ke depannya. Diduga adanya kepentingan pihak tertentu untuk mencari keuntungan menjadi spekulasi. Pasalnya, di luar seleksi POP teranalalisir tidak kompeten juga. Mulai dari segi pendanaan yang dianggarkan sangat cukup fantastis besar, yakni 595 miliar rupiah.
Dan yang menjadi tanda tanya besar publik juga adalah banyaknya organisasi yang tidak jelas dan tidak memiliki kredibilitas di bidang pendidikan yang lolos dalam program ini. Mulai dari semisal lembaga, paguyuban, organisasi alumni, zakat, budaya, bahkan perusahaan besar yang banyak keikutsertaan dan menerima bantuan besar dibanding organisasi memiliki kredibilitas yang jelas dan teruji dalam bidang pendidikan.
Hal tersebut menjadi buntutnya tiga organisasi besar seperti Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Lembaga Pendidikan (LP) Ma’arif PBNU dan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah mundur sebagai peserta.
Mundurnya lembaga pendidikan dari ketiga organisasi besar tersebut tak lain adalah bentuk dari memprotes keikutsertaan yayasan perusahaan swasta sekelas Tanoto Foundation dan Sampoerna dalam POP Kemendikbud.
Perhimpunan Pergerakan Jejaring Nasional Aktivis 98 (PPJNA 98) angkat suara mengenai hal ini. PPJNA 98 menilai, Nadiem Makarim gagal memimpin Kemendikbud dengan mengkhianati dan mencederai marwah dan jati diri dunia pendidikan. Sebab, program ini dianggap mengarah memposisikan ranah pendidikan sebagai wakil kepentingan kapitalisme global dan kepanjangan tangan konglomerat.
Gagalkah Nadiem Makarim?
Ketua Umum Perhimpunan Pergerakan Jejaring Nasional Aktivis 98 (PPJNA 98), Anto Kusumayuda, menyayangkan dan prihatin dengan kondisi tersebut. Di mana organisasi besar yang sangat berjasa cukup lama pada pendidikan Indonesia, yaitu Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menarik lembaga pendidikannya dari Program Organisasi Penggerak (POP) Kemendikbud.
Berangkat dari hal tersebut, PPJNA 98 pun berharap dengan penuh kesadaran kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim, untuk minta maaf kepada keluarga besar Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Disebutkan oleh Ketua Umum Perhimpunan Pergerakan Jejaring Nasional Aktivis 98 (PPJNA 98), Anto Kusumayuda dalam keterangan tertulisnya, Kamis (23/7).
“Kemudian, kami juga meminta sebaiknya Bapak Presiden Jokowi mencopot Nadiem Makarim dari jabatannya untuk selamatkan dunia pendidikan Indonesia,” tandasnya.
Editor: Zahra