Perspektif

Meneladani Akhir Hayat Abu Qilabah

3 Mins read

 

 

 

Bukan hanya Abu Bakar As-Shidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin abu Thalib yang menjadi sahabat dan dekat dengan Rasulullah. Sosok Abu Qilabah adalah sahabat terakhir yang menjumpai Rasulullah sekaligus juga dekat dengan beliau. Mungkin jarang terdengar, bahwa Abu Qilabah adalah sahabat nabi yang pandai bersyukur dan bersabar atas keadaannya dalam kondisi apapun.

Diceritakan suatu kisah tentang Abu Qilabah dimana sangat menyedihkan dan patut dijadikan pelajaran yang sangat berharga.

Abu Qilabah dan Musafir

Suatu ketika ada salah seorang musafir yang berkendara dengan kudanya di sebuah padang pasir. Sang musafir mulai kehabisan bekal dalam perjalanannya. Sambil mengendarai kudanya ,ia berkeliling melihat-lihat ke sana kemari namun ia tidak menemukan apapun di padang itu, kecuali sebuah gubuk semacam tenda yang mulai roboh.

Sang musafir kemudian menuju ke gubuk tersebut. Setibanya ia langsung turun dari kudanya dan memasuki gubuk kecil tersebut. Alangkah terkejutnya ia mendapati punggung seseorang seperti sedang bersujud. Musafir itu mengucapkan salam dan dilihatnya lelaki tua tadi menyambut salamnya.

Ia melihat lelaki tua itu tidak mempunyai kedua tangan dan kaki. Matanya pun tidak bisa melihat. Rasa iba langsung menyeruak dalam benak musafir ketika melihat kondisi lelaki tua itu. Namun mau tak mau ia kemudian memberanikan diri untuk bertanya pada lelaki itu apakah sang tuan rumah memiliki air minum. Dengan sopan sang lelaki menjawab bahwa ia tak mempunyai apa-apa untuk membantu sang musafir.

Sang musafir pun bertanya lagi apakah ia tidak pernah mengeluh dengan kondisi yang dialaminya tersebut. Seulas senyum penuh keteduhan terpancar dari raut lelaki tua itu. Dengan mantap, lelaki tua itu menjawab. Bahwa ia tak pernah merasa kekurangan dengan kondisinya. Karena satu kalimat yang dapat diucapkan dari lidahnya sudah menutupi semua kekurangannya. Sang musafir sangat takjub dengan jawaban lelaki tua itu karena dalam kondisi apapun, ia tetap bersyukur dan bersabar.

Baca Juga  Zaman Baru KOKAM: Laskar Keamanan Lingkungan Hidup

Kepergian Sang Anak

Beberapa saat, lelaki tua itu meminta bantuan sang musafir untuk mencarikan anak laki-lakinya yang telah merawatnya. Karena beberapa hari ini anaknya tak kunjung datang merawatnya. Lelaki tua itu mengatakan hanya ia dan anak laki-lakinya yang berada tinggal di gurun ini. Sehingga bila sang musafir menjumpai seorang anak laki-laki pasti itu anaknya.

Tanpa ragu, sang musafir langsung meninggalkan gubuk kecil itu dan memulai pencarian. Dilihatnya ke sana-ke sini, diantara gurun yang luas. Namun ia tidak menjumpai apapun selain pohon-pohon gersang dan rumput-rumput liar yang tandus.

Beberapa saat dari kejauhan ia melihat sebuah kawanan hewan buas yang memangsa sesuatu. Sang musafir mulai mendekatinya secara diam-diam. Namun tak menyangka apa yang dilihatnya adalah memilukan dan sangat menyedihkan. Ia tak sanggup mengatakan apapun kepada lelaki tua itu. Bagaimana tidak, ia melihat jasad bocah laki-laki menjadi santapan lezat para hewan buas.

Sang musafir sangat bingung apa yang harus dikatakannya kepada lelaki tua itu. Dengan langkah gemetaran, sang musafir menuju gubuk lelaki tua itu. Ia mengucapkan salam dan lelaki tua itu menjawabnya. Tiba-tiba sang musafir meminta kepada lelaki tua itu untuk menceritakan kisah Nabi Ayub kepadanya.

Lelaki tua berbicara panjang lebar tentang kesabaran Nabi Ayub. Di mana beliau kehilangan 12 anak-anaknya, kehilangan habis hartanya dan selama 20 tahun menderita penyakit mengerikan di mana hanya tersisa lidah dan hatinya yang dapat digunakan untuk selalu berdzikir kepada Allah SWT. Lelaki tua itu sangat mengagumi Nabi Ayub As karena kesabarannya yang tiada batasnya.

Setelah selesai bercerita mengenai kisah Nabi Ayub ia kemudian bertanya kepada sang musafir mengapa ia tiba-tiba bertanya mengenai kisah tersebut. Sang musafir pun bertanya lagi kepada lelaki tua itu apakah ia mau menjadi bagian kecil dari kisah Nabi Ayub. Karena Nabi Ayub telah kehilangan 12 anaknya sedangkan ia hanya kehilangan satu anaknya.

Baca Juga  Renungi dan syukuri

Sang musafir memberitahu kepadanya bahwa anak laki-lakinya telah meninggal dunia karena dimakan hewan buas. Mendengar kabar tersebut, lelaki tua itu hanya tersenyum dan mengucap kalimat Hamdallah. Sang musafir pun keheranan mengapa justru lelaki tua itu tidak bersedih dan malah bersyukur karena kematian anak laki-lakinya.

Akhir Hayat

Lelaki tua itu berbicara kepada sang musafir bahwa Allah ternyata lebih sayang kepada anaknya karena anaknya telah mendahuluinya pergi ke surga. Tiba-tiba, lelaki tua itu mengucap syahadat dan seketika itu, lelaki tua yang tepat berada di depannya telah meninggal dunia. Sang musafir sangat bingung bagaimana ia mengubur jenazah lelaki tua ini. Ia hanya menutupi jenazah lelaki tua itu dengan kain seadanya. Ia keluar berteriak meminta bantuan. Datanglah beberapa orang berbaju rapi dengan mengendarai kuda menghampirinya.

Salah satu lelaki itu bertanya kepada musafir kiranya apa yang terjadi sampai-sampai ia berteriak meminta tolong. Sang musafir menjelaskan bahwa ada jenazah lelaki tua dan anaknya yang dimakan hewan buas. Beberapa orang yang berbaju rapi tersebut memeriksa jenazah lelaki tua itu. Mereka menangis dan menciumi jenazah lelaki tua itu.

Sang musafir bertanya kepada mereka memang siapa sebenarnya lelaki tua itu sampai-sampai mereka dibuatnya menangis seperti itu. Salah seorang menjawab kepada musafir itu bahwa lelaki tua ini adalah Abu Qilabah, sahabat terakhir yang menjumpai Rasulullah. Beliau adalah orang ahli ibadah dan pandai bersyukur.

Selama ini mereka diutus sang raja untuk mencarinya dan menjadikan Abu Qilabah sebagai hakim kerajaan namun beliau lebih memilih menyendiri dengan anaknya dengan tinggal di gurun ini. Mendengar jawaban itu, sang musafir hanya tertegun.

Editor: Sri/Nabhan

8 posts

About author
Alumnus Universitas Islam Lamongan. Gadis penyuka sastra dan petrichor. Selain itu ia gampang memiliki rasa ingin tahu terhadap sesuatu. Hal yang menjadi favoritnya adalah suasana setelah hujan dan memandang cakrawala langit biru yang luas.
Articles
Related posts
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…
Perspektif

Manfaat Gerakan Shalat Perspektif Kesehatan

3 Mins read
Shalat fardhu merupakan kewajiban utama umat Muslim yang dilaksanakan lima kali sehari. Selain sebagai bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah, shalat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds