Dalam buku Moderasi Manasik Haji dan Umroh terbitan Kemenag (2022: 46-48), jamaah haji dibolehkan memilih satu dari tiga jenis ibadah haji yaitu Tamattu’, Qiron dan Ifrad.
Haji tamattu’: Haji Bersenang-Senang?
Kata tamattu’ berarti bersenang-senang. Maksudnya, orang melaksanakan umrah terlebih dahulu pada bulan-bulan haji, lalu ber-taḥallul, kemudian beriḥrām haji dari Makkah atau sekitarnya pada 8 Dzulḥijjah (hari Tarwiyah) atau 9 Dzulḥijjah tanpa harus kembali lagi dari miqat semula.
Selama jeda waktu taḥallul itu, jamaah haji bisa bersenang-senang karena tidak dalam keadaan iḥrām dan tidak terkena larangan iḥrām, tapi dikenakan dam dengan menyembelih seekor kambing.
Haji tamattu’ ini dilakukan oleh jamaah haji gelombang I yang datang dari Madinah maupun jamaah gelombang II yang datang dari tanah air langsung menuju Makkah, tapi masih memiliki cukup waktu sebelum datangnya hari Arafah.
Wajar jika jenis haji yang paling banyak dilakukan jemaah adalah haji tamattu. Sebab haji tamattu’ terasa pelaksanaanya lebih bebas dan lebih ringan tetapi harus membayar dam tamattu’.
Haji Tamattu: Membayar Dam?
Abdul Muiz Ali, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat yang kini menjadi Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 2023 menjelaskan Allah Swt menegaskan bahwa haji tamattu’ itu mewajibkan pelakunya membayar denda. Denda tersebut dalam istilah fikih disebut dengan dam atau hadyu.
Dalam Tuntunan Manasik Haji Muhammadiyah (2015), Hadyu yang disembelih pada saat Haji Tamattu’ adalah bagian dari manasik haji, bukan dikarenakan pelanggaran. Haji Tamattu’ tidaklah melanggar ketentuan atau kewajiban haji. Dam Tamatuk diwajibkansebagai bagian dari manasik haji.
Dam artinya darah, dalam hal ini maksudnya membayar denda dengan cara menyembelih seekor kambing. Hadyu adalah sesuatu yang dipersembahkan untuk Tanah Haram berupa hewan atau yang lainnya. Dalam konteks ini adalah khusus hewan yang bisa dijadikan kurban yaitu unta, sapi atau kambing.
Bila seseorang tidak memiliki kemampuan finansial untuk membeli seekor kambing untuk bayar dam, maka denda atau damnya boleh diganti dengan berpuasa 10 hari. Tiga hari dikerjakan di Tanah Haram dan tujuh hari setelah pulang di tanah air.
فَإِذَا أَمِنتُمْ فَمَن تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَن لَّمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Apabila kamu telah aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umrah sebelum haji, korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan, maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh yang sempurna. Demikian itu bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada Masjidil Haram. Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Baqarah : 196)
Ali yang juga Pengurus Lembaga Dakwah PBNU menjelaskan penyembelihan hewan Dam haji tamattu’ atau haji qiran dilakukan di Tanah Haram. Jika dilakukan di luar Tanah Haram hukumnya tidak sah. Waktu penyembelihan dam haji tamattu’ sebaiknya dilakukan setelah melaksanakan ibadah haji.
“Jika penyembelihan dam dilakukan sebelum melaksanakan ibadah umrah atau haji, maka hukumnya tidak diperbolehkan. Sedangkan penyembelihan dam haji tamattu’ setelah melaksanakan ibadah umrah. Sementara ia belum melakukan rangkaian ritual haji, maka dalam hal ini terjadi perbedaan dikalangan ulama,” tambahnya.
Menurut Ali, pendapat yang ashoh hukumnya diperbolehkan. Penjelasan diatas dapat dirujuk pada kitab Al-Majmu’ Syarh al-Muhafzab juz 7, halaman 188 atau juga didalam kitab Asybah wa An-Nadzoir, halaman 232.
Menurut kalangan ulama Syafi’iyah yang lebih utama (afdhol) penyembelihan Dam dilakukan pada hari Nahar yaitu tanggal 10 Dzulhijjah. Hal itu karena mengikuti praktek yang pernah dilakukan oleh Rasulullah dan keluar dari khilaf ulama dari kalangan Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah. (Al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuh, juz 3 halaman 224-225).
Bagaimana cara membayar dam? Menurut Ali, bagi jemaah haji Indonesia pembayaran dam biasanya dikoordinir oleh pihak KBIH masing-masing atau melalui warga Indonesia yang tinggal di Arab Saudi (muqimim). Sedangkan dam bagi petugas Haji dikordinasikan melalui sektor masing-masing. Hal tersebut dilakukan agar lebih memudahkan dalam optimalisasi pelaksanaan pembayaran dam.
Pewarta: Azaki K
Editor: Yusuf