Feature

Mengapa Kita Butuh Moderasi Beragama?

3 Mins read

Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman. Salah satunya adalah keragaman agama. Agama-agama yang ada di Indonesia ada 6 yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan Konghucu. Islam merupakan agama dengan penganut terbanyak di Indonesia.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa dalam kehidupan kita pasti banyak menjumpai perbedaan agama. Mulai dari tetangga bahkan keluarga kita sendiri. Namun, perbedaan agama itu bukan menjadi penyebab utama untuk kita melakukan kekerasan dan perpecahan terhadap sesama.

Agama Islam sangat menjunjung tinggi moderasi beragama. Moderasi Islam berarti tidak ekstrem dan tidak radikal. Islam moderat adalah Islam yang mengayomi semua lapisan sosial baik etnis maupun agama.

Islam tidak pernah memaksakan seseorang untuk menganut agamanya dan Islam sangat menghargai adanya toleransi. Seperti yang ada pada surah Al-Baqarah ayat 256:

لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ قَدْ تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّۚ فَمَنْ يَّكْفُرْ بِالطَّاغُوْتِ وَيُؤْمِنْۢ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقٰى لَا انْفِصَامَ لَهَاۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

Artinya: “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). Sungguh, telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Siapa yang ingkar kepada tagut dan beriman kepada Allah sungguh telah berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Kita sebagai umat yang baik harus bisa saling menghargai perbedaan kepercayaan. Dalam diri kita, sebaiknya tertanam pikiran bahwa semua orang berhak menentukan kepercayaan yang akan ia anut untuk dijadikan pedoman dalam hidupnya. Tidak ada ajaran dalam Islam untuk kita memaksa umat lain menganut agama Islam.

Jika kita tinggal di Jawa tak jarang banayak kita ketahui tentang tradisi perdukunan yang masih kental hingga saat ini, ada pula mungkin yang memiliki kakek dan nenek dengan istilah “kejawen”. Dalam KTP mereka memang Islam, namun terkadang mereka juga tidak melakukan ibadah yang wajib dilakukan umat Islam misalnya, shalat. Mereka lebih percaya dengan roh nenek moyangnya dan bahkan ada yang memiliki pegangan seperti khodam yang mereka percayai sebagai bentuk kekuatan, penolong dan pelindungnya.

Baca Juga  Ingin Covid-19 Segera Tuntas? Bumikan Paham Moderasi Islam!

Saya, sebagai penulis sendiri memiliki kakek yang masih “kejawen” terkadang saya juga heran melihat kakek saya karena ia tak pernah shalat dan beberapa kali sering “puasa mutih” untuk khodamnya. Namun, Ibu saya pun sudah pernah menyarankan kepada kakek agar melepas saja khodam tersebut, tapi kakek menolak. Saya sendiri juga tidak memikirkan hal itu terlalu jauh. Bagi saya, jika memang itu keputusan kakek saya dan itu adalah haknya.

Pengalaman memiliki salah satu anggota keluarga dengan memiliki perbedaan kepercayaan tentu bukan menjadi masalah dalam berkeluarga. Justru kita lebih baik mengedepankan sikap saling menghargai, menghormati, menjaga kerukunan dan keharmonisan dalam keluarga dan bermasyarakat akan lebih bagus bukan?.

Di lingkungan kita, pasti akan lebih banyak masjid-masjid dan mushola daripada gereja ataupun pura. Namun, orang-orang non-muslim pun tidak pernah mempermasalahkan hal tersebut. Lalu untuk apa kita sebagai umat Islam jika sampai mempermasalahkan agama non-muslim?.

Di Indonesia, dalam konteks moderasi beragama ada yang namanya Islam Nusantara. Islam Nusantara ini memiliki arti Islam yang damai, ramah, dan santun. Islam yang menghargai semua tradisi dan budaya, namun dengan tetap teguh menegakkan dan menjalankan syariat Islam. Seperti halnya Islam menghargai tradisi adat Jawa seperti tahlilan, slametan, dan lain sebagainya.

Di lingkungan saya, non-muslim pun tetap mengikuti acara seperti slametan dan tidak ada yang mempermasalahkan hal tersebut. Mereka enteng-enteng dan adem ayem saja soal tradisi agama yang kami lakukan. hehehe.

Sebab kedamaian, kerukunan, dan keharmonisan adalah suatu hal yang diidamkan setiap orang dalam hidup berkeluarga dan bermasyarakat. Kita sebagai muslim tidak bisa memaksa semua orang untuk memeluk agama kita, biarkan mereka menerima hak dalam memilih agama atau kepercayaan yang mereka ingin anut sesuai keinginan hati masing-masing.

Baca Juga  Delusi Kolektif Pasca Pilpres

Jadikan perbedaan tersebut sebagai bentuk kenikmatan dan karunia besar Allah yang disediakan untuk kita. Perbedaan agama, kepercayaan, golongan, suku, budaya, adat istiadat, tentu bukanlah sebagai ancaman persatuan kita.

Kita harus saling menghormati, menghargai dan tolong menolong antar umat beragama. Jika umat non-muslim saja bisa menerima kita sebagai mayoritas yang ada di lingkungan kita, maka kita juga harus bisa menerima mereka dan tidak mendiskriminasinya sedikitpun.

Sebab dalam Islam pun tidak diajarkan hal yang sedemikian rupa. Tidak ada manfaatnya jika kita mendiskriminasi mereka yang minoritas dengan dalih adanya perbedaan agama, justru malah dari situ, kita tidak akan mendapatkan yang namanya kehidupan yang damai, tenang, nyaman dan tentram karena adanya pertengkaran antara umat satu dengan umat yang lain.

Mengutip ayat dalam Al-Qur’an surah Al-Kafirun ayat 6:

لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِࣖ            

Artinya: “Untukmu agamamu dan untukku agamaku”.

Sedemikian pentingnya moderasi beragama untuk kehidupan kita sehari-hari. Rasa toleransi antar sesama warga negara harus selalu terawat agar persatuan tetap terjaga. Wallahu a’lam bisshawab.

Editor: Soleh

Ikhtiar Wahyu Oktaviani
1 posts

About author
Mahasiswi UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
Articles
Related posts
Feature

Belajar dari Kosmopolitan Kesultanan Malaka Pertengahan Abad ke15

2 Mins read
Pada pertengahan abad ke-15, Selat Malaka muncul sebagai pusat perdagangan internasional. Malaka terletak di pantai barat Semenanjung Malaysia, dengan luas wilayah 1.657…
Feature

Jembatan Perdamaian Muslim-Yahudi di Era Krisis Timur Tengah

7 Mins read
Dalam pandangan Islam sesungguhnya terdapat jembatan perdamaian, yakni melalui dialog antar pemeluk agama bukan hal baru dan asing. Dialog antar pemeluk agama…
Feature

Kritik Keras Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi atas Tarekat

3 Mins read
Pada akhir abad ke-19 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama Minangkabau dan pemimpin Muslim terpelajar, Imam Besar di Masjidil Haram, Mekah, meluncurkan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds