Eksistensialisme berkembang sebagai suatu ragam filsafat antropologi. Perkembangan pesat dari eksistensialisme sendiri diketahui sejak berakhirnya terjadinya Perang Dunia II.
Tetapi bukan berarti filsafat eksistensialisme baru muncul setelah Perang Dunia II, hal ini karena Soren Kierkegaard yang disebut sebagai bapak eksistensialisme sudah menuliskan karyanya bahkan sebelum Perang Dunia I.
Tokoh eksistensialisme lainnya seperti Heidegger, Jaspers, dan Sartre pun telah menuliskan karyanya sebelum Perang Dunia II.
Manusia dalam Studi Antropologi
Manusia merupakan objek studi dalam filsafat antropologi. Manusia bukanlah suatu objek yang sederhana, keberagaman manusia sebagai makhluk hidup yang berbeda-beda menjadikan para filusuf mengkajinya dari berbagai hal dan sehubungan dengan itu. Para filusuf menempuh berbagai titik tolak untuk mendirikan pemikirannya masing-masing.
Pada artikel ini, penulis akan membahas salah satu tokoh filsafat yang ikut menyumbangkan pikirannya mengenai filsafat eksistensialisme. Tokoh tersebut adalah Nicholas Berdyaev.
Biografi Nicholas Nicholas Berdyaev
Filusuf kelahiran Kiev, Rusia ini memiliki nama lengkap Nicholas Alexandrovitch Berdyaev yang lahir pada tanggal 6 Maret 1874 dan meninggal dunia pada usianya yang ke 74 tahun.
Ayahnya merupakan perwira tentara kerajaan Rusia dan ibunya berasal dari keluarga bangsawan berdarah Perancis.
Adapun dua peristiwa besar yang sangat berkesan pada diri seorang Berdyaev yaitu Perang Dunia I dan Revolusi Oktober di Rusia. Dari kedua peristiwa itu Berdyaev menyaksikan bahwa betapa berharganya kebebasan manusia untuk hidup sebagai manusia yang memiliki martabat. Karena dari kedua peristiwa itu, ia melihat kebebasan sebagai manusiawi telah direnggut.
Maka dari itu, seluruh pemikiran filsafat Berdyaev didasarkan pada antroposentrisme atau lebih tepatnya personalisme. Atas dasar itu lah, Berdyaev kemudian mendirikan filsafatnya yang dikenal dengan eksistensialisme. Dan menganut aliran eksistensialisme Kristen.
Manusia Menurut Nicholas Berdyaev
Berdyaev berpendapat bahwa manusia merupakan makhluk yang kompleks dan memiliki dualisme dasar yang tidak dapat disangkalnya yaitu manusia merupakan makhluk Tuhan dan juga hasil dari alamnya.
Maksudnya adalah di satu pihak kita mendapati manusia sebagai makhluk spiritual, dan di lain pihak manusia merupakan bentuk alamiah. Di mana, kedua hal ini menjadi satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam diri manusia sebagai pribadi individual.
Manusia sebagai makhluk spiritual memiliki sifat yang bebas, sedangkan sebagai manusia alamiah ia harus memahami batasan-batasan sebagai manusia.
Bagi Berdyaev yang menjadi persoalan adalah bagaimana manusia dapat memahami eksistensinya dalam kebebasan dan bagaimana manusia mampu mengatasi paradoks yang dihayati manusia agar ia mampu mencapai kebebasan eksistensi sebagai pribadi.
Empat Pemikiran Eksistensialisme Nicholas Berdyaev
Untuk itu setidaknya ada empat pemikiran eksistensialisme menurut Berdyaev.
Pertama, determinisme alam sebagai hukum yang mengenai manusia. Untuk bertahan sebagai makhluk hidup, manusia dihadapkan pada kewajiban-kewajiban yang ada di alam demi kelanjutan hidupnya.
Oleh karena itu, dalam memenuhi kebutuhan alamiahnya, manusia tidak bisa sepenuhnya membebaskan dirinya dari kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakannya.
Kedua, kenyataan bahwa manusia hidup bersama dengan manusia-manusia lain. Yang berarti bahwa manusia hidup bersosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat.
Bagi Berdyaev, kehidupan bermasyarakat selain memperkaya manusia juga dapat memperbudak manusia.
Masyarakat dapat memperkaya manusia apabila ia sadar bahwa tujuan hidupnya bukan menjadi makhluk sosial, melainkan menjadi makhluk spiritual.
Ketiga, penyebab terhalangnya kebebasan eksistensialisme bagi manusia yaitu peradaban. Sebelumnya perlu di catat bahwa Berdyaev membedakan istilah antara “peradaban” dan “kebudayaan”.
Peradaban menurut Berdyaev adalah perwujudan dari usaha manusia untuk mengikuti kewajiban-kewajiban yang dituntut oleh alam.
Sedangkan, kebudayaan adalah hasil karya manusia, tetapi hal ini berhubungan dengan kebutuhan spiritual manusia.
Peradaban dimulai dengan penemuan manusia untuk membuat alat-alat yang mampu meringankan beban dalam menuntaskan desakan-desakan alam.
Yang artinya bahwa peradaban merupakan usaha manusia untuk membebaskan dirinya dari desakan-desakan alam.
Tetapi kenyataan yang terjadi memperlihatkan bahwa manusia menjadi terjebak oleh peradabannya sendiri.
Karena manusia menjadikan peradaban sebagai tujuan hidup, padahal seharusnya peradaban hanya alat yang digunakan untuk menanggapi desakan-desakan alam.
Hal ini dapat dibuktikan oleh Berdyaev pada kemajuan teknologi yang pada akhirnya berakibat manusia diperbudak oleh mesin. Dengan perkembangan teknologi modern ini, manusia akhirnya terancam kehancuran oleh alat-alat ciptaannay sendiri.
Keempat, masalah sejarah. Pendalaman manusia mengenai kesejarahan merupakan salah satu penyebab timbulnya kemampuan untuk mendalami eksistensinya sebagai kebebasan.
Berdyaev berpendapat bahwa manusia bukanlah bagian dari sejarah, melainkan sejarah lah yang menjadi bagian bagi manusia.
Manusia harus menerima kesejarahannya karena sejarah merupakan hal yang diciptakan oleh manusia itu sendiri.
***
Kesejarahan baik yang positif maupun negatif harus menjadi landasan bagi manusia untuk mengisi masa depannya dengan cita-cita dan karya-karya yang kreatif.
Dapat disimpulkan bahwa, Berdyaev dalam seluruh pemikiran eksistensialismenya menyatakan kebebasan pribadi dijadikan sebagai pegangan pokok.
Hal ini karena kebebasan merupakan satu-satunya yang dapat menjamin eksistensi manusia yang mengungkapkan kenyataan bahwa manusia adalah makhluk spiritual.
Editor: Yahya FR