Perspektif

Fakultas Agama Islam (FAI) Harus Menjadi Penggerak Integrasi Ilmu Keislaman di PTM

4 Mins read

Fakultas Agama Islam (FAI) merupakan salah satu fakultas yang ada di Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dengan fokus penyelenggaraan pendidikan keislaman. Secara umum, penyelenggaraan pendidikan dikhususkan untuk ilmu keislaman (ulum ad-din atau religious knowledge) dan ilmu keislaman-terintegrasi (islamic studies terintegration).

Bentuk penyelenggaraan ilmu keislaman, dituangkan ke dalam bentuk program studi yang secara khusus hanya mempelajari Ilmu keislaman. Seperti Program Studi al-Qur’an dan Tafsir, Bahasa Arab, Ilmu Hadist, dan lain sebagainya. Hampir seluruh mata kuliah yang diberikan, hanya akan berfokus di dalam ilmu keislaman.  

Sedangkan bentuk penyelenggaraan ilmu keislaman-terintegrasi, dituangkan ke dalam bentuk program studi yang secara khusus mengintegrasikan ilmu keislaman dan ilmu umum. Seperti Program Studi Perbankan Syariah, Pendidikan Agama Islam, Komunikasi dan Penyiaran Islam, dan lain sebagainya.

Kedua bentuk penyelenggaraan pendidikan tersebut, dituangkan ke dalam jenjang program studi mulai dari tingkat Sarjana (S1), Magister (S2), dan Doktor (S3). Peserta didik tinggal memilih, program studi keislaman seperti apa yang akan dipilih, sebagai kajian keilmuan yang akan ditekuni dalam kehidupan peserta didik di kemudian hari.

FAI sebagai Urat Nadi Integrasi Ilmu Keislaman

Keberadaan Fakultas Agama Islam (FAI) di PTM ke depannya harus diarahkan menjadi pusat kajian keislaman yang mampu melahirkan pakar-pakar keislaman—karena hanya di FAI yang melakukan kajian keislaman secara itensif untuk PTM. Kajian keislaman harus dikembangkan ke dalam dua bentuk, yaitu kajian keislaman dalam bentuk kelas formal yang diikuti oleh para dosen dan mahasiswa dan kajian keislaman non-formal di kalangan para dosen.

Kajian keislaman dalam bentuk kelas formal ialah bentuk kajian keislaman yang ditawarkan oleh FAI dalam bentuk Program Studi integrasi ilmu keislaman dan ilmu umum. Misalnya, Prodi Perbankan Syariah, Komunikasi dan Penyiaran Islam, Pendidikan Agama Islam, Psikologi Islam, dan lain sebagainya.

Baca Juga  Islamisme itu Merusak dan Menyempitkan Citra Islam

Memang benar, beberapa Program Studi tersebut telah banyak dibuka di beberapa FAI PTM di Indonesia. Hanya saja, kadang keberadan kurikulum yang digunakan hanya copi-paste dari mata kuliah ilmu umum. Kemudian ditambah dengan mata kuliah keislaman, agar terlihat ada integrasi di dalamnya. Padahal, integrasi yang terdapat di dalamnya, hanyalah integrasi semu, yaitu sebuah integrasi yang tak bisa disatu-padukan.

***

Tentu saja, karena hanya bersifat copi-paste, maka dampak turunannya terhadap pembelajaran yang diberikan—khususnya penggunaan silabus, hanya turunan dari materi ilmu umum. Kemudian diberi satu atau dua ayat dan hadist, agar nampak menjadi mata kuliah terintegrasi. 

Pun sebaliknya, untuk materi pembelajaran ilmu keislaman. Di dalamnya hanya membahas dalam ruang lingkup ilmu keislaman saja, tanpa memperjumpakan dengan keilmuan lain yang harusnya diintegrasikan pada Program Studi tersebut. Misalnya, mata kuliah al-Qur’an. Di mana mata kuliah al-Qur’an tersebut disampaikan tanpa memperjumpakan dengan ilmu umum di dalam Program Studi—yang menjadi fokus kajian dalam Program Studi tersebut.

Kemudian juga ilmu-ilmu keislaman lainnya. Misalnya mata kuliah hadist, sejarah Islam, fikih, filsafat Islam, dan lain sebagainya. Disampaikan kepada para peserta didik, tanpa memperjumpakan dengan ilmu umum yang menjadi fokus kajian di Program Studi bersangkutan. Hal tersebut, menjadikan kajian yang disajikan di Program Studi—yang harusnya ada integrasi, tak berjalan sesuai yang diharapkan.

***

Selanjutnya, kajian keislaman non-formal yang diikuti oleh seluruh dosen FAI di masing-masing kampus PTM. Banyak bentuk yang bisa diadopsi oleh FAI untuk melakukan pengembangan integrasi ilmu keislaman dengan ilmu umum. Mulai dari penggunaan diskusi rutin setiap minggu, penelitian dosen internal, mendirikan pusat kajian, mendirikan pusat studi, mendirikan pusat riset, dan lain sebagainya.

Baca Juga  Jihad Literasi ala Pramoedya

Dari beberapa cara pengembangan integrasi yang ada, FAI tinggal memilih cara apa yang akan dipergunakan. Kemudian, cara tersebut harus didorong dengan adanya aturan legal-formal, baik Peraturan Rektor atau Dekan. Implikasi dari aturan tersebut ialah adanya dukungan pendanaan dari universitas.

Sebaik apapun model integrasi yang ditawarkan, bila tidak ada dukungan pendanaan yang maksimal. Maka sangat mustahil pengembangan integrasi di FAI akan berjalan. Bila tidak ada dukungan pendanaan yang baik, maka keberadaan integrasi di FAI hanya akan “Hidup Segan, Mati Tak Mau”.

FAI Menjadi Pusat Transmisi Ilmu Keislaman di PTM

Proses integrasi di FAI harus dilakukan secara berkesinambungan, baik yang bersifat formal dengan mahasiswa dalam bentuk penyelenggaraan Program Studi ataupun non-formal dalam bentuk pengembangan keilmuan berbasis riset di kalangan para dosen. Muara dari seluruh kegiatan tersebut ialah adanya peningkatan kemampuan keilmuan di bidang keislaman.

Keilmuan di bidang keislaman tersebut, bisa berbentuk ilmu keislaman murni. Misalnya, al-Qur’an dan tafsir, hadist dan ilmu hadist, fikih dan turunannya, sejarah kebudayaan Islam dan turunannya, dan lain sebagainya. Ataupun ilmu keislaman yang telah terintegrasi, seperti pendidikan Islam, tafsir tarbawi, ayat dan hadist ekonomi, dan lain sebagainya.

Dengan adanya peningkatan ilmu keislaman, baik di kalangan para mahasiswa ataupun dosen. Diharapkan FAI akan mampu menjadi pusat kajian ilmu keislaman di PTM. Sehingga ke depannya akan menjadi fakultas yang mampu menghasilkan banyak ilmu keislaman baru-khususnya ilmu keislaman-terintegrasi.

Kemudian, ilmu pengetahuan yang dihasilkan—khususnya kajian keislaman-terintegrasi, untuk selanjutnya bisa ditransmisikan ke fakultas lain di lingkungan PTM. Dengan kata lain, FAI—baik kapasitasnya berbentuk dosen ataupun mahasiswa. Mereka bisa menjadi duta transmisi ilmu keislaman di fakultas lain di lingkungan PTM.

Baca Juga  Sumber, Pengelolaan, dan Penggunaan Dana Abadi Muhammadiyah

Bentuk transmisi ilmu keislaman, misalnya bila dirinya seorang mahasiwa. Dirinya bisa menjadi narasumber dalam bentuk kajian di luar kelas, yang diselenggarakan oleh para mahasiswa di fakultas non-FAI. Bila dirinya seorang dosen, bentuk transmisi ilmu keislaman, bisa berbentuk mengajar formal mata kuliah keislaman di fakultas lainnya, ataupun berbentuk kegiatan lain yang relevan.

Dekan Harus Memperjuangkan

Ide menjadikan Fakultas Agama Islam (FAI) sebagai penggerak dan pusat kajian integrasi ilmu keislaman di lingkungan PTM. Akan sangat sulit terealisasi bila tidak ada keinginan yang kuat dari Dekan FAI yang ada di masing-masing PTM. Ide integrasi keislaman, hanya akan menjadi obrolan layaknya obrolan di warung kopi.

Keinginan kuat Dekan, misalnya terimplementasi dalam bentuk kebijakan—baik berbentuk Peraturan Rektor atau Peraturan Dekan. Insentif bagi dosen yang melakukan gerakan atau kajian terkait integrasi keilmuan, membuat roadmap integrasi keilmuan—baik untuk jangka pendek, menengah, dan panjang, dan lain sebagainya.

Hal tersebut, bisa menjadi salah satu parameter bahwa Dekan sebagai pimpinan tertinggi yang ada di FAI, memiliki keinginan kuat untuk memperjuangkan dan menjadikan FAI sebagai pusat kajian dan pengembangan integrasi keislaman di lingkungan PTM. Bila hal tersebut serius dilakukan, lima atau sepuluh tahun ke depan. Saya yakin FAI akan menjadi pusat transmisi keislaman dalam lingkungan PTM di seluruh Indonesia.

Editor: Saleh

Hamli Syaifullah
15 posts

About author
Dosen di Program Studi Perbankan Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Jakarta
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *