Sebagaimana yang sudah saya tuliskan pada tulisan sebelumnya tentang Tarekat Dalam Islam, pembentukan suatu tarekat atau persaudaraan dalam tasawuf diawali dengan fase Khanaqah, sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh Trimingham dalam The Sufi Order in Islam (Trimingham, 1973). Yang selanjutnya diikuti oleh fase-fase selanjutnya yaitu, fase pembentukan tarekat itu sendiri, lalu yang terakhir adalah fase thaifah atau pengorganisasian sebuah tarekat.
Secara sederhana Khanaqah dapat dipahi sebagai pondokan, lodges atau loji atau biara dalam bahasa yang lain. Dimana para sufi bermukim dan tinggal dan menerima pendidikan ataupun pengajaran dari seorang guru, mursid atau pir. Disana mereka menerima bimbingan spiritual, mengamalkan berbagai ritual doa-doa dan menjalani hidup khalwat atau asketis. Dalam konteks pembentukan tarekat, pembentukan khanaqah ini terjadi sebelum abad kedua belas, atau lebih tepatnya terjadi pada era Salahuddin al-Ayyubi.
Menurut sejarawan abad ke-15 al-Maqirizi, Istilah Khanaqah berasal dari bahasa Persia, dan bentuk jamaknya adalah Khawaniq. Khanaqah terbentuk dari dua kata, yaitu, Khan yang berarti raja dan kah yang berarti orang. Di wilayah Islam bagian timur, istilah Khanaqah merujuk pada yayasan yang dikelola para sufi. Sebagaimana yang disebutkan di atas, para sufi mendedikasikan hidupnya untuk mempraktikan sufisme atau tasawuf ortodoks yang sebagaimana sudah diatur oleh para guru mereka.
Dalam konteks Mesir dan Suriah pada abad pertengahan, mereka yang di Khanaqah mengatur beberapa lembaga wakaf atau waqfiya yang di tunjuk oleh pemerintah. Mereka ditempatkan disuatu yayasan, diberi gaji, makan dan pakaian. Para sufi yang tinggal di Khanaqah harus tetap hidup membujang, sedangkan yang menikah akan menghabiskan hari-harinya di sana akan tetapi bisa tinggal di luar. Semua sufi diminta untuk menghadiri pertemuan atau ibadah harian, melalukan ritual dzikir dan menghabiskan hidup untuk berkhalwat atau meditasi. Ketika Khanaqah berevolusi, fungsinya menjadi terkait dengan madrasah. Akibatnya, aktivitas para sufi juga termasuk menghadiri kelas-kelas keagamaan.
***
Kata-kata yang sejenis dengan Khanaqah yang mempunyai arti kurang lebih dengan kata tersebut adalah, Ribat, Zawiyah, dan Tekkes, mempunyai arti sama kurang lebih “pondokan”. Jika Khanaqah umumnya digunakan di daerah Persia, maka Ribat biasanya dipakai di daerah Arab, lalu Zawiyah umumnya dipakai di wilayah Afrika Utara dan Tekkes digunakan di wilayah Ottoman atau Turki.
Khanaqah kurang lebih merupakan rumah peristirahatan bagi kaum sufi juga sebagai balai pertemuan bagi para pembesar, dan ribat mempunyai karakter yang tidak tertentu sebagai bangunan seorang guru atau seorang muballigh, tidak harus seorang sufi, lalu zawiya merupakan pusat-pusat bagi soerang syeikh yang murni pengajar lalu murid-muridnya melanjutkan metode dan ilmu yang sudah didapatnya.
Khanaqah sebagian besar adalah yayasan yang berada di perkotaan dan dimana terdapat makam atau kuburan dari pendiri dari khanaqah tersebut yang pada masa mendatang akan menjadi tempat ziarah bagi para penerusnya. Bentuk khanaqah tidak jauh beda dari madrasah. Khanaqah terdapat empat iwan (aula berkubah) dengan sebuah halaman terbuka di tenganya. Pada abad kelima belas, Khanaqah terdiri dari kompleks yang rumit terdapat pula penggilingan gandum, toko roti, pemeras minyak, dan tempat tinggal bagi para pendiri serta keluarganya.
Dari Khanaqah ini atau yang sejenisnya, terbentuklah apa yang disebut dengan sufisme populer. Dimana ritual sufi, pengabdian sufi kepada mursyidnya, kunjungan ke makam-makam pendiri tarekat yang sebelumnya terbentuk melalui jaringan isnad atau rantai keilmuan terbentuk, yang biasanya rantai ini berakhir pada Nabi Muhammad atau bahkan malaikat Jibril. Dalam masa selanjutnya, sufisme popular inilah menjadi sasaran kritik para pemikir modern seperti Falur Rahman (Rahman, 2017). Rahman menganggap bahwa sufisme popular menjadi penyebab umat Islam terbelakang atau tertinggal dari bangsa lain dikarenakan salah satunya adalah sifat taklid atau patuh terhadap mursyid atau gurunya.
***
Khanaqah ini mendapatkan sponsor atau bantuan dana dari pemipin setempat. Biasanya memiliki kesamaan dalam kecenderungan sufisme. Misalnya Khanaqah yang ada diwilayah Dinasti Seljuk yang bercorak sunni akan mendapatkan berupa dana atau biaya bagi pengembangan Khanaqah. Begitupun juga yang ada di wilayah Ayyubiyah di Suriah ataupun di wilayah Mamluk di Mesir.
Salah satu dinasti yang paling royal ataupun terikat dengan tasawuf atau tarekat adalah dinasti Ottoman. Sebagaimana yang ditulisakn oleh Halil Inalcik, salah satu sejarawan Ottoman dalam karyanya yang paling tekenal, The Ottoman Empire 1300-1600. Beberapa sultan Ottoman terikat dengan beberapa tarekat tasawuf bahkan mereka turut membangunkan pondokan mareka atau tekke di kota-kota besar seperti Istanbul dan Bursa.
Salah satu tarekat yang terbesar dan terkenal yang mempunyai anggota dari kalangan sultan ottoman adalah tarekat Maulawiyah yang namanya disandarkan kepada sufi besar Maulana Jalaluddin Rumi. Beberapa sultan Ottoman yang bergabung dengan tarekat ini adalah Sultan Murad II, Bayazid II, Selim I dan Murad III. Murad II khususnya membangunkan sebuah tekke atau pondokan dari tarekat Maulawiyah yang besar di daerah Edrine. Hingga puncaknya pada abad kelima belas, Maulawiyah memantapkan dirinya sebagai tarekat besar dengan memiliki empat belas tekkes di kota-kota besar dan tujuh puluh enam tekke di kota-kota kecil (Inalcik, 1973).