Tarikh

Ternyata Sufi Berperan dalam Pendirian Kerajaan Ottoman

4 Mins read

Peran Sufi dalam Mendirikan Kerajaan Ottoman

Sufi Ottoman – Ottoman mempunyai peradaban yang sangat luas dari berbagai sektor. Dinasti yang telah menguasai hampir sepertiga dunia selama 600 tahun telah melahirkan berbagai peradaban seperti: keagamaan, intelektualitas, politik dan sejarahnya.

Salah satunya adalah praktik keagamaan para Sufi atau Darwis dalam bahasa Turki. Dinamika sufisme pada era Ottoman sangatlah kompleks, sufisme atau tarekat pada era Ottoman telah menjadi sebuah satu kesatuan yang kukuh dengan kerajaan.

Akar dari berdirinya kerajaan Ottoman sendiri tidak bisa dilepaskan dari peranan sufi. Pendiri kerajaan Ottoman, Osman (1299-1324) jatuh cinta dengan Malhatun seorang putri seorang Syekh yang bernama Edebali yang masih keturunan dengan seorang seorang syekh spiritual Syekh Baba Vefai. Syekh Baba Vefai pun memberikan sebuah pedang dan meramalkan  kelak dari keturunannya akan menjadi penguasa dunia. (John Curry dalam Lloyd Ridgeon, 2020: 409).

Sufi dan Kesetiaan

Setiap persaudaraan sufi (tarekat) didirikan atas asas kesetiaan, pengabdian keyakinan kepada seorang guru/syekh yang ada pada saat itu dan dianggap sebagai seorang yang suci.

Para pengikutnya telah menganggap seorang syekh sebagai pembimbing mereka (mursid) berkumpul di pondok sufi (tekke) untuk melakukan sholat jamaah dan berzikir.

Para sufi mempunyai pemahaman yang berbeda dengan beberapa ulama kerajaan. Ini tak lepas dari sejarah munculnya tasawuf menurut berbagai pengamat mendapatkan pengaruh dari luar Islam seperti, Kristen, Budha, Hindu, filsafat, dan gnosis.    

Ulama Ottoman mempunyai hak yang istimewa di pemerintahan Ottoman. Mereka yang mengatur undang-undang negara dan hukum Islam yang ditampilkan secara legal formalistik.

Sehingga, praktik Islam ini juga mendapatkan kritik dari beberapa syekh sufi yang berpendapat bahwa praktik agama Islam bisa ditampilkan dengan sebagaimana praktik kegamaan yang mereka lakukan.

Baca Juga  Tradisi Kompolan: Religiusitas, Sosial, atau Ekonomi?

Layaknya kritik kepada para sufi yang seperti biasanya ditunjukkan oleh ulama. Ulama dinasti Ottoman menganggap praktik agama yang dilakukan oleh para sufi sebagai bid’ah dan bukan bagian dari agama Islam.

Ulama Ottoman merupakan representasi kerajaan dan memiliki wewenang untuk menafsirkan hukum Islam sebagai inti pemikiran Islam dan menekankan Tauhid atau keesaan Tuhan.

Sebaliknya, para Sufi mendakwahkan gaya hidup asketik yang menolak perbedaan antara sang pencipta (Tuhan) dan ciptaanya dengan mengajarkan bahwa ciptaanya adalah manifestasi dari sang pencipta.

Keidentikkan Ottoman dengan Islam Sunni

Ketika kerajaan Ottoman diidentikan dengan Islam Sunni yang legal-formalistik dan para sufisme mendapat popularitasnya di daerah Ottoman seperti Balkan dan Anatolia dan memungkinkan mereka untuk menarik berbagai peran penting dengan masyarakat kekaisaran. Daya tarik para sufi ini menjelaskan mengapa ada beberapa pemberontakan sufi dengan kerajaan.

Misalnya, pemberontakan Syekh Bedreedin pada 1416 melawan ororitas Sultan Usmani, Mehmed 1 dan membawa kerajaan ke ambang kehancuran. Syekh Baderrdin dipengaruhi oleh tulisan mistik, filsuf, dan penulis terkenal Ibn Arabi bahwa dunia itu kuno, tidak ada awal, tidak ada akhir, dan tidak diciptakan dalam waktu.

Jika dunia fisik menghilang, maka dunia spiritual akan menghilang juga. Dunia sekarang dan dunia selanjutnya adalah fantasi imajiner. Syekh sufi revolusioner menolak adanya surga dan neraka serta hari penghakiman dan kebangkitan.

Dia juga menolak perbedaan antara Muslim dan Non-muslim, mengizinkan para pengikutnya untuk minum anggur, dan menganjurkan pembagian tanah bagi para pengikutnya. Ulama Ottoman menuduhnya telah melakukan bid’ah dan Syekh Badreddin akhirnya dieksekusi atas perintah Mehmed 1 pada tahun 1416. (Mehrdad Kia, 2011:168)

Bektashi

Persaudaraan sufi besar pertama di kerajaan Ottoman yaitu Bektashi. Muncul sebagai kekuatan sosial politik yang kuat pada abad ke 14. Para pemimpin dari tarekat Bektashi memainkan peran penting pada korps Janissari­.

Baca Juga  Sunan Bonang: Sikap Keras Kurang Efektif dalam Dakwah

Jika melacak sejarahnya, Bektashi asal usulnya berasal dari seorang guru fusi dari Persia, Haci Bektas Veli yang diyakini hidup pada abad ke-13. Ajaranya mencapai bentuk terbaik ketika Balim Sultan memimpin tarekat tersebut sekitar abad ke-16.

Praktik keagamaannya dipengaruhi oleh kepercayaan, adat istiadat setempat dan beberapa praktik yang dilakukan oleh Islam Syiah serta mendapat pengaruh dari gerakan Hurufi.

Para anggota Bektashi mengakui dan menghormati ajaran Syiah 12 Imam dan menyakini bahwa Imam Ali sepupu dan menantu Nabi Muhammad, yang mereka yakini sebagai satu kesatuan dengan Allah, dan Nabi Muhammad dalam satu kesatuan.

Seperti halnya dengan Syiah, tarekat Bektashi juga berduka atas kematian Imam Husain, yang merupakan cucu Nabi Muhammad yang meninggal pada peristiwa Karbala pada bulan Muharram.

Di bawah pemerintahan Ottoman, para pemimpin Bektashi memperkenalkan ajaran-ajaran mereka ke berbagai wilatah di Balkan, Anatolia, dan Arab Timur Tengah, termasuk Mesir.

Ketika ajaran tersebar ke wilayah Balkan banyak orang Kristen di Albania, Kosovo, dan Makedonia masuk Islam melalui ajaran dan aktivitas Bektashi. (Mehrdad Kia, 2011:171)

Maulawi/Mevlevis

Saingan terbesar Bektashi adalah Mevlevi, yang menikmati popularitas luar biasa di antara elit penguaasa Ottoman. Pendiri tarekat tersebut, salah satu penyair besar Persia yang sangat dicintai, adalah Maulana Jalaluddin Rumi, lahir pada 1207 di Balkh daerah Afghanistan.

Sebelum penyerbuan Mongol pada 1215 Rumi meinggalkan kotanya dan menetap di Konya ibukota Seljuk di Anatolia Tengah. Rumi di sana tinggal dan menulis hingga ia meninggal pada 1273, dia dimakamkan di samping ayahnya, Bahauddin Walad.

Rumi semasa hidupnya sangat dipengaruhi oleh gurunya seorang sufi Persdia, Shams Tabriz. Syam mempengaruhi Rumi untuk mengarang salah satu masterpiece puisi Persia, Divan-i Shams-i Tabriz-i, di mana pada karya tersebut Rumi mengungkapkan cinta yang dalam, kekaguman, dan pengabdian untuk Syams.

Baca Juga  Sufisme dalam Relasi Studi Agama Moneteistik

Seperti halnya Bektashi, Maulawiyah juga menjadi sasaran serangan dari ulama kerajaan. Yang mengkritik penggunaan musik dan tarian sebagai cara beribadah dan menganggapnya tidak Islami.

Pada tahun 1516 ketika Selim 1 bergerak melawan dinasti Safwi di Iran, Syeikhul Islam membujuk Sultan untuk memerintahkan penghancuran makam Rumi di Konya yang merupakan jantung aktivitas kegiatan Maulawiyah. Tetapi, perinah itu dicabut oleh sultan.

Namun situasi sangat berbeda pada masa berikutnya, di mana para anggota dan pemimpin Maulwaiyah mendapatkan penghormatan dari kerajaan. Misalnya pada tahun 1634, Murad IV menyerahkan hasil pajak dari Non-Muslim Konya untuk kepada peimpin Maulawiyah.

Pada tahun 1648, pemimpin tarekat ini mendapatkan sebuah penghormatan dengan melantik sultan baru. Pada masa Sultan Selim III, sang Sultan mengunjungi tekke atau pondokan tarekat, upacara musik yang dulunya dilakukan hanya pada hari Selasa dan Jumat dilakukan setiap hari (Mehrdad Kia, 2011:175).

***

Selain dua tarekat di atas masih ada tarekat-tarekat lain yang mempunyai nama besar di kerajaan Ottoman seperti Naqsabandi dan Suhrawardi. Naqsabandi yang berasal dari Asia Tengah datang pada masa Ottoman sekitar abad ke-15 berbeda dengan dua tarekat di atas.

Naqsabandi masih mempraktikkan praktik-praktik keagamaan yang sesuai dengan aturan hukum Islam. Tarekat ini mempunyai kecenderungan anti-Safawi sehingga pada penyerbuan Safawi. Sultan Ottoman membuat koalisi dengan tarekat ini.

Beberapa dati tokoh ini seperti Abdullah Ilyas dan Ahmad Bukhari mendapatkan tempat di kerajaan (John Curry dalam Lloyd Ridgeon, 2020: 410).

Editor: Rozy

Fahmi Rizal Mahendra
17 posts

About author
Alumni UIN Sunan Ampel Surabaya. Membaca dan Menulis tentang sejarah Ottoman, Turki & Tasawuf/Sufisme.
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *