Dalam berbagai kalangan setiap manusia memiliki pandangan juga konsep yang dimiliki oleh masing-masing individu. Tidak terkecuali, mengenai pemikiran kita tentang suatu hal. Ilmu kalam banyak sekali yang memaknainya dengan argumen beserta landasan yang diyakini masing-masing.
Bisa kita lihat dari empat madzhab yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, dan Imam Hambali memiliki ciri khas masing-masing yang tentunya terdapat perbedaan di antaranya. Ilmu kalam selalu identik dengan pembahasan mengenai masalah-masalah ketuhanan.
Biografi Singkat Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah merupakan pemikir atau mutakallim (ahli ilmu kalam) pertama dalam Islam. Ia berasal dari golongan ahl fiqh atau al-Fuqaha’ dan Ulama’ terkemuka pada masa tabi’in, penerus setelah sahabat Rasulullah SAW.
Di mana sejarah umat Islam masih banyak yang membahas mengenai dasar-dasar agama yang dinamakan (al-Ushul al-Diniyyah). Kemudian Abu Hanifah memodifikasikanya ke dalam buku dengan penulisanya yang sistemasis pada bab-bab. (Al-Baghdadi, 1928) Tidak hanya itu beliau juga menjadi imam panutan oleh orang-orang salaf dalam masalah aqidah. (Ghawiji, 1993).
Beliau dalam pemikiran Fiqih-nya dinamakan madzhab hanafi, nama lengkapnya adalah Al-Nu’man bin Tsabit Zuta bin Mah Al-Taymi. Lahir di kota Kuffah pada tahun 80 H/699 M. Keturunan Persia dari keluarga yang berkecukupan. Ia dilahirkan pada masa periode sighar al-sahabah dan bertepatan dengan dinasti Umayyah masa kepemimpinan khalifah Abd Malik bin Marwan (66-86 H/685-709 M) dan Beliau wafat di Baghdad, Irak 148 H/767 M. (Nahnudunnasir, 2005).
Ayah Abu Hanifah bernama Thabit bin Zuta yaitu seorang pedagang sutra, setiap berdagang beliau sering ikut dengan ayahnya hingga bakat berdagang sutra dimiliki olehnya hingga Abu Hanifah menjadi pedagang sutra yang besar dan terkenal.
Sebagai pedagang sutra waktu itu Abu Hanifah belum mengarahkan perhatian pemikiranya ke pada ilmu. Sebab, sembari berdagang beliau juga menghafal Al-Qur’an dan sangat rajin membacanya, di sisi lain beliau memiliki kemampuan daya ingat yang sangat kuat. Selain hafal Al-Qur’an namun juga hafal berbagai ribuan hadis.
Kecerdasan beliaulah yang membuat banyak perhatian orang-orang yang mengenalnya. Hingga As-Syu’abi mengutarakan Abu hanifah mencurahkan perhatianya ke dalam bidang ilmu.
Masuknya Abu Hanifah dalam Dunia Keilmuan
Abu Hanifah mendalami berbagai ilmu setelah mendapat arahan dari as-Syu’abi. Meskipun beliau mulai terjun ke lapangan ilmu, tetapi tetap tidak melupakan usahanya. Ia berguru dengan kebanyakan dari kalangan tabi’in, di antara guru ahli fiqih yang paling masyhur adalah Imam Hamdan bin Abu Sulaiman. Abu Hanifah berguru selama 18 tahun. Beliau memilih ilmu fiqih sebagai konsentrasi kajian.
Dalam ilmu kalam ia sering andil dalam berbagai seminar, kajian hadis beserta periwayatanya sehingga para kaum ilmiah mengakuinya seorang teolog. Karya-karyanya sangat banyak, terutama dalam bentuk buku dan kitab. Kemudian diteruskan oleh murid-muridnya melaui ide-ide beliau. Salah satunya ialah kitab Al-fara’id, kitab Asy-syurut dan kitab Al-Fiqh al-Akbar. (Al-Dzahabi, 2003).
Pemikiran kalam Abu Hanifah muncul karena sebagai respon pada kelompok khawarij, murji’ah, mu’tazilah dan syiah terhadap berkembangnya aliran-aliran kalam dan beliau menolaknya dengan menggunakan dalil Naqliyah dan Aqliyah untuk memperkokoh argumentasi yang telah ia bangun.
Aqidah Moderat Abu Hanifah
Pemikiran kalam dalam karyanya menunjukkan bahasa beliau yang sangat mumpuni di bidang kalam khususnya dalam mempertahankan aqidah yang moderat. Abu Hanifah selalu mencampurkan dirinya dalam dialog diskusi mengenai ilmu kalam, tauhid dan metafisika. Ia mengkonsepkan Tuhan Dzat dan sifat adalah Dzat yang Esa.
Formulasi Iman yang dikonsepkan dalam ilmu kalam beliau berbeda dengan para teolog seperti Imam Al-Asy’ari, Al-maturidi dan Ibnu Taimiyah begitu dengan ulama-ulama salaf. Pada dasarnya iman diartikan Abu Hanifah, bahwa keyakinan iman itu dengan hati dan pengakuan dengan lisan. Dalam iman dan tauhid semua mukmin adalah sama derajatnya.
Apalagi karena amal perbuatanya, sehingga ada sebagian ulama yang mengatakan beliau menyerupai kelompok murji’ah akibat pernyataanya yang mengatakan iman ialah keyakinan dengan hati dan dianggap telah mengesampingkan amal dari iman.
Dalam kitab al-Fiqh al-Akbar karya Abu Hanifah sendiri menjelaskan iman yang diungkapkan dengan Islam diutarakan bagai punggung dengan perut di mana tidak ada iman tanpa Islam. Begitu juga sebaliknya tidak ada Islam tanpa iman. Hal ini diperjelas di dalam Qs. Al-Hujurat ayat 14 dan Qs. Yunus ayat 84 . (hanifah, 1324 H).
Teologi imam Abu Hanifah tentang persoalan dalam pandangan sifat Allah membaginya 2 sifat, pertama sifat dzatiyah yaitu mencakup sifat hayat, qudrat, ilmu, kalam, bashar dan iradah. Kedua sifat fi’liyah mencakup mengenai yang menciptakan, dan memberi rahmat, rizki. (hanifah, 1324 H).
Kalam Allah (Al-Qur’an) pandangan Abu Hanifah tidak terlepas tentang sifat Tuhan yang menurutnya kalam Allah berdiri pada dzatnya yakni kalam (berbicara) memiliki sifat terdahulu (qadim) seperti dzat Tuhan dan tidak dapat terpisah darinya. Kalam Allah, Qadim berdiri pada dzatnya tidak dapat dilihat, didengar dan berwujud abstrak (immaterial). Sedangkan kalam manusia lebih luas yaitu dapat di indra (material). (Al-babarti, 2009).