Ibn Hajar al-Asqalani merupakan seorang cendikiawan muslim berkebangsaan Mesir. Ia mempunyai nama lengkap Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Hajar al-Kannani al-Qabilah. Panggilan yang sering digunakan untuk Ibn Hajar adalah al-Asqalani, karena kehebatan sang kakek yang berasal dari daerah Palestina.
Ibn Hajar dilahirkan pada tanggal 22 Sya’ban tahun 733 H atau sekitar tanggal 18 Februari 1372 M. Ia dilahirkan di sekitar pinngiran sungai Nil, bertempat di daerah Dar Nuhas, Mesir. Pada masa kecilnya, Ibn hajar telah ditinggal oleh kedua orang tuanya.
Sang ibu meninggalkan Ibn Hajar terlebih dahulu ketika masih bayi. Ibunya yang bernama Tujjar merupakan seorang wanita yang kaya dana aktif pada kegiatan perdagangan. Sedangkan ayahnya menyusul meninggalkan Ibn Hajar ketika ia berusia empat tahun. Sang ayah yang bernama Nuruddin Ali merupakan tokoh ulama terkemuka yang bergelar mufti (Limyah al-Amri, 2011: 52).
Kondisi yang prihatin tidak menyurutkan Ibn Hajar untuk menimba ilmu pengetahuan. Setelah kematian kedua orang tuanya, Ibn Hajar diasuh oleh seorang saudagar yang bernama Zakiuddin Abu Bakar al-Kurubi. Pada umur lima tahun, ia memulai pembelajaran dengan masuk ke taman pendidikan al-Qur’an.
Haus Akan Ilmu
Ketika berumur sembilan tahun, Ibn Hajar telah hafal al-Qur’an. Selain bisa menghafalkan al-Qur’an, ia juga banyak menghafal kitab-kitab yang ringkas seperti halnya kitab al-‘Umdah, Mukhtashar Ibnu Hajib dan Milhatul I’rab.
Semangat untuk mencari ilmu terus berlangsung, ketika berumur sekitar dua belas tahun, Ibn hajar berangkat menuju mekkah untuk mempelajari ilmu Fiqh dan mendalaminya. Namun kali ini ia mempelajari ilmu hadis dan mendalaminya. Guru pertama Ibn Hajar untuk mendalami hadis ialah Zain al-Din al-Iraqi (al-Rahman Sakhawi: 1999: 20).
Tak cukup mempelajari satu ilmu saja, Ibn Hajar pergi ke tempat lain untuk mencari ilmu-ilmu yang lain. Ia pernah pergi ke Damaskus, kemudian pergi ke palestina, dan pergi ke daerah yaman. Ilmu yang di dapatkan dari berpindah-pindah tempat ialah ilmu Fiqh, ilmu Hadist, ilmu Hisab, Bahasa Arab dan sebagainya (Ibnu Hajar al-‘Asqalani, 1994: 24).
Adapaun karya-karya dari Ibn-Hajar berjumlah 270 karya dan beberapa karya tersebut merupakan karya yang sangat fenomenal dan sudah terkenal dikalangan para ulama, di antaranya adalah: Fathul Bari, Tahzib al-Tahzib, Ad-Darr al-Kaminah, Asbab al-Nuzul, Bulugh al-Maram dan karya-karya terkenal lainnya.
Seperti halnya pemikir-pemikir islam lainnya, ketika membahas tentang teologi mereka akan bersandar pada hadis-hadis nabi untuk menjadikan refrensi dan sebagai penjelas mana kala ada suatu kesulitan.
Begitu juga pada pemikiran Ibn Hajar tentang Teologi, ia bersandar pada hadis-hadis nabi yang kebanyakan melalui perawai al-Bukhari. Pemikiran teologi Ibn Hajar bisa kita temukan seperti pada kitab karyanya yaitu kitab Fath al-Bari syarh al-Bukhari.
Pemikiran Teologi Ibn Hajar al-Asqalani
Adapun Pemikiran Ibn Hajar tentang Teologi yaitu tentang perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia. Ibn Hajar mengambil redaksi dari kitab Sahih al-Bukhari pada juz empat dalam “Bab firman Allah Ta’ala: padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu; sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran” (al-Bukhari, 1995: 355).
Dalam bab tersebut, Ibn Hajar berpendapat dalam syarahnya Fath al-Bari Juz 13; semua perbuatan yang dilakukan oleh manusia berasal dari penciptaan Allah. Karena jika perbuatan tersebut murni dari hasil penciptaan manusia sendiri. Maka hal tersebut akan menetapkan bahwasanya ada pencipta lain selain Allah (al-‘Asqalani, 1995: 528).
Selanjutnya pada bab tentang kekuasan dan kehendak mutlak Tuhan. Ibn Hajar pada syarahnya pada juz ke 3, berpendapat bahwa manusia tidak bisa menentukan kehendak dan perbuatannya sendiri. Manusia hanya bisa mengikuti apa yang sudah ditetapkan oleh Allah. Baik berupa perbuatan maupun kehendak, karena Allah merupakan kehendak mutlak (al-‘Asqalani, 1959: 11).
Ibn Hajar juga berpendapat tentang taqdir pada juz ke sebelas, bahwasanya semua taqdir itu sudah berada dalam kekuasaan dan sudah ditentukan olehNya, akan tetapi manusia tidak boleh terpaksa akan takdir tersebut. manusia haruslah tetap berusaha dalam mencapai tujuannya meskipun nanti kedepannya manusia tidaklah tau nasibnya. Pendapat Ibn Hajar pada bab ini menolak pada pandangan kaum jabariyah yang hanya megandalkan taqdir ketika menjalani hidup dan tidak mau berusaha .
Dalam menerangkan pembahasan tentang ketetapan Allah. Ibn Hajar berpendapat bahwasanya setiap penciptaan sudah mempunyai catatan atau ketetapan dari Allah. segala aspek kehidupan baik berupa hidup dan mati, tentang rizki, dan kejadian-kejadian yang ada di dunia sudah ditetapkan terlebih dahulu oleh Allah sebelum semua itu di ciptakan dan di lakukan.
Editor: Dhima Wahyu Sejati