Nama lengkap beliau adalah Abu Hudhayfah Washil bin Atha’ al-Ghazzal, lahir tahun 80 H/689 M di Madinah dan wafat 131 H/749 M. Dikatakan beliau lahir sebagai hamba sahaya atau budak bagi Bani Dibbah. Namun, beliau diberi kesempatan untuk belajar.
Washil bin Atha’ dan Muktazilah
Washil bin Atha’ dikenal sebagai pendiri salah satu sekte besar dalam ilmu kalam. Tentu kita tidak asing lagi dengan kaum Muktazilah. Muktazilah lahir ketika kaum Khawarij dan Murjiah berselisih pendapat tentang dosa besar, di mana Khawaraij berpendapat orang yang melakukan dosa besar wajib diperangi dan Murjiah berpendapat bahwa orang yang melakukan dosa besar tidak wajib diperangi.
Dan kemudian, terjadi dialog antara Washil bin Atha’ dengan gurunya, Hasan al-Bashri. Washil bin Atha’ mengatakan bahwa pelaku dosa besar posisinya berada di antara iman dan kafir. Sebutan lain selain Muktazilah ialah Mu’attilah, yang sebenarnya sebutan ini ialah ejekan golongan Ahlussunnah; dikarenakan Muktazilah berpendapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat.
Sebelum belajar kepada Hasan al-Bashri di Basrah, Washil pernah belajar kepada Abu Hakim Abdullah bin Muhammad bin al- Hanafiah di Madinah. Yang kemudian ia pindah ke Basrah dan berguru kepada Hasan al-Bashri. Di mana kota Basrah pada waktu itu, terjadi akumulasi berbagail ilmu pengetahuan.
Muktazilah sendiri sebenarnya sudah ada sebelum Washil bin Atha’ dan sebelum timbul pendapat posisi antara dua posisi (Harun Nasution, 2013, hal. 41). Namun secara sederhana dikatakan bahwa Washil adalah orang pertama yang membina aliran Muktazilah menetapkan dasarnya.
Dalam doktrin-doktrin teologinya, Muktazilah banyak menggunakan akal. Sehingga mereka juga disebut “kaum rasionalis dalam Islam”. Dalam ajarannya, Muktazilah memberi kedudukan yang tinggi pada akal.
Dalam ajarannya, iman bukan hanya tashdiq (iman berdasarkan wahyu) melainkan dengan ma’rifah (berdasarkan pengetahuan), yakni mengetahui apa yang diyakini dan harus diproyeksikan ke dalam amal dan perbuatan. (Harun Nasution, 1986, hal. 147). Terlepas dari semua perdebatan-perdebatan dan kontroversi ajarannya, banyak juga kontribusi-kontribusi Washil bin Atha’ dalam dunia Islam.
Jasa Washil bin Atha’ dalam Teologi Islam dan Ilmu Kalam
Terlepas dari semua perdebatan tantang ilmu kalam, jasa-jasa beliau juga harus kita ketahui. Kebanyakan orang tidak mengetahui betapa besarnya jasa Washil bin Atha’ bagi umat Islam. Ia meninggalkan warisan yang sangat berharga.
Salah satu jasanya ialah pelopor pembahasan teologi secara ilmu kalam. Kemudian juga merupakan pelopor pembahasan logis terhadap akidah Islamiah, sehingga pemeluk agama lain yang ingin menyerang Islam dengan logika-logikanya berhenti mendebat Islam.
Ali Musthafa al-Ghurabi mengatakan, “Washil adalah pelopor pembahasan teologi secara Ilmu Kalam, yang meninggalkan warisan filsafat yang berharga bagi kaum muslimin, serta membuka lembaran baru metode pembahasan logis terhadap akidah islamiah.” (Rochimah, Mukhtafi, dkk., 2018, hal. 86)
Pada saat itu, kaum Muktazilah mengamati cara agama-agama lain menyerang akidah Islam. Kemudian setelah berkesimpulan bahwa orang-orang tersebut menyerang akidah Islam dengan filsafat dan logika, kemudian Muktazilah berusaha menguasai filsafat dan logika untuk menyerang orang-orang tersebut dengan senjatanya.
Hal ini harus dilakukan karena apabila argumentasi yang digunakan hanya berdasarkan pada Al-Qur’an dan hadis, tentu kita tidak dapat mematahkan argumentasi mereka yang tidak percaya pada Al-Qur’an dan hadis. Sehingga, tidak ada cara lain untuk memuaskan mereka kecuali dengan dalil-dalil logika dan filsafat.
Ajaran-Ajaran Rasional Muktazilah
Dan tidak lupa pula pada masa Dinasti Abbasiyah, ajaran-ajaran rasional Muktazilah dijadikan teologi bangsa. Tepatnya pada masa kepemimpinan Khalifah al-Makmun, yang menjadikan perkembangan ilmu pengetahuan dunia Islam pada masa itu sangat maju dan dikenal sampai sekarang. Pada saat itu, dilakukan penerjemahan buku-buku berbahasa Yunani, Persib, dan Mesir ke dalam bahasa Arab.
Pada masa Khalifah al-Makmun (830 M), didirikanlah Baitul Hikmah yang dijadikan tempat diskusi, kajian, observasi, dan juga pusat pembelajaran bidang keilmuan. Sehingga pada masa itu, umat Islam berada pada puncak keemasan dan banyak melahirkan tokoh-tokoh ilmuwan Muslim di banyak bidang ilmu pengetahuan, di mana teorinya masih diterapkan hingga sekarang.
Tidak dapat dipungkiri jasa-jasa Washil bin Atha’ yang tidak bisa dilupakan dan tidak dapat diingkari kebenarannya, meskipun banyak tokoh-tokoh ilmu kalam yang menentang ajaran rasionalnya.
Editor: Zahra