Pandemi COVID-19 masih menjadi virus mematikan yang menyebar di seluruh belahan dunia. Virus ini menyerang imun tubuh juga menyerang imunitas perekonomian dunia. Interaksi terbatas guna memutus rantai penyebaran COVID-19 mengakibatkan melemahnya perekonomian dunia.
Perekonomian dunia yang melemah mengakibatkan banyak negara memasuki jurang resesi karena pertumbuhan ekonomi yang menurun secara signifikan dari kuartal ke kuartal. Suatu negara resmi memasuki jurang resesi ketika pertumbuhan ekonomi negara memasuki angka minus selama dua kuartal berturut-turut (Year on Year).
Faktor Terjadinya Resesi
Faktor terjadinya resesi dikarenakan guncangan ekonomi yang begitu kuat, menurunnya proses jual-beli, dan terjadinya deflasi. Resesi yang terjadi menjadi masalah baru bagi setiap negara. Selain berusaha untuk memutus rantai penularan virus COVID-19, negara yang terdampak resesi juga berusaha untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi negara agar tidak terjadi krisis yang berkepanjangan pada negara tersebut.
Resesi yang terjadi akan berdampak pada stabilitas negara tersebut. Pasalnya, resesi yang terjadi tidak hanya berpengaruh pada negara saja, tetapi masyarakat juga terkena dampaknya. Meningkatnya angka pengangguran serta berubahnya kebiasaan belanja merupakan dampak dari resesi ekonomi yang dirasakan langsung oleh masyarakat.
Pada kuartal ke-III (Year on Year), angka pertumbuhann ekonomi Indonesia berada pada angka -3,49% dan pada kuartal ke-II pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada angka -5,34%. Pada kuartal ke-II dan ke-III, angka pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada angka minus. Minusnya angka ekonomi Indonesia pada kuartal ke-III memastikan Indonesia memasuki jurang resesi menyusul negara-negara lainnya, seperti Amerika, Jerman, Singapura, dan Selandia Baru.
Masuknya Indonesia ke dalam jurang resesi menjadikan Pemerintah Indonesia harus bekerja ekstra untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara serta memutus rantai penyebaran COVID-19 agar mampu keluar dari jurang resesi ekonomi. Stimulus yang dilakukan pemerintah guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional harus melibatkan ekonomi dan keuangan syariah. Pasalnya, ekonomi syariah di Indonesia memiliki ekosistem yang baik sebagai stimulus pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional.
Dalam menghadapi resesi ekonomi, Pemerintah Indonesia berpendapat bahwa ekonomi syariah lebih mampu menghadapi badai resesi. Hal ini terbukti pada saat Indonesia mengalami krisis pada tahun 1998 dan 2008. Ekonomi syariah lebih tahan terhadap krisis. Prinsip dan nilai yang dianut oleh ekonomi syariah menjadi landasan dasar ekonomi syariah lebih tahan dalam menghadapi krisis.
Resesi Menjadi Tantangan bagi Ekonomi Syariah
Menghadapi badai resesi menjadi tantangan tersendiri bagi ekonomi syariah untuk tetap pada koridornya dan mampu berperan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Penduduk Indonesia yang notabenenya beragama Islam menjadi peluang besar berkembangnya ekonomi syariah.
Perkembangan lembaga keuangan syariah dan industri pariwisata syariah menjadi salah satu solusi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Walaupun perbankan syariah terkena dampak dari COVID-19. Namun, perbankan syariah masih mampu untuk menghadapi badai resesi.
Kenaikan angka pembiayaan bermasalah. Sebab, usaha nasabah pembiayaan terkena dampak COVID-19 menjadi masalah bagi lembaga keuangan syariah pada saat pandemi. Namun, selain itu lembaga keuangan syariah harus mampu membaca peluang dengan cara lebih selektif dalam melakukan pembiayaan pada saat pandemi.
Untuk membantu pertumbuhan ekonomi negara, ekonomi syariah berpeluang melakukan pembiayaan-pembiayaan baru yang berkaitan dengan pandemi COVID-19 ini. Misalnya saja, perbankan melakukan pembiayaan untuk menyediakan fasilitas-fasilitas alat-alat kesehatan, seperti ventilator rumah sakit, alat pengaman diri, dan alat tes COVID-19.
Selain peran lembaga keuangan syariah, industri halal juga memiliki peran menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia. Industri halal diharapkan mampu untuk menggenjot perekonomian Indonesia, karena ekosistem Indonesia mendukung perkembangan industri halal. Industri pariwisata halal Indonesia juga menduduki peringkat pertama berdasarkan data dari Global Travel Index Muslim (GTIM) pada tahun 2019.
Prestasi yang diraih tersebut harus tetap dipertahankan, tetap dikembangkan, dan melakukan inovasi. Baik dari segi promosi dari media digital maupun dari segi kualitas pariwisata, yang pada akhirnya sektor pariwisata halal Indonesia dapat menjadi stimulus pertumbuhan ekonomi di masa pandemi.
Peran Lembaga Filantropi
Selain melakukan stimulus untuk meningkatkan pendapatan negara melalui lembaga keuangan syariah dan industri halal, Pemerintah juga harus memperhatikan keadaan rakyat yang terkena dampak COVID-19. Saat pandemi, terjadi banyak masyarakat yang kehilangan mata pencahariannya dan kesulitan untuk menghidupi keluarganya.
Maka dari itu, lembaga filantropi Islam memiliki peluang besar untuk membantu masyarakat yang terkena dampak. Peran lembaga filantropi Islam dapat berupa peningkatan zakat, infak, shadaqah, dan wakaf. Peran tersebut dapat berupa pengumpulan donasi yang pada akhirnya diberikan pada masyarakat yang membutuhkan. Sehingga, lembaga filantropi Islam mampu mengatasi kemiskinan dan krisis yang terjadi pada saat pandemi.
Permasalahan saat ini, ekonomi syariah masih sekadar perbincangan pada tataran teoretis dalam ruang akademik serta hanya monoton pada pembahasan lembaga keuangan syariah. Permasalahan ini harus mampu dibaca oleh ekonom Indonesia, yang pada akhirnya mampu diselesaikan dan menjadikan Indonesia sebagai pusat studi ekonomi syariah.
Solusi dari permasalahan ekonomi syariah saat ini di antaranya:
Pertama, peningkatan daya literasi masyarakat Indonesia mengenai ekonomi syariah. Hal ini dapat dilakukan melalui kajian di siaran televisi atau pun media digital atau sosialisasi langsung kepada masyarakat mengenai literasi ekonomi syariah.
Kedua, percepatan kajian ekonomi syariah harus dilakukan guna mendongkrak kesadaran masyarakat untuk beralih dari ekonomi konvensional ke ekonomi syariah. Pasalnya, masih banyak masyarakat yang menganggap bahwa ekonomi konvensional dan ekonomi syariah hanya berbeda dari namanya saja, namun secara pelaksanaan tidak ada yang berbeda.
Editor: Lely N