Fikih

Teori-Teori Ekonomi dalam Islam

3 Mins read

Membicarakan teori ekonomi tidak lepas dari filsafat Islam yang merupakan jembatan emas bagi perkembangan kajian filsafat di Eropa.

Ketika Barat masih dalam masa kegelapan yang dikenal dengan istilah The Dark Ages” ini merupakan fase dari peradaban Eropa. Pada masa ini, terjadi transmisi dari ilmu pengetahuan Yunani menjadi ilmu pengetahuan bercorak Islam.

Begitu pula perkembangan teori ekonomi yang telah dikemukakan oleh filusuf Yunani Kuno, seperti Plato dan Aristoteles, juga dibicarakan oleh filusuf Islam sperti Ibn Sina, al-Farabi, Ibn Rusyd, Al-Ghazali, dll. Kemudian karya mereka berkembang sebagai rujukan kedua setelah filsafat Yunani dalam perkembangan keilmuan ekonomi di Eropa.

Al-Ghazali dengan teori kebutuhan manusia, dibagi menjadi tiga, yaitu; kebutuhan primer (darrurriyah), kebutuhan skunder (hajiat), dan kebutuhan mewah (takhsiniyat). Teori ini lebih dikenal hasil pemikiran William Nassau yang menjelaskan kebutuhan dasar (nessecity), skunder (decency), dan kebutuhan tersier (luxury).

Adapun secara rinci penulis menggambarkan teori ekonomi secara sederhana sebagai berikut:

Kepemilikan

Kata hak berasal dari bahasa Arab al-haqq yang secara bahasa memiliki beberapa pengertian, al-haqq diartikan ketatapan atau kepastian. Hal ini dijelaskan dalam QS. Yasin 36: 7.

لَقَدْ حَقَّ الْقَوْلُ عَلٰٓى اَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ

“Sesungguhnya telah pasti Berlaku Perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, kerena mereka tidak beriman”.

Al-haqq diartikan kebenaran, tercantum dalam QS. Yunus: 35.

قُلْ هَلْ مِنْ شُرَكَاۤىِٕكُمْ مَّنْ يَّهْدِيْٓ اِلَى الْحَقِّۗ

“Katakanlah: “Apakah di antara sekutu-sekuturmu ada yang menunjuki kepada kebenaran?”

Menurut Mustafa Ahmad al-Zarqa’ dalam Fiqih Mu’amalah mendefinisikan hak adalah kekhususan yang ditetapkan oleh Syara’ atas suatu kekuasaan. Hak di sini cakupannya lebih luas tidak hanya bentuk materi tetapi non materi pun masuk, seperti hak perwalian, hak sebagai warga negara, dll.

Baca Juga  Perkembangan Mazhab Fikih dalam Lintas Sejarah

Sedangkan, milik berasal dari bahasa Arab al-milk secara bahasa berarti penguasaan terhadap sesuatu. Secara istilah, Muhammad Abu Zahra yang dikutip Abdurrahman Ghufran dkk dalam Fiqh Mu’amalah mendefinisikan, “Pengkhususan seseorang terhadap pemilik suatu benda menurut syara’ untuk bertindak secara bebas dan bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang yang bersifat syara”.

Produksi

Manusia memiliki tanggungjawab terhadap kelestarian di bumi maka, salah satu usahanya adalah dengan mengelolah hasil bumi untuk keperluan kehidupan.

Seperti difirmankan Allah SWT di QS. Al-Jatsiyat: 13.

وَسَخَّرَ لَكُمْ مَّا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا مِّنْهُ ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ

“Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir”

Mengelolah hasil bumi untuk keperluan kehidupan inilah disebut kegiatan produksi. Melakukan kegiatan produksi bernilai ibadah karena bagi seorang muslim segala aktivitas untuk kemasyalahatan bernilai ibadah.

Konsumsi

Kegiatan ekonomi mengarah pada pemenuhan kebutuhan konsumsi bagi manusia. Pentingnya konsumsi bagi manusia, bahkan Allah Swt menulis khusus tentang konsumsi dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah.

Aktivitas konsumsi harus disesuaikan dengan pemasukan manusia tersebut. Karena seringkali fitrah manusia dan realita tak sesuai, contohnya permintaan akan bertabah jika pemasukkan bertambah dan sebaliknya permintaan berkurang jika pemasukan menurun. Seperti disebutkan Allah dalam QS. At-Thalaq (65): 7.

لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهٖۗ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهٗ فَلْيُنْفِقْ مِمَّآ اٰتٰىهُ اللّٰهُ ۗ لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا مَآ اٰتٰىهَاۗ سَيَجْعَلُ اللّٰهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًا

“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”.

Transaksi

Dalam setiap lini kehidupan manusia pasti melakukan transaksi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Seperti halnya jual beli, simpan pinjam, sewa menyewa, syirkah (kerjasama) dalam syirkah ada: almudharabah (kontrak yang melibatkan dua kelompok), al-musyarakah (kerjasama dalam suatu proyek dengan sistem bagi hasil), al-muzara’ah (kerjasama mengelolah pertanian antara penggarap dan pemilik) dan mukhabarah (kerjasama pemilik dan penggarap sawah dengan benih dari pemilik), serta al-musaqah (kerjasama pertanian tetapi penggarap hanya bertugas memelihara tanaman) wadi’ah (titipan, bisa jadi bank), dan penggadaian.

Baca Juga  Terobosan Baru: Sinergi Ekonomi Syariah dan Pondok Pesantren

Dalam Islam tidak semua transaksi diperbolehkan dan ada yang diharamkan. Transaksi itu diperbolehkan jika sesuai dengan syara’ contoh barang yang dijadikan obyek transaksi bukan barang haram seperti darah, bangkai, babi, perjudian, dll.

Atau barangnya halal tetapi cara perolehannya yang haram, seperti  hasil korupsi, mencuri, atau menipu.

Distribusi

Distribusi merupakan kegiatan penyaluran harta atau pendapatan. Dalam Islam aktivitas distribusi lebih pada makna sosial. Distribusi menjadi suatu keharusan untuk menciptakan keseimbangan bagi kepemilikan.

Dalam Islam, instrumen utama kepemilikan utama adalah: zakat, infaq, sedekah, ghanimah (harta rampasan perang), fa’l, dan kharaj (pajak).

Pasar dan harga

Membahas tentang perilaku pasar merupakan aktivitas permintaan/keputusan pembelian barang dan jasa. Kehamornisan pasar akan terjadi ketika pelaku ekonomi memiliki etika (akhlak) yang baik dalam menyusun penawaran produk. Serta ikut bertanggung jawab terhadap penawaran tiap-tiap pasar untuk menentukan tingkat harga dan hasil masing-masing produk.

Masalah harga dalam ekonomi Islam prinsipnya adalah kerelaan, kerelaan antara penjual dan pembeli dalam mempertahankan kepentingan atas baranga tersebut.

Jadi, harga ditentukan oleh penjual kemudian pembeli punya hak ntuk melakukan penawaran. Maka prinsip dasar dalam keseimbangan harga pasar Islam melarang adanya kegiatan:

  1. Monopoli perdagangan
  2. Dilarang menimbun barang
  3. Mencegat barang sebelum sampai pasar
  4. Akad illegal
  5. Penipuan

Karena hal-hal tersebut merusak keseimbangan pasar.

Avatar
2 posts

About author
Mahasiswi Institut Teknologi Dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta Jurusan Manajemen
Articles
Related posts
Fikih

Mana yang Lebih Dulu: Puasa Syawal atau Qadha’ Puasa Ramadhan?

3 Mins read
Ramadhan telah usai, hari-hari lebaran juga telah kita lalui dengan bermaaf-maafan satu sama lain. Para pemudik juga sudah mulai berbondong meninggalkan kampung…
Fikih

Apakah Fakir Miskin Tetap Mengeluarkan Zakat Fitrah?

4 Mins read
Sudah mafhum, bahwa zakat fitrah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai puncak dari kewajiban puasa selama sebulan. Meskipun demikian, kaum muslim yang…
Fikih

Bolehkah Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim?

3 Mins read
Konflik antar umat beragama yang terus bergelora di Indonesia masih merupakan ancaman serius terhadap kerukunan bangsa. Tragedi semacam ini seringkali meninggalkan luka…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *