Fikih

Ijtihad Fikih Agraria: Menuju Gerakan Kolektif Land Reform

2 Mins read

Muhammadiyah sebagai Organisasi Islam modern besar, dalam Munas Tarjih Muhammadiyah ke 31,  merumuskan salah satu persoalan penting, yakni Fikih Agraria. Meskipun terdapat Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) pada tahun 1960 sebagai upaya perombakan struktur penguasaan tanah sekaligus melaksanakan amanat UUD pasal 33, namun pelaksanaanya masih jauh dari harapan, bahkan yang terjadi persoalan agraria makin berlipat-ganda.

Tentu ini merupakan kabar gembira, sekaligus bisa dikatakan sebagai terobosan untuk menjawab persoalan persoalan agraria di Tanah Air yang telah demikian akut dan pelik. Konflik agraria, seperti perebutan lahan, ketimpangan kepemilikan lahan, masifnya konversi lahan pertanian, dan makin menyempitnya kepemilikan lahan petani gurem, merupakan masalah yang mesti menjadi agenda semua kalangan.

Oleh karena itu, rumusan Fikih Agraria tersebut, menegaskan bahwa hak kepemilikan hakiki hanyalah Allah SWT, sedangkan manusia punya hak milik relatif. Fikih ini mengurai kompleksitas persoalan agraria saat ini seperti penderitaan dirasakan oleh petani kecil dan masyarakat adat yang hak-hak dan kearifan lokal mereka dalam pengelolaan tanah sering dikesampingkan.  Selain itu adapula advokasi dan regulasi, yakni upaya pendampingan kepada para korban termasuk upaya-upaya hukum dengan melakukan judicial review pada pasal-pasal bersamalah semisal Pasal 67 UU 41/1999 tentang Kehutanan (muhammadiyah.or.id).

Gerakan Kolektif Land Reform

Selama ini, gerakan Land Reform atau pembaharuan agraria kerap kali dicandra dengan stigma gerakan kiri. Namun kini nampaknya bandul itu telah bergeser sebagai persoalan universal. Munculnya ijtihad dari ormas Muhammadiyah terkait Fikih Agraria merupakan babak baru dan kemajuan dalam gerakan reformasi agraria.

Bagi petani gurem, lahan pertanian merupakan persoalan serius karena merupakan modal produksi yang kepemilikannya kian “mungkret”. Di sisi lain, penguasaan lahan yang di kuasai para oligarki yang merupakan persekutuan ekonomi dan politik kian brutal menganeksasi lahan petani gurem. Hadirnya ijitihad ini tentu memiliki makna cukup berarti dalam gerakan reformasi agraria di republik ini. Setidaknya ada dua hal makna positif yang bisa kita lihat.

Baca Juga  Fikih Dahulu Bukanlah yang Sekarang

Pertama, setidaknya makin mempertebal landasan dan argumentasi teologis untuk mencari jalan keluar dalam menangani persoalan agraria. Di level gerakan, terobosan ini bisa menjadi pemompa spirit dalam keberpihakan pada hajat hidup rakyat. Sedangkan pada ranah etos, rumusan fikih ini berisi tentang nilai-nilai, etika, kearifan dan berbagai aspek yang melingkupinya.

Kedua, di level yang lebih progresif, hadirnya Fikih Agraria sejatinya mengembalikan watak asli agama yang emansipatif untuk mewujudkan kemakmuran dan keadilan. Selain itu, ini juga menjadikan agama tidak sekadar sebagai ritual spritual, melainkan lebih dari itu, menjadikan agama menjalankan misi profetiknya sebagai basis pijak melawan ketidakadilan struktural maupun kultural.

Muhammadiyah sebagai organisasi Islam modern terbesar di dunia, selama ini kerap di identikkan dengan gerakan Islam perkotaan sehingga acap kali dipandang kurang memerhatikan sektor marginal, misalnya, buruh kasar, nelayan, dan petani gurem. Namun anggapan itu, nampaknya belakangan ini bisa dikatakan tidak relevan lagi, karena Muhammadiyah juga mulai melakukan tafsir progresif untuk menjawab tantangan  dan kepentingan kelompok marginal, termasuk ketimpangan kepemilikan lahan untuk menjadikan persoalan reformasi agraria sebagai gerakan kolektif semua elemen bangsa. Wallahu a’lam bishshawaab.

Editor: Yahya FR

Avatar
1 posts

About author
Analis Sosial Politik
Articles
Related posts
Fikih

Mana yang Lebih Dulu: Puasa Syawal atau Qadha’ Puasa Ramadhan?

3 Mins read
Ramadhan telah usai, hari-hari lebaran juga telah kita lalui dengan bermaaf-maafan satu sama lain. Para pemudik juga sudah mulai berbondong meninggalkan kampung…
Fikih

Apakah Fakir Miskin Tetap Mengeluarkan Zakat Fitrah?

4 Mins read
Sudah mafhum, bahwa zakat fitrah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai puncak dari kewajiban puasa selama sebulan. Meskipun demikian, kaum muslim yang…
Fikih

Bolehkah Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim?

3 Mins read
Konflik antar umat beragama yang terus bergelora di Indonesia masih merupakan ancaman serius terhadap kerukunan bangsa. Tragedi semacam ini seringkali meninggalkan luka…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *