Manusia adalah Makhluk Sosial
Manusia dalam menjalani ritus kehidupannya sehari-hari tidak akan mampu lepas dari interaksi dengan sesama (tetangga) berupa kerja sama dan tolong-menolong dalam bingkai sosial-masyarakat yang majemuk.
Mustahil rasanya seseorang untuk dapat hidup mandiri dan terasing dari orang lain, terlebih manakala dirinya adalah seorang Muslim yang beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya yakni Muhammad SAW.
Dalam ajaran agama Islam melalui Al-Qur’an dan Sunnah telah dijelaskan dengan panjang-lebar mengenai bagaimana seorang Muslim harus memperlakukan tetangganya dengan baik, meskipun tetangganya merupakan orang yang berlainan agama (non-Muslim).
Terlebih dalam situasi dan kondisi yang serba sulit saat ini akibat pandemi Covid-19 yang menjadikan masyarakat rentan mengalami kesulitan-kesulitan dalam pemenuhan kehidupan sehari-harinya.
Memuliakan Tetangga
Substansi ajaran Islam memberikan penerangan bahwa, Islam tidak hanya memelihara hubungan baik kepada Tuhan (Allah) (habl min Allah) akan tetapi juga memelihara hubungan baik kepada sesama manusia (habl min al-Nas).
Islam tidak menginginkan ketidakseimbangan antara keduanya. Di antara akhlak terpuji yang diajarkan Islam sebagai manifestasi dari menjaga hubungan baik kepada sesama manusia adalah memuliakan tetangga.
Hadis di atas menunjukkan bahwa perbuatan memuliakan tetangga merupakan syarat atau bagian dari kesempurnaan iman.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda yang artinya: Dari Abi Syuraikh al-‘Adawi berkata, aku mendengar Nabi SAW bersabda: Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat hendaklah ia memuliakan jiran tetangganya, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat hendaklah ia memuliakan tamunya pada hari kedatangannya satu hari satu malam, dan menghormatinya sebagai tamu selama tiga hari. Adapun lebih dari itu berarti sedekah. Dan siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat hendaklah ia berkata baik atau lebih baik ia diam. (HR. Imam Bukhari, Juz IV, h. 63. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim, Kitab Jami’ Shahih Bab Luqthah, h. 14)
***
Tetangga adalah orang-orang yang tinggal berdampingan atau berdekatan dengan tempat tinggal kita berada. Jadi, tetangga menjadi bagian yang penting dalam kehidupan bermasyarakat.
Tetanggalah yang pertama akan memberikan pertolongan jika sebuah keluarga mengalami musibah atau ingin mengadakan sebuah hajatan. Karena itulah Islam telah memberikan tuntunan bagaimana berperilaku yang seharusnya kepada jiran tetangga.
Dalam sebuah riwayat hadis Nabi SAW dinyatakan: Rasulullah SAW bersabda: “Tetangga itu ada tiga macam, diantara mereka ada yang mempunyai tiga hak, dan yang mempunyai dua hak, dan ada yang mempunyai satu hak. Tetangga yang mempunyai tiga hak adalah tetanggamu yang masih kerabat dan muslim, dan tetanggamu yang mempunyai dua hak adalah tetanggamu yang muslim, dan tetangganu yang hanya mempunyai satu hak adalah tetangga yang dzimmi” (HR. Baihaqi dalam Abu Laits al-Samarqandi, Tanbih al-Ghafilin, ter. Oleh Abu Juhaidah, h. 246).
Menghormati Tetangga Apapun Statusnya
Maksud hadits di atas adalah, jika tetangga itu masih termasuk kerabat dan Muslim, maka ia mempunyai hak sebagai kerabat, hak sebagai sesama Muslim dan hak sebagai tetangga. Jika tetangga itu Muslim tetapi bukan kerabat, maka ia mempunyai 2 (dua) hak yaitu hak sebagai sesama Muslim dan hak sebagai tetangga.
Sedangkan jika tetangga itu bukan Muslim dan bukan kerabat maka ia hanya mempunyai 1 (satu) hak, yaitu hak sebagai tetangga. Jadi menghormati dan memuliakan tetangga tidak hanya sebatas pada jiran tetangga yang seagama tapi juga yang tidak seagama.
Artinya, jika sebuah keluarga Muslim yang bertetangga dengan non-Muslim, maka tetangga yang non-Muslim tersebut mempunyai hak untuk untuk dihormati dan dimuliakan.
Menurut pandangan Islam, menghormati dan memuliakan tetangga hukumnya adalah wajib. Kewajiban ini antara lain dapat dilihat dalam pernyataan Al-Qur’an dalam bentuk perintah sebagai berikut: Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri (Q.S al-Nisa/4: 36).
Perintah berbuat baik kepada tetangga pada ayat di tersebut, terlihat integrasikan dengan berbuat baik kepada kedua orang tua (bapak-ibu) dan karib keluarga. Hal itu, setidaknya menunjukkan bahwa Al-Qur’an memberikan perhatian khusus tentang persoalan berjiran tetangga.
Sejalan dengan makna ayat di atas, suatu riwayat hadis menyatakan: Dari A’isyah r.a, Nabi SAW bersabda: “Malaikat Jibril senantiasa memberi wasiat kepadaku mengenai tetangga, sehingga Aku menyangka bahwa tetangga itu akan diberi wasiat. (HR. Imam-Bukhari, Juz IV, h. 63)
Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan dalam Menghormati Tetangga
Dalam hal menghormati dan memuliakan tetangga ini, maka setidaknya ada beberapa hal yang harus diperhatikan: (1) Jika ia ingin berhutang (meminjam) sesuatu maka berilah pinjaman (hutangilah); (2) Jika ia sakit, maka harus menjenguknya; (3) Jika ia minta ban-tuan maka bantulah; (4) Jika ia ditimpa musibah maka hiburlah; (5) Jika ia mendapatkan kesenangan maka ucap-kan selamat kepadanya; (6) Jika ia pergi maka jagalah (rumah dan keluarganya); (7) Jika ia mati maka antar-kanlah jenazahnya, dan; (8) Jangan mengganggunya dengan bau masakanmu, kecuali ia diberi masakan itu.
Lebih lanjut menurut keterangan dari Syaikh al-Samarqandi ra., bahwa setiap Muslim hendaknya sabar terhadap gangguan tetangga, tindak menyakiti tetangganya, serta tetangga merasa aman dari tetangga itu sendiri.
Terdiri atas tiga hal yaitu, aman dari gangguan tangan, lisan dan aurat. Aman dari gangguan tangan yaitu seandainya tetanggamya berada di pasar, lantas ingat bahwa dompetnya tertinggal di rumah, maka tetangga itu sedikitpun tidak merasa curiga.
Aman dari gangguan lisan yaitu tidak mengucapkan perkataan yang seandainya didengar oleh tetangganya ia akan diam, atau jika perkataan itu disampaikan kepada tetangga maka ia akan merasa malu.
Sedangkan aman dari gangguan aurat yaitu seandainya sedang berpergian, lalu diberi tahu bahwa tetangganya masuk ke dalam rumahnya maka hatinya akan merasa tenang dan gembira (Abu Laits al-Samarqandi, Tanbih al-Ghafilin, h. 247-248).
Bahkan, beliau SAW membuat suatu bentuk sikap penegasan bagi seorang Muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir, dilarang keras menyakiti tetangganya. Rasulullah SAW dalam hadisnya menyatakan: Dari Abi Hurairah r.a Nabi SAW bersabda: “ Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat maka janganlah ia menyakiti tetangganya.” (HR. Bukhari). Wallahu a’lam bishawab.
Editor: Yahya FR