Perspektif

Mengkaji Ulang Makna Sekularisasi ala Cak Nur

3 Mins read

Gagasan sekularisasi dan sekularisme di Indonesia, sulit dilepaskan dari figur Nurcholish Madjid atau sering dikenal dengan sebutan Cak Nur, yang pada tanggal 3 Januari 1970 meluncurkan pandangannya dalam diskusi yang diadakan oleh HMI, PII, GPI, dan Persami, di Menteng Raya 58.

Ketika itu, Nurcholish Madjid meluncurkan makalah berjudul “Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integral Umat”, yang berisi gagasan tentang sekularisasi dan liberalisasi Islam.

Kemudian, 22 tahun berikutnya, gagasan tersebut diperkuat dengan pidatonya di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, pada 21 Oktober 1992, dan diberi judul “Beberapa Renungan tentang Kehidupan Keagamaan di Indonesia”, yang berisi dasar-dasar pluralisme Islam.

Dua paper ini telah menyodorkan diskursus sekularisasi (sekularisme), liberalisasi (liberalisme), dan pluralisme di Indonesia, sampai keluarnya fatwa MUI tentang pengharaman sekularisme, liberalisme, dan pluralisme pada tahun 2005.

Persoalan di atas, kemudian mengantarkan tulisan ini untuk membahas tentang sebuah tinjauan ulang tentang sekularisasi. Sudah barangkali diketahui, kajian sekularisasi, memang menjadi alasan tertentu yang lebih mengarah pada dimensi sensitif untuk diperdebatkan.

Buktinya, dalam bentuk kontroversialnya, seolah-olah memunculkan dua aliran yang bersifat dualistik. Artinya, pembicaraan tentang sekularisasi terdiri dari beberapa pandangan yang sebenarnya harus dibedakan dan menjelma di dalam dua aliran, yaitu aliran konservatif dan reformis.

Kedua aliran yang memiliki kebudayaan berfikir masing-masing. Ideologi pun mewujudkan dirinya melalui berbagai kode yang masuk ke dalam inti bentuk penanda-penanda terpentingnya, salah di antaranya tentu pandangan setuju tidaknya atas keberadaan sekularisasi tersebut.

Penulis ingin menyodorkan definisi sekularisasi beserta kontrol sosio-kultural yang berperan di dalamnya, yaitu sekularisme. Penting juga tulisan ini merefleksikan pandangan Nurcholish Madjid tentang sekularisasi. Sebab, hakikatnya sudah menjadi titik akan permasalahannya secara global terutama di Indonesia sendiri.

Baca Juga  Membaca Kembali Islam Yes Partai Islam No Jelang Pemilu 2024

Antara Sekularisasi dan Sekularisme

Secara bahasa, istilah sekularisasi dan sekularisme, berasal dari kata Latin, yaitu saeculum dan bermakna ruang sekaligus waktu. Ruang menunjuk pada pengertian duniawi, sedangkan waktu menunjuk pada pengertian sekarang atau zaman kini.

Dalam KBBI, sekularisme adalah paham atau pandangan filsafat yang berpendirian bahwa moralitas memang tidak perlu didasarkan pada ajaran agama. Sementara itu, sekularisasi memiliki makna yang berbeda, yaitu cara hidup yang memisahkan agama dari urusan negara.

Sekularis adalah orang yang berpegang pada ajaran sekularisme dan mempraktekkan sekularisasi dalam kehidupan bermasyarakat sekaligus bernegara. Sehingga, dapat dikatakan, sekuler berarti bersifat keduniaan, yang permasalahannya justru melepaskan urusan dunia dari nilai keagamaan.

Satu cara untuk berpikir tentang sekularisme adalah mengaitkannya dengan tiga disiplin ilmu sosial, berupa filsafat, sosiologi, dan politik. Secara filosofis, sekularisme merujuk pada penolakan terhadap yang transendental, dengan memusatkan perhatian pada hal empiris. Harvey Cox juga menyebut bahwa sekularisme sebagai pembebasan manusia dari panduan metafisika.

Secara sosiologi, sekularisme berkaitan dengan modernisasi, sebuah proses bertahap menuju penurunan pengaruh agama dalam institusi sosial atau kehidupan masyarakat. Dalam politik, sekularisme mengenai pemisahan ruang publik dan privat, terutama pemisahan antara agama dan negara.

Secara ringkas, antara sekularisasi dan sekularisme, dua entitas yang berbeda. Sekularisme di pihak lain, merupakan suatu ideologi. Sekularisme cenderung dekat kepada ateisme, karena mengandung doktrin yang menyangkal adanya transendensi Tuhan.

Secara proses, memang tidak dapat dipungkiri bahwa sekularisme merupakan akibat dari sekularisasi. Tentu saja, terlihat juga bahwa sekularisme disebut salah satu bentuk sekularisasi yang ekstrim.

Sekularisasi sebagai sebuah gerakan pemisahan dunia dari agama, yang secara implisit cenderung mengarah kepada sekularisme ateistik.

Baca Juga  Kritik Nurcholis Madjid terhadap Tradisi Pesantren

Sekularisasi dalam Pandangan Cak Nur

Gagasan sekularisasi, dilatar belakangi oleh Cak Nur ketika melihat adanya kebuntuan dalam pemikiran umat Islam di Indonesia. Daya dobrak psikologis dalam perjuangan mereka ada yang hilang.

Hal ini ditandai oleh ketidakmampuan umat Islam, yang diwakili oleh para pemimpinnya, untuk membedakan antara nilai yang transendental dan temporal. Umat Islam seringkali menaruh suatu nilai bukan pada tempatnya.

Mereka menempatkan nilai temporal menjadi transendental, begitu sebaliknya. Melihat masalah tersebut, tentang pembaruan pemikiran adalah solusi yang tepat.

Apa yang dimaksud sekularisasi, menurut Nurcholish Madjid, merupakan setiap usaha dalam bentuk pembebasan. Sedangkan, pembebasan itu sendiri memiliki maksud tentang sebuah upaya penyadaran umat Islam terhadap hal yang bersifat transendental atau temporal dari nilai-nilai Islam.

Jadi, sekularisme menurutnya, sebuah proses penyadaran umat Islam tentang menentukan terhadap nilai-nilai Islam yang transendental, atau temporal. Nilai-nilai Islam yang transendental, sudah semestinya dikemukakan dengan nalar yang relevan, sehingga tidak keliru dalam pemahaman. Nilai-nilai yang transendental tidak boleh dianggap sebagai yang temporal, begitu sebaliknya.

Jika dikontekstualisasi kepada situasi Islam di masa kini, sekularisasi mengambil pengertian tentang bentuk pemberantasan bid’ah, khurafat, dan praktik syirik lainnya. Semua hal itu berlangsung di bawah selogan merujuk pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Sekularisasi semacam ini memiliki konsekuensi logis dari ajaran tauhid. Hakikat dalam tauhid itu sendiri adalah menghendaki pengarahan setiap kegiatan untuk Tuhan semata.

Sementara, bagi khalayak orang, justru menganggap sebagai bentuk sakralisasi kegiatan manusia. Sakralisasi ini mengandung arti pengalihan dari suatu objek alam ciptaan kepada Tuhan yang Maha Esa.

Hemat kata, konsep sekularisasi Cak Nur di atas, menurut Fahri Ali dan Bahtiar Effendi, dimaksudkan sebagai lembaga bagi umat Islam untuk membedakan, bukan memisahkan antara persoalan dunia dan akhirat. Dengan kata lain, Nurcholish Madjid mencoba memberikan penafsiran baru mengenai istilah tersebut.

Baca Juga  Membaca Puisi Gus Mus: Ada Republik Rasa Kerajaan

Sebuah istilah, yang eksistensinya merupakan bentuk sekularisasi dan digunakan sebagai sarana untuk membumikan ajaran Islam.

Kesimpulan

Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa mendiskusikan ulang tentang sekularisasi, jika dilihat dalam konteks di Indonesia, tentu tak terlepas dari figur Cak Nur. Secara bahasa sendiri, sekularisasi adalah cara pandang umat dalam menyingkirkan urusan agama. Dengan demikian, Nurcholish Madjid memberi definisi tentang sekularisasi sebagai bentuk pembebasan.

Editor: Fakhri Ilham S

M. Zulfikar Nur Falah
22 posts

About author
, Mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Al-Qur'an dan Sains Al-Ishlah
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds