Fikih

Menikah Bukan untuk Menyelesaikan Masalah

3 Mins read

Menikah Bukan untuk Menyelesaikan Masalah. Sering kali kita mendengar langsung ataupun di media sosial, orang-orang yang berkata,

“Bosen sekolah, pingin nikah aja,”

“Pusing kuliah, pingin nikah aja,”

Atau, “Capek kerja, pengen nikah aja,” entah itu sebuah candaan atau sebuah keinginan.

Mereka beranggapan, kalau sudah menikah, bisa menghilangkan masalah-masalah yang sedang dihadapi dengan bersama orang yang dicintai. Sungguh, itu sebuah anggapan yang kurang benar.

Apakah sudah ada yang menjamin, kalau setelah menikah masalah-masalah yang sedang dihadapi akan hilang? Atau justru akan timbul masalah-masalah yang lain? Memang, tidak ada yang salah dengan keinginan untuk menikah, tapi lihat dulu situasi dan kondisi yang sedang dialami.

Masalah yang Sebenarnya itu Setelah Sudah Menikah

Masalah yang sebenarnya dalam hidup adalah setelah kita sudah menikah. Karena menikah adalah ikatan suci serta tanggung jawab yang sangat besar, menyangkut masa depan dunia dan akhirat.

Pasangan yang menikah, selain bisa saling melengkapi dengan kelebihan-kelebihan yang dimiliki, tentu saja akan ada perbedaan dari keduanya. Yang bisa menimbulkan konflik keluarga.

Menikah termasuk ibadah kepada Allah SWT yang terlama. Sesuai hadis Rasulullah SAW,

Barang siapa menikah, maka dia telah menguasai separuh agamanya. Karena itu hendaknya ia bertakwa kepada Allah dan memelihara yang separuhnya lagi.” (HR. Al-Baihaqi)

Tapi yang perlu kita ketahui adalah, menyempurnakan separuh agama tidak semudah menikah (ijab kabul), lalu kita mendapatkan separuh agama. Karena setelah menikah, akan ada banyak hal yang dilalui, akan ada banyak rintangan yang akan dihadapi. Apakah pahala yang akan didapatkan, atau justru dosa yang didapatkan?

Tujuan Menikah yang Seharusnya

Jika kita berhasil dengan tujuan pernikahan, maka kita akan mendapatkan pahala. Tapi jika di dalam pernikahan kita masih sering maksiat, sering melanggar aturan agama, justru dosa yang akan kita dapatkan.

Baca Juga  Hukum Menyembelih Hewan Qurban

Senada dengan itu, di dalam Al-Qur’an ditemukan banyak ayat yang mengandung arti untuk melaksanakan ibadah pernikahan tersebut. Seperti dalam surat an-Nur ayat 33, yang artinya,

“Dan orang-orang yang belum mampu kawin hendaknya menjaga kesucian dirinya sampai Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan budak-budak yang kamu miliki yang menginginkan perjanjian, hendaknya kamu buat perjanjian dengan mereka, dan berikanlah mereka sebagian dari harta yang Allah berikan padamu. Janganlah kamu memaksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini keuntungan duniawi. Dan barangsiapa yang memaksa mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada mereka sesudah mereka dipaksa.” (QS. An-Nur: 33)

Pernikahan merupakan kesepakatan antara suami dan istri. Di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, tertulis bahwa perkawinan adalah,

Ikatan lahir batin antara seorang suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Mempersiapkan Keluarga Bahagia

Agar keluarga menjadi bahagia dan kekal, kita harus sebaik mungkin untuk mempersiapkannya. Menikah merupakan keputusan jangka panjang, tentu akan ada banyak masalah yang akan kita hadapi.

Jadi menikahlah kalau kita sudah benar-benar siap bukan sekedar keinginan. Melainkan siap dari segi ilmu, ilmu tentang pergaulan suami istri, ilmu tentang hak dan kewajiban suami istri, ilmu tentang mendidik anak, serta ilmu lainnya yang berhubungan dengan keluarga.

Persiapan mental, siap menghadapi apapun yang akan menimpa di dalam perjalanan berkeluarga. Persiapan fisik, siap untuk berhubungan suami istri, siap untuk mencari penghasilan. Dan persiapan materi seperti menyediakan biaya yang cukup.

Serta yang tidak kalah penting adalah kesiapan spiritual. Menyadari bahwa menikah adalah ibadah. Oleh karena itu, perlu kesadaran untuk patuh kepada Allah dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Baca Juga  Melihat Fikih Lewat Kaca Mata Lingkungan Hidup

Menikah agar mendapatkan kebahagiaan? Kadang ada orang yang menikah untuk berharap mendapatkan kebahagian dari pasangannya. Tentu itu adalah pemikiran yang keliru, karena kebahagiaan adalah tanggung jawab diri sendiri.

Kita sendiri yang menciptakan bahagia. Lebih-lebih, kita bisa menjadi sebab bahagianya orang lain, bukan malah berharap orang lain yang akan membahagian kita. Karena pernikahan tidak semulus jalan tol, jangan berpikir kalau pernikahan selalu mendatangkan kebahagiaan. Akan ada cobaan dan ujian yang akan membersamai di perjalanan rumah tangga.

Menikah harus menerima semua yang ada di dalam pasangan kita tentang kelebihan dan kekurangannya. Entah itu fisik, pikiran, hati, perilaku dan lain-lain. Bukan hanya menerima apa yang disukai, lantas menjadi kecewa setalah mengetahui kelemahan dan kekurangannya.

Ujian Pasangan Pasca Menikah

Setiap pasangan akan dihadapkan dengan masalahnya masing-masing. Ada yang diuji dengan pasangan yang tidak sesuai yang diharapkan. Ada yang diuji dengan materi, ada yang diuji konflik dengan keluarga, dan lain sebagainya. Jika ujian satu selesai, akan ada ujian selanjutnya yang menerpa di dalam keluarga.

Dalam kasusnya, tidak semua laki-laki atau perempuan yang baik mendapatkan pasangan yang baik. Beberapa ada yang menikah dalam keadaan di satu pihak belum baik tapi punya keinginan untuk memperbaiki diri. Karena kita tidak akan tahu seseorang itu baik untuk kita sebelum kita benar-benar sudah hidup dengan orang tersebut.

Saat setelah menikah merasa kurang cocok dengan pasangannya, masih ada banyak cara untuk memperbaiki agar hidup keluarga bisa lebih baik. Bukan malah mencari penggantinya.

Yang pasti, perlu adanya komunikasi dan berusaha untuk saling menerima dan mengerti. Karena pernikahan baru dapat dikatakan ideal setelah melewati waktu dan proses yang tidak sebentar.

Baca Juga  Jihad, Melawan Kebodohan dan Kefakiran

Melihat realitanya, bahwasanya menikah tidak seindah di sinetron, di buku-buku pernikahan, atau di sebuah album foto. Yang perlu kita ketahui, selain rasa bahagia setelah menikah, adalah akan memunculkan banyak cobaan dan ujian dalam perjalanan sebuah pernikahan. Oleh karena itu, sebelum menikah, pahami dulu hak dan kewajiban suami istri.

***

Berbicara mengenai hak dan kewajiban, dicantumkan dalam Pasal 33 dan 34 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Yaitu suami istri wajib saling cinta-mencintai, hormat-menghormati, dan saling memberikan bantuan secara lahir dan batin.

Suami wajib melindungi istrinya, dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan kemampuannya. Begitu juga istri, yang wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.

Jadi, sebelum melangkah ke jenjang pernikahan, pikirkan dulu. Persiapkan dengan matang-matang, dan harus diluruskan niatnya hanya karena Allah SWT.

Editor: Zahra

Related posts
Fikih

Hukum Jual Beli Sepatu dari Kulit Babi

2 Mins read
Hukum jual beli sepatu dari kulit babi menjadi perhatian penting di kalangan masyarakat, terutama umat Islam. Menurut mayoritas ulama, termasuk dalam madzhab…
Fikih

Hukum Memakai Kawat Gigi dalam Islam

3 Mins read
Memakai kawat gigi atau behel adalah proses merapikan gigi dengan bantuan kawat yang dilakukan oleh dokter gigi di klinik. Biasanya, behel digunakan…
Fikih

Hukum Musik Menurut Yusuf al-Qaradawi

4 Mins read
Beberapa bulan lalu, kita dihebohkan oleh polemik besar mengenai hukum musik dalam Islam. Berawal yang perbedaan pendapat antara dua ustadz ternama tanah…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds