Fikih

Bolehkah Menikahi Karakter Anime 2D?

4 Mins read

Hukum Menikahi Anime 2D | Menikah itu candu, begitulah yang dikatakan teman saya yaitu Ahmad Tajdid. Entah bagaimana maksud candu di situ, tetapi dimungkinkan karena menikah itu ibadah yang membuat seseorang menjadi candu untuk terus mencintai pasangannya dan juga aura pernikahan bisa membuat orang lain ingin segera berlomba-lomba menyusul ibadah terlama ini.

Normalnya, pernikahan itu dilakukan oleh dua makhluk hidup yang masih satu jenis. Ada putik maka ada benang sari, ada jantan ada betina, ada laki-laki dan perempuan. Namun apa jadinya apabila seseorang menikahi karakter dalam sebuah film animasi sebagaimana yang sering terjadi di Jepang seperti yang dialami oleh Akihiko Kondo yang menikahi salah satu karakter anime yang bernama Hatsune Miku Pada tahun 2018 lalu? Bagaimanakah status pernikahan tersebut? Simak penjelasan berikut ini!

Pernikahan dalam Islam

Pernikahan merupakan ibadah yang di dalamnya banyak sekali pertimbangan-pertimbangan sebelum dilakukannya. Namun dari sekian banyaknya pertimbangan, terdapat banyak pula hikmah yang didapat di antaranya; mengikuti sunah Rasulullah, sebagai tanda kekuasaan Allah, mempermudah rezeki, penyempurna dari setengah agama, tidak ada pembujangan dalam Islam, termasuk ciri khas makhluk hidup (Sarwat 2016, 6–12).

Hukum dari menikah itu sendiri para ulama berbeda pendapat. Mayoritas ulama Syafi’iyah memandang pernikahan itu mubah. Mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali bersepakat bahwa ini merupakan perkara sunah namun ditekankan untuk dilakukan.

Sedangkan Mazhab Zhahiri, berpendapat bahwa nikah itu ibadah yang wajib. Melihat kepada kondisi kesiapan kedua calon mempelai maka hukum nikah bisa diperluas menjadi lima, yaitu adakalanya wajib, sunah, mubah, makruh, dan haram.

Di sisi lain, berkembangnya zaman membuat manusia berkreasi dalam mengekspresikan jiwanya seperti menggambar hingga membuat film animasi tingkat tinggi. Setelah sang pengarang tersebut membuat karakter, kemudian ia membuat alur kisah serta watak dari karakter itu. Kepintaran mereka dalam membuat sebuah karya ini mengundang banyak penonton dan penggemar yang selalu menunggu kemunculan episode-episode selanjutnya. Berbagai festival sering diadakan dan sudah banyak perusahaan yang memakai animasi mereka dalam produk-produk penjualannya.

Baca Juga  Cara Bahtsul Masa'il NU Menetapkan Hukum dari Sesuatu

Menikahi Karakter Anime

Saking indahnya karya yang diciptakan ini, ada saja dari para penggemarnya ke luar batas kefanatikan yaitu dengan menikahi karakter yang gemarinya. Terdengar irasional tetapi ada.

Peristiwa aneh ini banyak terjadi di Jepang khususnya bagi mereka yang menikahi karakter dalam film anime yang mereka sukai. Pandangan medis menyebutkan bahwa ini merupakan gejala gangguan jiwa bagi orang yang menyukai karakter secara berlebihan sehingga yang ada dalam pikirannya hanya angan-angan yang ia lihat di dalam layar.

Hal itu juga bisa terjadi karena ia mengalami depresi dan trauma yang berlebihan. Ia merasa tidak bahagia dalam bersosial dengan masyarakat, teman kelasnya, atau teman kerjanya sehingga timbul ketidakpercayaan terhadap semua manusia yang ditemuinya.

Ketidakpercayaan tersebut membuat ia mencari pelampiasan untuk mencari sosok berarti yang tidak menyakitinya serta memberikan semangat kepada dirinya meskipun secara tidak langsung, seperti karakter anime ini.

Itulah yang dialami oleh Akihiko Kondo yang telah disebutkan di atas. Gejala seksualitas menyimpang ini dalam dunia psikologi sering disebut dengan fetisme. Lebih spesifiknya ia mengalami gejala fictosexual atau ketertarikan seksual terhadap karakter fiksi.

Hukum Menikahi Anime 2D

Sebelum kepada hukumnya menikahi karakter 2d, Islam memandang bahwa pernikahan merupakan sebuah keharusan, tetapi bukan berarti tanpa adanya syarat dan ketentuan. Upacara sakral yang menjadi ketentuan lagi ditunggu-tunggu yakni akad nikah.

Prosesi pemindahan hak kepemilikan ini memiliki rukun yang mesti dipenuhi di antaranya; adanya kedua calon mempelai, wali nikah, hadirnya saksi-saksi, dan ijab qabul.

Oleh karena pernikahan merupakan ibadah, maka sering dijumpai komentar para netizen ketika mendapati hal-hal aneh yang dilakukan seseorang terkait ibadah dengan mengatakan: “syarat beribadah itu harus berakal”.

Baca Juga  Dilema Budaya Populer: Anak Muda, Anime, dan Fashion

Sekilas bercanda tetapi faktanya seperti itu, sebab hukum beribadah itu berlaku kepada ciptaan Allah yakni حيوان ناطق (hewan yang berakal) bukan kepada ciptaan manusia itu sendiri, sedangkan karakter dua dimensi merupakan ciptaan manusia yang tidak bisa berpikir, tidak bisa berbicara dan bergerak sesuka hatinya melainkan harus diprogram oleh manusia sehingga jelas tidak bisa dikenakan beban syariat.  

Syekh Muhammad al-Jaza’iri menyebutkan di dalam kitabnya Al-Fiqh ‘ala al-Mazahib al-Arba’ah yang berbunyi:

لا يصح العقد على ما ليس من جنس الانسان كإنسانة الماء مثلا فإنها كالبهائم

Tidak sah akad nikah dengan selain jenis manusia, seperti manusia ikan (putri duyung) seumpamanya, maka sesungguhnya itu digolongkan binatang

Kemudian pendapat ini diperkuat di dalam kitab Fatawa Sirajiyyah fi Fiqh Hanafi karya Syekh Sirajuddin Abu Muhammad Ali Au’syi al-Hanafi. Beliau mengatakan:

لايجوز المناكحة بين الإنس والجن لاختلاف الجنس

Tidak  boleh menikah antara manusia dengan jin dan manusia dengan putri duyung. Larangan pernikahan itu karena perbedaan jenis. (Lubis, 2021)

Dengan statusnya yang tidak dianggap sebagai manusia maka benda dua dimensi itu tidak bisa dijadikan sebagai mempelai pria ataupun wanita dalam pernikahan Islam, sedangkan kedua calon mempelai merupakan rukun dalam akad pernikahan yang apabila tidak terpenuhinya rukun maka sejatinya ia tidak dianggap sedang melakukan akad pernikahan.

***

Persoalan selanjutnya melihat kepada tujuan dari pernikahan yaitu untuk memperoleh keturunan. Seseorang yang sudah menikah disebutkan di dalam hadis sebagai orang yang sudah menyempurnakan setengah imannya, yang demikian itu karena ia telah menggunakan seluruh anggota tubuhnya sesuai fungsinya yakni untuk beribadah kepada Allah secara fitrahnya.

Allah ketika menciptakan manusia beserta anggota tubuhnya pasti memiliki tujuan dan kegunaannya. Sebagaimana disinggung di dalam firman Allah swt. yang berbunyi:

Baca Juga  Ada Keringanan dalam Puasa, Kenapa Tidak Dimanfaatkan?

اَفَحَسِبْتُمْ اَنَّمَا خَلَقْنٰكُمْ عَبَثًا وَّاَنَّكُمْ اِلَيْنَا لَا تُرْجَعُوْنَ

Apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main (tanpa ada maksud) dan kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” {QS. al-Mukminun (23): 115}

Sebaliknya ketika seseorang menikahi benda dua dimensi terlebih lagi dalam bentuk hologram, maka seolah-olah ia tidak memanfaatkan anggota tubuh yang memang difungsikan untuk melakukan reproduksi.

Alhasil kekeliruan dalam satu ibadah bisa menimbulkan persoalan selanjutnya. Jika ini terjadi pada umat muslim maka akan banyak muncul pertanyaan yang membingungkan yang memang itu tidak bisa dilakukan, seperti pembagian warisan, cara thoharoh-nya, dan lain-lain yang disebabkan karakter ini merupakan benda yang tidak berwujud fisik.

Dengan demikian, peristiwa ini tidak memiliki hukum karena memang dia tidak dianggap sebagai orang yang sedang melakukan akad pernikahan dan tidak mungkin syariat itu dibebankan kepada benda mati, namun orang yang melakukan demikian harus segera ditangani untuk menjalani masa rehabilitas mentalnya yang sedang terganggu.

Di samping itu, hendaknya kita tidak berlebih-lebihan dalam menyikapi suatu hal. Teruslah mengingat Allah swt. tatkala suka dan duka. Saat suka kita bersyukur, saat sulit kita dekati Allah swt. dengan terus berdoa memohon kemudahan dalam menjalani kehidupan dan persoalan. Selain itu, hendaknya juga kita saling membantu, hargai capaian seseorang, dan saling menasehati orang lain meskipun itu hal yang sepele.

Hilangkan budaya ketidakadilan dan mementingkan diri sendiri. Mari rangkul, gandeng, dan genggam semua orang yang memerlukan bantuan dan kasih sayang sehingga terciptalah bentuk sosial yang harmonis.

Wallahu a’lam.

Editor: Yahya FR

Muhamad Hibanullah
2 posts

About author
Mahasiswa PUTM (Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah) PP Muhammadiyah
Articles
Related posts
Fikih

Bolehkah Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim?

3 Mins read
Konflik antar umat beragama yang terus bergelora di Indonesia masih merupakan ancaman serius terhadap kerukunan bangsa. Tragedi semacam ini seringkali meninggalkan luka…
Fikih

Apa Hukumnya Membaca Basmalah Saat Melakukan Maksiat?

2 Mins read
Bagi umat muslim membaca basmalah merupakan hal yang sangat penting dalam melakukan segala aktivitas. Mulai dari hal kecil hingga hal besar sangat…
Fikih

Bagaimana Hukum Mengqadha' Salat Wajib?

4 Mins read
Dalam menjalani hidup tak lepas dari lika liku kehidupan. Ekonomi surut, lapangan pekerjaan yang sulit, dan beberapa hal lainnya yang menyebabkan seseorang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *