Fikih

Hibah, Wasiat, dan Hibah Wasiat

3 Mins read

Hibah dan wasiat adalah dua hal yang berbeda. Perbedaan hibah dan wasiat salah satunya terletak pada status si pemberi wasiat, yaitu hibah diberikan ketika pemberi dan penerima hibah masih hidup, sedangkan wasiat diberikan ketika pewasiat itu telah meninggal.

Hibah Menurut Imam Mazhab

Menurut bahasa, hibah berarti mutlak (pemberian) baik berupa harta benda maupun yang lainnya. Sedangkan menurut istilah para Imam mazhab, hibah adalah:

Menurut Mazhab Hanafi: memberikan suatu benda dengan tanpa ada syarat harus mendapat imbalan ganti. Pemberian dilakukan pada saat si pemberi masih hidup dan benda yang dimiliki yang akan diberikan itu adalah sah milik si pemberi.

Menurut Mazhab Maliki: memberikan suatu materi tanpa mengharap imbalan, dan hanya ingin menyenangkan orang yang diberi tanpa mengharapkan imbalan. Hibah menurut Maliki ini sama dengan hadiah. Dan apabila pemberian itu semata-mata untuk meminta rida Allah dan mengharapkan pahala, maka ini dinamakan sedekah.

Menurut Mazhab Hambali: memberikan hak memiliki sesuatu oleh seseorang yang dibenarkan tasharruf-nya atas suatu harta, baik yang dapat diketahui, atau karena susah untuk mengetahuinya. Harta itu ada wujudnya untuk diserahkan, yang mana pemberian tidak bersifat wajib.

Menurut Mazhab Syafi’i,: mengandung dua pengertian. Pertama, pengertian khusus, pemberian sifatnya sunah yang dilakukan dengan ijab kabul pada waktu si pemberi masih hidup. Pemberian, yang mana tidak dimaksudkan untuk menghormati dan memuliakan seseorang, tetapi dimaksudkan untuk mendapatkan pahala dari Allah atau karena menutupkan kebutuhan seseorang. Kedua, pengertian umum, yaitu hibah mencakup hadiah dan sedekah.

Dari pengertian empat mazhab tersebut, intinya tetap sama, yaitu hibah memberikan hak milik sesuatu benda kepada orang lain yang dilandasi oleh ketulusan hati atas dasar saling membantu kepada sesama manusia dalam hal kebaikan.

Baca Juga  Inilah Doa Pengganti Sedekah yang Bisa Kamu Baca

Hibah dalam Tinjauan KUH Perdata

Dalam KUH Perdata, hibah disebut schenking, yang berarti suatu persetujuan dengan si pemberi hibah di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak ditarik kembali, menyerahkan suatu benda guna keperluan si penerima hibah untuk digunakan sebagai layaknya milik pribadi.

Dalam KUH Perdata sama sekali tidak mengakui lain-lain hibah, kecuali hibah di antara orang-orang yang masih hidup. Hibah itu hanya mengenal benda-benda yang sudah ada, jika benda itu meliputi benda yang akan ada di kemudian hari, maka sekadar mengenai hal ini, hibahnya adalah batal (Pasal 1666 dan 1667 KUH Perdata).

Dalam pasal 171 huruf g KHI, hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela tanpa  imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki.

Rukun hibah yaitu:

  1. Orang yang memberi hibah (Al-Wahib)
  2. Orang yang menerima hibah (Al-Mawhub Lahu)
  3. Barang atau harta yang dihibahkan (Al-Mawhub)
  4. Sighah yaitu ijab dan kabul

Wasiat

Menurut pandangan Islam, wasiat tidak sekadar menyangkut masalah harta benda. Namun, wasiat juga berkaitan dengan pesan-pesan moral kepada umat manusia. Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT sendiri telah mengingatkan agar orang-orang beriman senantiasa berwasiat dalam kebajikan dan kesabaran (QS al-Ashar [103]: 3).

Dalam pengertian khusus, wasiat juga diartikan sebagai pesan yang disampaikan orang yang hendak meninggal dunia. Wasiat dibagi menjadi dua kategori:

Pertama yaitu permintaan orang yang akan meninggal kepada orang-orang yang masih hidup untuk melakukan suatu pekerjaan, misalnya, membayarkan hutang, memulangkan barang-barang yang dipinjam, atau merawat anak.

Kedua yaitu wasiat bisa pula berbentuk harta benda yang ingin diberikan kepada orang atau pihak tertentu. Wasiat semacam ini dilaksanakan setelah si pembuat wasiat meninggal dunia.

Baca Juga  Islam Juga Hadir dalam Dunia Disabilitas

Syarat sah dalam berwasiat antara lain:

Pertama, orang yang diberi wasiat haruslah seorang muslim dan berakal sehat. Syarat ini sangat penting agar amanah dalam wasiat bisa terlaksana dengan baik.

Kedua, orang yang berwasiat juga mesti berakal sehat dan memiliki harta yang akan diwasiatkan.

Rukun wasiat yaitu:

  1. Orang yang memberi wasiat (Al-Musi)
  2. Orang yang menerima wasiat (Al-Musa-lah)
  3. Harta yang diwasiatkan (Al-Musa-bih)
  4. Sighah yaitu ijab dan kabul

Hibah Wasiat

Hibah wasiat merupakan pemberian barang atau barang-barang tertentu oleh pewaris (orang yang memiliki harta) kepada orang tertentu yang telah disebutkan oleh pewaris dalam surat wasiat yang dibuatnya.

Dalam pasal 957 KUH Perdata menyatakan bahwa hibah wasiat adalah suatu penetapan wasiat yang khusus, dengan nama si pewaris kepada seseorang atau lebih, memberikan beberapa barang-barangnya dari suatu jenis tertentu, misalnya segala barang-barangnya yang bergerak atau tak bergerak, atau memberikan hak pakai hasil atas seluruh atau sebagian harta peninggalannya.

Hibah wasiat itu sendiri dalam hukum Islam hampir sama dengan shadaqah, yang mana merupakan pemberian tak bersyarat berdasarkan sukarela dengan mengharapkan pahala dari Allah.

Hibah wasiat di dalam pasal 875 KUH Perdata disebutkan sebagai suatu akta yang memuat pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan yang olehnya dapat dicabut kembali.

Editor: Lely N

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswi Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan Jakarta
Articles
Related posts
Fikih

Mana yang Lebih Dulu: Puasa Syawal atau Qadha’ Puasa Ramadhan?

3 Mins read
Ramadhan telah usai, hari-hari lebaran juga telah kita lalui dengan bermaaf-maafan satu sama lain. Para pemudik juga sudah mulai berbondong meninggalkan kampung…
Fikih

Apakah Fakir Miskin Tetap Mengeluarkan Zakat Fitrah?

4 Mins read
Sudah mafhum, bahwa zakat fitrah adalah kewajiban yang harus dilaksanakan sebagai puncak dari kewajiban puasa selama sebulan. Meskipun demikian, kaum muslim yang…
Fikih

Bolehkah Mengucapkan Salam kepada Non-Muslim?

3 Mins read
Konflik antar umat beragama yang terus bergelora di Indonesia masih merupakan ancaman serius terhadap kerukunan bangsa. Tragedi semacam ini seringkali meninggalkan luka…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *