Oleh: Daffa Salsabila Putra*
Manusia diciptakan Tuhan terdiri dari unsur roh dan tubuh dengan cara yang rumit, penuh misteri, dan tak terduga. Alquran menggunakan beberapa terma untuk menjelaskan tentang manusia, di antaranya insan, basyar, dan al-jism. Semua terma tersebut membentuk manusia dan satu sama lain tidak dapat dipisahkan.
Manusia dalam Alquran
Insan dilihat dari asalnya al-uns dapat berarti jinak. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang jinak, yang berbudaya, dan dapat mendidik dan dididik serta dapat beradaptasi dengan lingkungan, baik alam maupun sosial.
Berbeda lagi jika merujuk kepada kata al-basyar mengacu manusia dari aspek lahiriahnya. Kata basyar dipakai untuk menyebut semua makhluk, baik laki-laki maupun perempuan, baik secara individu maupun kolektif. Dengan demikian, jika manusia mengacu pada aspek lahiriah maka dapat tumbuh secara alami sesuai dengan makanan dan minuman yang dikonsumsinya.
Manusia dinamai basyar karena kulitnya tampak jelas dan berbeda dengan kulit binatang. Di bagian lain dari Alquran disebutkan bahwa kata basyar digunakan untuk menunjukkan proses kejadian manusia sebagai basyar melalui tahap-tahap sehingga mencapai kedewasaan. Di sini tampak bahwa kata basyar dikaitkan dengan kedewasaan dalam kehidupan manusia. Menjadikan manusia mampu memikul tanggung jawab, sebab itu pula tugas kekhalifahan dipikulkan kepada basyar seperti dijelaskan dalam Alquran surat Al-Hijr ayat 28-29.
Manusia jika merujuk jism (tubuh) menunjukkan bahwa jasad manusia termasuk tabiat manusia dan harus diperhatikan pula, bahwa kekuatan fisik dapat membantu seseorang dalam menjalankan tugasnya. Namun sebaliknya anggota tubuh juga dapat menjerumuskan seseorang ke dalam maksiat. Keperkasaan tubuh dan kesempurnaan kekuatanya merupakan modal untuk sehat pikiran. Dalam perumpamaan dikatakan bahwa di dalam akal yang sehat terdapat tubuh yang kuat.
Di antara berbagai terma tersebut yang juga menjadi indikasi beberapa sifat manusia dari jasadnya ada juga didalam Alquran yang disebut sebagai fitrah. Fitrah ialah potensi (pola dasar) yang erat kaitanya dengan perilaku manusia. Fithrah karena merupakan pola dasar (atau sifat-sifat asli) maka fitrah itu baru akan memiliki arti bagi kehidupan manusia setelah ditumbuh kembangkan secara optimal.
Fitrah Manusia
Terdapat tiga dimensi pembagian fitrah manusia, yaitu:
Pertama, fitrah jasmani. Fitrah ini merupakan aspek biologis yang dipersiapkan sebagai wadah dari fitrah ruhani. Ia memiliki arti bagi kehidupan manusia untuk mengembangkan proses biologisnya. Daya ini disebut dengan daya hidup.
Daya hidup kendatipun sifatnya abstrak tetapi ia belum mampu menggerakan tingkah laku. Tingkah laku baru terwujud jika fitrah jasmani ini telah ditempati fitrah ruhani. Proses ini terjadi pada manusia ketika berusia empat bulan dalam kandungan (pada saat yang sama berkembang fitrah nafs). Oleh karena fitrah jasmani inilah maka ia tidak mampu bereksistensi dengan sendirinya.
Kedua, fitrah ruhani. Fitrah ini merupakan aspek psikis manusia. Aspek ini tercipta dari alam amar Allah yang sifatnya gaib. Ia diciptakan untuk menjadi substansi dan esensi pribadi manusia. Eksistensinya tidak hanya di alam imateri, tetapi juga di alam materi (setelah bergabung dengan jasmani), sehingga ia lebih dahulu dan lebih abadi adanya dari pada fitrah jasmani.
Secara alamiah fitrah ini suci dan mengejar pada dimensi-dimensi spiritual tanpa mempedulikan dimensi material. Ia mampu bereksistensi meskipun tempatnya di dunia abstrak, selanjutnya akan menjadi tingkah laku aktual jika fithrah ini menyatu dengan fitrah jasmani.
Ketiga, fitrah nafs. Fitrah ini merupakan aspek psiko-fisik manusia. Aspek ini merupakan panduan integral (totalitas manusia) antara fitrah jasmani (biologis) dengan fithrah ruhani (psikologis), sehingga dinamakan psikofisik. Ia memiliki tiga komponen pokok, yaitu kalbu, akal dan nafsu yang saling berinteraksi dan mewujud dalam bentuk kepribadian. Hanya saja, ada salah satu yang lebih dominan dari ketiganya. Fitrah ini diciptakan untuk mengakrualisasikan semua rencana dan perjanjian Allah kepada manusia di alam arwah.
Memanfaatkan Fitrah Manusia
Semua fitrah tersebut bersifat potensial dan perlu ada upaya-upaya tertentu untuk mengaktualisasikannya. Tentunya dengan berbagai kelebihan dan potensi fitrah tersebut, sangat penting bagi manusia untuk dapat mengembangkan diri dan mengoptimalkan kemampuanya. Optimalisasi kemampuan tercermin dalam pemanfaatan kemampuan dari manusia itu sendiri terhadap potensi-potensi yang dimilikinya.
Manusia diberikan kelebihan berupa potensi tersebut guna memasimalkan tugas kekhalifahan di bumi. Dengan otak manusia diharapkan kehidupan di bumi secara umum dapat berkembang dengan baik dan terjaga dari kerusakan. Dengan tangan, manusia diharapkan memiliki kemampuan mencipta, dalam arti memanfaatkan potensi sumberdaya dari Allah.
Dengan lisan manusia diharapkan memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Dari hal-hal tersebut di atas maka jelaslah bahwa optimalisasi kemampuan tercermin dari optimalisasi potensi materi yang dimiliki oleh manusia dari Allah. Sekarang kita bisa melihat hasilnya yaitu dengan adanya kapal, pesawat terbang, motor, mobil, dan teknologi lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk kemashlahatan makhluk–manusia, hewan, dan tumbuhan.
Sesungguhnya semua fasilitas yang sudah tersedia di dunia secara gratis seperti tumbuhan, binatang, angin, udara, air dan apapun adalah untuk manusia. Tentunya hal tersebut dimaksudkan untuk membantu kekhalifahan manusia di bumi. Allah berkali-kali mengatakan bahwa dalam melakukan sesuatu hal, janganlah pernah melampaui batas. Artinya manusia harus bisa berlaku normal sebagaimana adanya.
Allah mengatakan bahwasanya potensi-potensi alam itu tidak akan pernah habis. Tetapi hal tersebut berlaku apabila manusia memanfaatkan dengan sewajarnya dan sebenarnya hal negatif ini tidak akan terjadi apabila manusia taat dan patuh pada perintah Allah.
Optimalisasi alam bukanlah dengan tindakan mengeruk sebanyak-banyaknya potensi alam semesta. Akan tetapi, optimalisasi sebenarnya dimaksudkan untuk mengatur semaksimal mungkin perihal pengelolaan alam. Sehingga tidak terjadi ketidakseimbangan ekosistem. Hutan tidak akan habis hanya oleh karena alasan industrialisasi atau perluasan masalah tempat tinggal.
***
Manusia diberikan akal untuk berpikir bagaimana menyeimbangakan segala potensi kehidupan dan alam semesta. Alquran menggambarkan manusia sebagai sosok makhluk Tuhan yang sempurna sekaligus untuk menjadi khalifah. Maka diberikanlah beragam potensi yang kesemuanya mengandung manfaat untuk mengemban amanah di muka bumi.
*) Kabid Tabligh IMM Al Farabi UINSA Surabaya