Report

Menjadi Muslim Tanpa Menjadi Arab

1 Mins read

Sebagian orang di Indonesia merasa inferior terhadap Barat. Setiap bertemu bule, mereka merasa rendah diri. Merasa bule itu selalu lebih baik daripada kita-kita yang lahir dan besar di Indonesia ini.

Sebagian lagi merasa inferior terhadap Arab. Ini terutama terjadi dalam konteks keagamaan. Kita merasa, Arab adalah sumber keislaman. Apapun yang datang dari Arab berarti islami.

Karena pola pikir ini, sebagian dari muslim di Indonesia kemudian mengadopsi budaya-budaya Arab. Misalnya menggunakan gamis, sorban, dan cadar. Sebagian orang tersebut meyakini bahwa identitas Arab sebagai identitas yang digunakan oleh Nabi Muhammad juga merupakan sunnah. Sehingga kita mendapatkan pahala ketika mengamalkannya.

Imam Besar Masjid Istiqlal Nasarudin Umar menyebut bahwa semakin paham orang terhadap substansi agama, ia akan semakin menjadi diri sendiri. Tidak mesti menjadi Arab untuk menjadi muslim yang baik.

“Kita bisa menjadi orang Indonesia yang baik, pada saat yang sama menjadi muslim yang baik,” ujarnya.

Kearifan lokal memiliki ruang yang besar di dalam Alquran dan hadis. Setiap orang memiliki kultur atau hak budaya untuk memahami Alquran. Budaya Arab, Mesir, dan Indonesia berbeda.

Menurut Nasarudin Umar, apa yang sudah eksis di masyarakat yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam dapat terus berjalan. Nabi tidak memulai dakwah dari nol. Melainkan menyempurnakan apa yang sudah ada sebelumnya.

Nabi, misalnya, makan dengan tiga jari karena makan roti. Sementara orang Indonesia makan dengan lima jari karena makan nasi. Tidak semua perkataan dan perbuatan nabi harus diikuti.

“Kapasitas nabi sebagai makhluk pribadi ya makan tiga jari. Ini tidak harus diikuti. Orang Jepang kalau makan harus dengan sumpit. Kearifan lokal itu sumber hukum (al-‘adah muhkam). Islam itu agama terbuka,” imbuhnya.

Baca Juga  Ketika Islam dan Kristen Bersatu

Ia juga menyebut bahwa cadar bukan pakaian yang wajib digunakan oleh seorang muslimah. Nabi, imbuhnya, menyebut bahwa tidak sah hajinya orang yang menggunakan cadar. Ketika haji, tidak ada orang yang menggunakan cadar.

Di Timur Tengah, suhu udara bisa mencapai 50 derajat celcius. Ketika wajah kita terkena angin, akan terasa seperti terkena silet. Maka, semua orang, baik laki-laki dan perempuan menggunakan sorban yang menutup kepala.

“Cadar ini pakaian geografis sebetulnya,” tegas Nasarudin Umar.

Editor: Yahya

Avatar
108 posts

About author
Mahasiswa Dual Degree Universitas Islam Internasional Indonesia - University of Edinburgh
Articles
Related posts
Report

Siti Ruhaini Dzuhayatin: Haedar Nashir adalah Sosok yang Moderat

1 Mins read
IBTimes.ID – Siti Ruhaini Dzuhayatin Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menyebut, bahwa Haedar Nashir adalah sosok yang moderat. Hal itu terlihat…
Report

Hamim Ilyas: Islam Rahmatan Lil Alamin Tidak Sebatas Jargon

1 Mins read
IBTimes.ID – Hamim Ilyas Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan, Islam Rahmatan Lil Alamin harusnya tidak sebatas jargon belaka,…
Report

Najib Burhani: Kelompok Ekstremis Mengincar Anak Muda di Media Sosial

2 Mins read
IBTimes.ID – Ahmad Najib Burhani Cendekiawan Muda Muhammadiyah menyampaikan, kelompok ekstremis kian mengincar anak muda lewat internet di media sosial. Hal ini…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *